6. infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98 C selama waktu tertentu 15-20 menit Ditjen POM, 2000.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh, tidak
boleh disimpan lebih dari 24 jam Depkes RI, 1986. 7.
dekok Dekok serupa seperti infus tetapi dengan waktu yang lebih lama 30 menit
dan temperatur sampai titik didih air Ditjen POM, 2000. Perbedaannya dengan infus adalah pada rebusan yang disari panas-panas Voigt, 1994.
2.3 Nata de coco
Air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba karena mengandung gula, senyawa nitrogen, mineral dan vitamin. Dengan melalui
suatu proses fermentasi, maka berubah menjadi Nata De Coco. Produknya mirip seperti agar – agar yang mempunyai kekerasan seperti kolang kaling dan dapat
digunakan untuk keperluan makanan maupun non makanan. Dengan dikembangkannya pemanfaatan air kelapa tersebut, maka air kelapa yang tadinya
merupakan limbah bagi lingkungan, dapat diubah menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Nata de coco adalah nama yang mula-mula dikenal di Filiphina untuk menyebut produk olahan yang dibuat dari air kelapa dengan bantuan bakteri
pembentuk Nata yaitu Acetobacter xylinum. Kata Nata diduga berasal dari bahasa Spanyol, yaitu Nadar yang berarti berengan. Dugaan lain, kata ini berasal dari
Universitas Sumatera Utara
bahasa Latin “nature” artinya terapung. Sedangkan menurut Rony Palungkun 2001 Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim cream. Jadi nata de
coco adalah krim yang berasal dari air kelapa Anonim, 2008.
Nata lebih dikenal dengan nama nata de coco karena pada umumnya substrat yang digunakan adalah air kelapa. Namun demikian dapat dibuat dari
berbagai macam substrat, misalnya nata de pinna untuk substrat yang berasal dari buah nanas, nata de tomato untuk yang beasal dari buah tomat, serta nata de soya
yang dibuat dari limbah tahu Astawan, 2004. 2.4 Bakteri Acetobacter xylinum
Bakteri pembentuk Nata adalah Acetobacter xylinum yang termasuk genus Acetobacter yang mempunyai ciri antara lain berbentuk batang, gram negatif,
bersifat aerobik. Factor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta
tingkat keasaman media, temperatur, dan oksigen. Sumber karbon dapat digunakan gula dari berbagai macam jenis seperti glukosa, sukrosa, fruktosa,
ataupun maltose dan untuk mengatur pH digunakn asam asetat. Sumber nitrogen biasanya berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Bakteri Acetobacter
Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum
pada suhu 28 – 31 C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen, sehingga dalam
fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran
masuk ke dalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi Anonim, 2008. 2.5 Sediaan dengan Pelepasan Terkendali
Untuk menghindari pemakaian obat berulang dan menghindari efek yang
Universitas Sumatera Utara
tak diinginkan maka diusahakan memberikan sediaan lepas lambat dan terkendali yang bekerja dengan mengurangi kecepatan absorpsi dengan mengontrol
pelepasan obat dari sediaan. Bentuk sediaan dengan pelepasan terkendali dibedakan atas waktu pelepasan, sedangkan jumlah awal zat aktif yang dilepaskan
harus berkesinambungan dan tidak tergantung pada tempat dimana sediaan berada atau pada laju perjalanan dari lambung ke usus Syukri, 2002.
Sediaan dengan aksi terkendali dikelompokkan atas tiga golongan yaitu
1 Sediaan dengan pelepasan atau aksi dipertahankan, merupakan bentuk
sediaan yang mula-mula melepaskan zat aktif dalam jumlah cukup untuk mendapatkan ketersediaan hayati yang dikehendaki atau menimbulkan
efek farmakologi secepatnya dan dapat menjaga aktivitasnya dalam waktu yang lebih lama mulai dari obat diberikan dalam dosis tunggal.
2 Sediaan dengan aksi dipertahankan, merupakan sediaan dengan pelepasan
dipertahankan yang harus diformula sedemikian rupa sehingga laju pelepasan zat aktif setelah pelepasan dosis awal sama dengan laju
peneiadaan atau inaktivasi zat aktif. Sediaan ini juga memberikan ketersediaan hayati yang diinginkan dengan jumlah zat aktif yang cukup,
atau mungkin berlebih tidak berbahaya dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk mendapatkan aksi terapetik. Selain itu laju
pelepasan zat aktif akan meningkat dan waktu aksinya lebih lama dibandingkan dengan dosis tunggal.
3 Sediaan dengan aksi berulang, merupakan sediaan seperti penyediaan
dosis tunggal, dan melepaskan dosis tunggal berikutnya dalam waktu tertentu setelah pemberian obat Syukri, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Radang Inflamasi