17
BAB II KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN
A. Kepemimpinan Dan Kekuasaan Dalam Ilmu Politik Moderen
Kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam proses politik, namun diantara ilmuwan politik tidak ada kesepakatan mengenai makna
kekuasaan. Beberapa diantaranya bahkan menganjurkan agar agar konsep kekuasaan ditinggalkan karena bersifat kabur, dan berkonotasi emosional.
Namun, tampaknya politik tanpa kekuasaan bagaikan agama tanpa moral.
1
Kata politik berasal dari kata politic Inggris yang menunjukkan sifat peribadi atau perbuatan. Secara lekslikal, asal kata tersebut berarti acting or
judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata Latin politicus dan bahasa Yunani Greek politicos yang berarti relating to a citizen. Kedua kata
tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city “kota”, politic kemudian
diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu: Segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu
negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.
2
Politik merupakan kata kolektif yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang
1
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia, 2007, cet. 6, h. 57.
2
Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995, cet 2, h. 34.
bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.
3
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan
tindakan kebijakan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain, kebijakan cara bertindak dalam menghadapi atau
menangani suatu masalah.
4
Dalam sejarah, istilah politik pertama kali dikenal melalui buku karya Plato
5
yang berjudul Politeia atau dikenal juga dengan Republic. Kemudian setelah itu ada juga karya dari Aristotles
6
dengan judul serupa. Di dalam isi kedua buku tersebut, terdapat kecenderungan menghubungkan politik dengan negara
pemerintahan.
7
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada akhirnya adalah membicarakan negara, karena teori politik
menyelidiki negara sebagai sebuah lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah
3
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Bary, Kamus Ilmiah Kontemporer, h. 608.
4
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, cet 3, h. 886.
5
Lahir sekitar tahun 427 SM, Plato adalah seorang filsuf Yunani Kuno. Karena beliau merupakan salah seorang murid Socrates, maka pemikirannya banyak dipengaruhi oleh gurunya itu.
Bukunya yang terkenal adalah Republik dalam bahasa Yunani disebut Politeia yang bermaksud „negeri’. Beliau meninggal sekitar tahun 347 SM.
6
Aristotles adalah murid dari Plato, lahir sekitar tahun 322 SM dan meninggal sekitar 384 SM. Bersama Plato dan Socrates guru Plato, mereka bertiga dianggap sebagai filsuf paling
berpengaruh pada zaman tersebut.
7
Abdul Hadi Awang, Islam Demokrasi, Selangor: PTS Islamika, 2007, cet. 1, h. 11.
pembentukan negara, tujuan negara, bentuk negara dan hakekat negara.
8
Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat
undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.
9
Miriam Budiarjo mengatakan bahwa untuk melaksanakan kebijakan- kebijakan politik, perlu dimiliki kekuasaan power dan kewenangan authority,
yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses pelaksaan kebijakan-kebijakan itu.
Cara-cara yang digunakan dapat bersifat persuasi meyakinkan, dan jika perlu bersifat paksaan coercion.
10
Dalam perbendaharaan ilmu politik terdapat sejumlah konsep yang berkaitan erat dengan konsep kekuasaan seperti pengaruh influence, persuasi
persuation, manipulasi manipulation, coercion, force, dan kewenangan authority. Keenam konsep ini merupakan bentuk-bentuk kekuasaan yang
perbedaannya akan lebih jelas dalam uraian berikut ini. Influence adalah kemampuan untuk untuk memepengaruhi orang lain agar
mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela. Yang dimaksud dengan persuation ialah kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk
melakukan sesuatu. Penggunaan pengaruh, dalam hal ini orang yang dipengaruhi
8
Abdul Rasyid, Ilmu Politik Islam, Bandung: Pustaka, 2001, cet. 1, h. 26-28.
9
Mohd. Mufid, Politik dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004, cet. 1, h. 9.
10
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, cet. 30, h. 8.
tidak menyadari bahwa tingkahlakunya sebenarnya mematuhi keinginan pemegang kekuasaan, dan ini juga disebut sebagai manipulasi.
Pengertian coercion ialah peragaan kekuasaan atau ancaman paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan
berperilaku sesuai dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan, termasuk sikap dan perilakunya yang bertentangan dengan kehendak yang dipengaruhi. Yand
dimaksud dengan force pula ialah penggunaan tekanan fisik seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit ataupun membatasi pemenuhan kebutuhan
biologis terhadap pihak lain agar melakukan sesuatu.
11
Seterusnya, kekuasaan merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku. Menurut Robert Dahl, A dikatakan memiliki kekuasaan atas B apabila A dapat
mempengaruhi B untuk melakukan sesuatu.
12
Maksudnya apabila A mempengaruhi B untuk melakukan sesuatau yang sesuai dengan kehendak B
maka maka hubungan ini tidak dapat diartikan sebagai kekuasaan. Walaupun demikian, rumusan ko0nsep kekuasaan tersebut masih masih harus dilengkapi
karena tidak setiap orang, kelompok atau negara dapat mempengaruhi walaupun memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, kekuasaan secara umum diartikan sebagai
“kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak tersebut berperilaku sesuai
11
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia, 2007, cet. 6, h. 57.
12
Robert Dahl, Modern Political Analysis, New Delhi: Prentice Hall of India, 1977, cet. 1 h. 29.
dengan kehendak pihak yang mempengaruhi”. Secara lebih sempit, kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai “kemampuan menggunakan sumber-sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya atau
masyarakat pada umumnya”.
13
Apabila mendefinisikan kekuasaan, ada ilmuwan yang menyebutnya sebagai kewenangan, tapi pada hakikatnya kekuasaan tidak semestinya
kewenangan. Kewenangan adalah kekuasaaan, namun kekuasaan tidak selalu berupa kewenangan. Kedua bentuk pengaruh ini dibedakan dalam keabsahannya.
Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan legitimate power, sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik
dirumuskan sebagai
kemampuan menggunakan
sumber-sumber untuk
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik maka kewenangan merupakan “hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan
politik”. Dalam hal ini, hak moral yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat, termasuk peraturan perundang-undangan.
14
Seterusnya, apabila membincangkan berkenaan konsep kekuasaan pasti tidak dapat mengelak daripada menyebut perihal legitimasi. Seperti konsep
kekuasaan dan kewenangan, legitimasi juga merupakan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin. Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap
13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia, 2007, cet. 6, h. 58.
14
Ibid, h. 85.
masyarakat terhadap kewenangan. Artinya, apabila masyarakat menerima dan mengakui hak moral peminpin utuk membuat dan melaksanakan keputusan yang
mengikat masyarakat maka kewenagan itu dikatakan sebagai berlegitimasi. Maksudnya, legiti
masi merupakan “penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan
keputusan politik”. Hanya anggota masyarakat yang dapat memberikan legitimasi pada
kewenangan pemimpin yang memerintah. Pihak yang memerintah tidak dapat legitimasi atas kewenangannya sendiri. Peminpin dapat mengklaim kewenangan
dan berusaha untuk meyakinkan masyarakat bahwa kewenangannya sah, namun hanya masyarakat yang dapat menentukan apakah kewenangan itu berlegitimasi
atau tidak. Berdasarkan pengertian legitimasi, dapat dibedakan pengertian kekuasaan,
kewenangan, dan legitimasi. Apabila kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber untu mempengaruhi proses politik,
sedangkan kewenangan merupakan hak moral untuk menggunakan sumber- sumber yang membuat dan melaksanakan keputusan politik hak pemerintah,
maka legitimasi adalah “penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral kewenangan
”. Walaupun ketiga-tiga komponen ini seakan-akan sama, masih ada
perbedaan yang ketara. Antaranya adalah, hubungan antara pemimpin dan yang
dipimpin pada kewenangan dan pada legitimasi. Pada legitimasi, hubungan itu lebih ditentukan dominan pada pihak yang dipimpin karena penerimaan dan
pengakuan atas kewenangan hanya dapat berasal daripada pihak yang diperintah. Pada kewenangan pula, hubungan itu lebih ditentukan oleh pemimpin karena
pihak yang berwenang untuk memerintah dapat memaksakan keputusannya terhadap masyarakat pihak yang diperintah dan masyarakat wajib mentaati
kewenangan tersebut.
15
B. Kepemimpinan Dan Kekuasaan Dalam Politik Islam