1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kedaulatan adalah suatu hal yang memiliki makna penting dan mendalam bagi  sesuatu  negara.  Kedaulatan,  menurut  Georg  Jellinek
1
,  apabila  merujuk kepada  suatu  negara,  maka  ia  merupakan  kekuasaan  yang  tertinggi.  Sedangkan
apabila  ke  luar,  kedaulatan  merupakan    kekuasaan  yang  tidak  tunduk  pada kekuasaan yang lain.
Teori  hukum  tatanegara  mengenal  adanya  lima  bentuk  kedaulatan; kedaulatan  Tuhan,  kedaulatan  raja,  kedaulatan  negara,  kedaulatan  hukum,  dan
kedaulatan  rakyat.  Bentuk  yang  terakhir  yaitu  kedaulatan  rakyat  merupakan konsep  yang  sehingga  kini  paling  banyak  diusung  oleh  berbagai  negara  melaui
konsep negara demokrasi. Mengikut  teori  demokrasi,  maka  rakyatlah  yang  berdaulat.  Rakyat  yang
berdaulat  ini  mempunyai  suatu  kemauan  yang  oleh  Jean-Jacques  Rousseau
2
1
Dilahirkan tanggal 16 Juni 1851 di  Leipzig, Georg Jellinek adalah seorang filosofis Jerman yang terkenal. Antara karyanya termasuk artikel berjudul The Declaration Of The Right Of Man And
The  Citizen  yang  ditulisnya  pada  tahun  1895.  Dalam  artikel  ini  beliau  sedikit  mengkritik  Revolusi Prancis. Beliau meninggal dunia pada tanggal 12 Januari 1911 di Heidelberg, Jerman.
2
Jean-Jacques  Rousseau  dilahirkan  di  Geneva,  Prancis  pada  tanggal  28  Juni  1712. Pemikirannya  banyak  mempengaruhi  tercetusnya  Revolusi  Prancis.  Karya  tulisnya  yang  terkenal
adalah  Emilie  atau  On  Education,  yang  menekankan  permasalahan  kewarganegaraan.  Beliau meninggal dunia pada 2 Juli 1778 di Ermanonville.
disebut general will.
3
Pada awal kemunculannya yaitu sekitar 400 SM, konsep ini dilaksanakan  secara  menyeluruh  dimana  setiap  anggota  masyarakat  mempunyai
hak  untuk  menyampaikan  aspirasinya  secara  langsung  kepada  pemimpin  tanpa terkecuali.  Dalam  perkembangannya,  pelaksanaan  konsep  tersebut  menemui
banyak kendala  seiring  makin  banyaknya  jumlah penduduk dan  luasnya wilayah negara,  maka rakyat tidak  dapat lagi  menyampaikan aspirasinya  secara  langsung
kepada pemimpin karena masalah-masalah tersebut. Selanjutnya, demokrasi tidak langsung  atau  yang  biasa  disebut  demokrasi  perwakilan  menjadi  pilihan  untuk
mengganti  demokrasi  langsung  yang  tidak  bisa  dilaksanakan  dengan  tuntas  itu. Disini,  rakyat  sebagai  pemegang  kedaulatan  mengamanatkan  suaranya  melalui
para  wakil  yang  dipilih  oleh  mereka  melalui  proses  pemilu  dan  duduk  dalam suatu lembaga yang biasa disebut sebagai Parlemen.
Secara  umumnya,  negara  yang  mempunyai  badan  Parlemen  disebut menganut  sistem  parlementer,  dan  termasuk  juga  negara  Malaysia.  Sistem
parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan dimana Parlemen memiliki peran penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini Parlemen memiliki wewenang dalam
mengangkat  Perdana  Menteri  dan  Parlemen  pun  dapat  menjatuhkan pemerintahan,  yaitu  dengan  cara  mengeluarkan  semacam  mosi  tidak  percaya.
Inilah sebagaimana yang diamalkan di negara Malaysia. Pada zaman moderen ini,
3
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama , 2007, cet. 30, h. 173.
tugas  utama  badan  Parlemen  adalah  melakukan  fungsi  legislatif,  yaitu  membuat undang-undang.
Di dalam Islam, lembaga yang hampir sama dengan Parlemen adalah Ahlu al-Halli Wa al-Aqdi
, diartikan sebagai “orang-orang yang mempunyai wewenang untuk  melonggarkan  dan  mengikat”.  Istilah  ini  dirumuskan  oleh  ulama  fikih
sebagai  sebutan  bagi  orang-orang  yang  bertindak  sebagai  wakil  umat  untuk menyuarakan  hati  nurani  mereka  kepada  pemimpin.
4
Imam  Al-Mawardi
5
dan beberapa  ulama  lainnya  menyebutnya  sebagai  Ahlu  al-Ikhtiyar  yang  berarti
“orang-orang yang mempunyai kualifikasi untuk memilih”.
6
Yang  dimaksudkan dengan  memilih  disini  adalah,  memilih  pemerintah  atau  kepala  negara.  Allah
SWT  menggariskan  bahwa  dalam  umat  harus  ada  pemimpin  yang  menjadi pengganti  dan  penerus  fungsi  kenabian  untuk  menjaga  agar  terselenggaranya
ajaran  agama,  memegang  kendali  politik,  membuat  kebijakan  yang  dilandasi syariat agama dan menyatukan umat.
7
Ahlu  al-Ikhtiyar  juga  bisa  diartikan  sebagai  sekelompok  orang  yang bertugas
memilih pemimpin
lewat jalan
musyawarah kemudiannya
4
J.  Suyuthi  Pulungan,  MA,  Fiqh  Siyasah,  Ajaran  Sejarah  Dan  Pemikiran,  Jakarta:  PT RajaGrafindo Persada, 2002 , cet. 5, h. 66.
5
Dilahirkan  di  Basrah  pada  tahun  972  M  dengan  nama  Abu  Al-Hasan  Ali  Ibnu  Habib  Al- Mawardi,  beliau  antara  ilmuan  Islam  yang  unggul.  Gurunya  termasuk  Sheikh  Abd  al-Hamid  dan
Sheikh Abdallah al-Baqi. Antara karangannya yang dikenali adalah al-Ahkam al-Sulthaniyyah, Qanun al-Wazarah dan Nasihat al-Muluk. Beliau meninggal dunia pada tahun 1058.
6
M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, cet. 1, h. 176.
7
Imam  Al-Mawardi,  Hukum  Tata  Negara  Dan  Kepemimpinan  Dalam  Takaran  Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, cet. 5, h. 14.
mengajukannya kepada rakyat untuk dibaiat oleh mereka. Imam Muhammad Abu Zahrah
8
menyebut di dalam kitabnya Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah , “Apabila
dasar  pemerintahan  Islam  bersifat  musyawarah  maka  pemilihan  itu  juga  harus bersifat musyawarah
”. Tapi apabila tidak mungkin untuk melakukan musyawarah antara    seluruh  individu  rakyat,  maka  musyawarah  hanya  bisa  dilakukan  antara
kelompok  orang  yang  mewakili  rakyat  dan  apa  yang  mereka  putuskan  sama dengan  keputusan  seluruh  individu  rakyat.
9
Jadi  disini  dapat  dilihat  seolah-olah ada persamaan antara Ahlu al-Ikhtiyar dan Ahlu al-Halli Wa al-Aqdi.
Pada  masa  yang  sama,  Parlemen  juga  adalah  wakil  bagi  rakyat,  cuma perwakilan  mereka  adalah  melalui  partai  politik  yang  menunjukkan  mereka
sebagai  calon  untuk  bertanding  dalam  pemilu.  Hal  ini  dinamakan  perwakilan yang bersifat politik political representation.
10
Sistem  pemerintahan  di  Malaysia  bermodelkan  sistem  parlementer Westminster,  warisan  Penguasa  Kolonial  Britania.  Tetapi  di  dalam  prakteknya,
kekuasaan  lebih  terpusat  di  eksekutif  daripada  di  legislatif,  dan  judikatif diperlemah  oleh  tekanan  berkelanjutan  dari  pemerintah  selama  zaman  mantan
8
Dilahirkan  pada  tahun  1898  dan  meninggala  pada  tahun  1978,  Imam  Abu  Zahrah  adalah intelek  dan  pemikir  di  Cairo.  Beliau  juga  adalah  profesor  di  Universtas  Al-Azhar  dan  juga  di
Universitas  Cairo.  Karyanya  termasuk  biografi  Imam  Abu  Hanifah,  Imam  Malik,  Imam  Ahmad  dan Imam Syafie.
9
Farid Abdul Khalid, Fikih Politik Islam, Jakarta: Penerbit Amzah, 2005, cet. 5, h. 108-109.
10
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007, cet. 30, h. 175.
Perdana  Menteri,  Tun  Dr.  Mahathir  Mohammad
11
,  menyebabkan  kekuasaan judikatif  itu  dibagikan  antara  pemerintah  persekutuan  dan  pemerintah  negeri
negara bagian. Kekuasaan  legislator  dibagi  antara  legislator  Persekutuan
12
dan  legislator negeri.  Parlemen
13
Malaysia  adalah  parlemen  berbentuk  bikameral,  terdiri  dari Yang  di-Pertuan  Agong
14
yang  juga  sebagai  kepala  negara;  dewan  rendah  yaitu Dewan  Rakyat  mirip  Dewan  Perwakilan  Rakyat  di  Indonesia;  dan  Dewan
Negara  mirip  Dewan  Perwakilan  Daerah  di  Indonesia.  222  anggota  Dewan Rakyat dipilih dari daerah pemilihan beranggota-tunggal yang diatur berdasarkan
jumlah  penduduk  untuk  periode  jabatan  terlama  5  tahun.  Bagi  Dewan  Negara pula, 70 Senator bertugas untuk periode jabatan 3 tahun; 26 di antaranya ditunjuk
oleh  13  majelis  negara  bagian  masing-masing  mengirimkan  dua  utusan,  dua mewakili  wilayah  persekutuan  Kuala  Lumpur,  masing-masing  satu  mewakili
wilayah persekutuan Labuan dan Putrajaya, dan 40 diangkat oleh Yang di-Pertuan Agong  atas  nasehat  Perdana  Menteri.  Di  samping  Parlemen  di  tingkat
persekutuan, masing-masing  negara bagian memiliki dewan legislatif unikameral
11
Mantan  perdana  menteri  Malaysia  yang  keempat,  memegang  tampuk  pemerintahan Malaysia selama hampir 22 tahun bermula 1981 hingga 2003.
12
Yang  diartikan  sebagai  Persekutuan  adalah  Persekutuan  Tanah  Melayu  atau  Malaysia, terbentuk pada tanggal 16 September 1963,  terdiri dari 11 buah negeri di Tanah Melayu dan 2 buah
negeri  Borneo  yaitu  Sabah  dan  Sarawak.  Kemudian  setelah  kemerdekaan  Malaysia  pada  tanggal  31 Augustus  1957,  Kuala  Lumpur  di  jadikan  wilayah  khusus,  sebagai  ibukota  Persekutuan  sekaligus
sebagai  pusat  pemerintahan  dan  pentadbiran.  Ini  menjadikan  negeri  anggota  Persekutuan  Malaysia sebanyak 14 buah negeri.
13
Ejaan dan sebutan bagi parlemen Malaysia adalah dengan huruf “i”, yaitu sebagai Parlimen.
14
Yang di-Pertuan Agong adalah kepala negara, juga sebagai kepala agama Islam di Malaysia.
Dewan  Undangan  Negeri  yang  para  anggotanya  dipilih  dari  daerah-daerah pemilihan beranggota-tunggal. Pemilihan umum untuk memilih anggota Parlemen
Malaysia  dijalankan  biasanya  empat  tahun  sekali,  dengan  pemilihan  umum terakhir pada Maret 2008.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  penulis  merasa  tertarik  untuk  meneliti  dan mengkaji  lebih  dalam  dalam  permasalahan  Parlemen  sebagai  badan  perundang-
undangan tertinggi di negara Malaysia dan sejauh mana  ia relevan dengan kaidah dan  konsep  ketatanegaraan  dalam  Islam  sehingga  penulis  angkat  menjadi  judul
skripsi
“Parlemen  Dalam  Perlembagaan  Persekutuan  Malaysia  Dan Relevansinya Dengan Doktrin Ketatanegaraan Islam
”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah