9 atmosfer atmospheric pressure chemical ionizationAPCI Stadler dan
Goldmann, 2008.
2.2 Proses Penggorengan
Penggorengan merupakan salah satu metode paling tua yang dikenal umat manusia untuk menyiapkan makanan. Gorengan merupakan makanan kesukaan di
antara orang-orang seluruh dunia Dunford, 2003. Menggoreng merupakan suatu proses memasak menggunakan lemak atau minyak sebagai medium penghantar
panas. Proses menggoreng ada 3 jenis yakni penggorengan rendam deep frying, penggorengan dangkalpengtumisan shallow frying dan pemanggangan
roasting Quaglia dan Bucarelli, 2001.
2.2.1 Perubahan Fisikokimia pada Bahan Makanan yang Digoreng Rendam
Penggorengan rendam merupakan suatu proses di mana makanan dimasak dengan cara direndam dalam minyak panas Moreira, et.al., 1999. Penggorengan
rendam dilakukan pada suhu di atas titik didih air, biasanya pada suhu 150-200°C selama periode waktu spesifik tertentu Mittal, 2009. Sifat fisika dan kimia
makanan akan berubah setelah mengalami penggorengan rendam. Sifat fisika bahan makanan akan berubah secara signifikan selama
penggorengan. Perubahan sifat fisika ini meliputi: sifat geometri bentuk, ukuran, luas permukaan, volume dan densitas serta porositas, sifat termal konduktifitas
termal, difusifitas termal, panas spesifik, koefisien transfer panas, sifat transfer massa difusifitas uap air, difusifitas lemak, koefisien transfer massa, sifat optis
warna, tampilan permukaan dan sifat mekanis kekerasan, kohesitas, viskositas, daya lenting, daya rekat, tekstur. Faktor yang mempengaruhi perubahan sifat
Limiyanto Tanseri : Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Akrilamida Dalam Kentang Goreng Simulasi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Balik, 2010.
10 fisika dari gorengan adalah kandungan minyak dan air dari bahan makanan, serta
kondisi proses penggorengan itu sendiri Mittal, 2009. Perubahan kimia selama proses penggorengan akan menghasilkan rasa dan
aroma makanan yang khas, hal ini dipengaruhi oleh proses hidrolisis, polimerisasi dan oksidasi termal Warner, 2009. Pemanasan makanan pada suhu tinggi
termasuk penggorengan akan memicu suatu reaksi kimia yang disebut dengan reaksi maillard. Reaksi maillard telah dikenal selama hampir 100 tahun yang lalu
sebagai rute utama penyebab terbentuknya senyawa-senyawa yang berperan atas perubahan warna browning dan pembentukan aroma serta rasa yang khas pada
makanan yang diproses pada suhu tinggi Kawamura, 1983. Reaksi maillard juga disebut sebagai browning reaction Yasuhara, et.al., 2003. Beberapa hasil reaksi
maillard antara lain senyawa-senyawa volatil piridin, pirazin, pirol, imidazol, tiazol, senyawa berwarna seperti melanoidin, akrolein, propionaldehida,
propananitril, propioamida dan metilglioksal Nursten, 2005; Yasuhara, et.al., 2003. Adapun senyawa kimia lain yang meningkat kadarnya ketika terjadi proses
penggorengan adalah peroksida, asam lemak bebas, sejumlah materi polar dan senyawa polimer Warner, 2009.
Sebagai tambahan, perubahan biokimia dalam makanan juga terjadi selama proses penggorengan. Gelatinisasi zat tepung, denaturasi protein,
inaktivasi enzim dan dekstruksi mikroorganisme dapat diamati dalam produk makanan yang digoreng Sahin dan Sumnu, 2009.
2.2.2 Mekanisme Terbentuknya Akrilamida dalam Makanan yang Digoreng