Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
2.6 Analisis Vegetasi
Menurut Soerianegara Indrawan 1978 yang dimaksud analisis vegetasi atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan komposisi jenis dan bentuk
struktur vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Cain Castro 1959 dalam Soerianegara Indrawan 1978, mengatakan bahwa penelitian yang mengarah pada
analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada komposisi jenis atau jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari denga mengetahui sejumlah karakteristik
tertentu diantaranya, kerapatan, frekuensi, dominansi dan nilai penting.
Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2007 sampai bulan Februari 2008 di kawasan hutan pegunungan atas, Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Lokasi Penelitian
ditetapkan dengan metode Purpossive sampling. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang dianggap representatif.
3.1.2 Tempat
3.1.2.1 Letak dan Luas
Hutan Gunung Sinabung memilliki luas area 13.844 ha. Secara administratif termasuk dalam desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Secara
geografis terletak pada 03 10’ – 03
12’ BT dan 98 22’ – 98
24’ LU, terletak pada ketinggian 1.400 – 2.320 m dpl. Dari Berastagi berjarak lebih kurang 27 km atau 86
km dari kota Medan.
Hutan Gunung Sinabung berbatasan : Sebelah Utara
: Kawasan Ekosistem Leuser, Kab. Langkat Sebelah Selatan : Kecamatan Munthe
Sebelah Barat : Kecamatan Payung, Kawasan Ekosistem Leuser
Sebelah Timur : Kecamatan Simpang Empat, Kabanjahe. UML, 2001
Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
3.1.2.2 Topografi
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada umumnya memiliki topografi relatif bergelombang sampai dengan curam. Sehingga ditemukan banyak jurang di sepanjang
lereng gunung ini.
3.1.2.3 Iklim 3.1.2.3.1 Curah Hujan
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah I Sampali, diperoleh data curah hujan kawasan hutan Gunung Sinabung adalah rata-rata
2628,6 mm pertahunnya.
3.1.2.3.2 Tipe Iklim
Berdasarkan Schmidt-Fergusson, tipe iklim di kawasan hutan Gunung Sinabung adalah tipe A dengan rata-rata curah hujan bulanan selama sepuluh tahun berkisar
antara 139,6 sd 335,0 mm.
3.1.2.4 Vegetasi
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ananta 2003 ditemukan vegetasi pohon di Gunung Sinabung yang didominasi oleh Fagaceae, Myrtaceae,
Hamamelidaceae dan Theaceae.
3.2 Pelaksanaan Penelitian 3.2.1 Di Lapangan
Pengamatan objek penelitian dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat. Lokasi penelitian dibagi menjadi empat berdasarkan ketinggian yaitu:
Lokasi I : 1900 – 2000 m dpl
Lokasi II : 2000 – 2100 m dpl Lokasi III : 2100 – 2200 m dpl
Lokasi IV : 2200 – 2250 m dpl
Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
Penentuan ketinggian lokasi penelitian didasarkan atas survei dan penelitian sebelumnya. Pada lokasi I sampai III dibuat plot dengan ukuran 10 x 150 m dan pada
lokasi IV 10 x 70 m, kemudian di dalam plot tersebut dibuat subplot dengan ukuran 10 x 10 m untuk pohon dan 5 x 5 m untuk belta. Pada setiap plot dilakukan pengamatan
pada seluruh pohon yang berdiameter 10 cm dengan mengukur diameter batang pada setinggi dada 1,3 m, dan belta mulai dari kecambah sampai yang berdiameter
10 cm, dan memberi nomor tagging pada semua pohon yang diukur tersebut, mencatat jenis pohon dan belta, dan jumlah individu dari setiap jenis pohon dan belta
yang dijumpai pada lokasi pengamatan.
Spesimen dari seluruh individu yang ditagging, dikoleksi dan diberi label gantung. Kemudian dilakukan pengawetan spesimen yaitu spesimen disusun dan
dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi alkohol 70. Udara dalam kantong plastik dikeluarkan dan kantong plastik ditutup
dengan lakban. Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan.
Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dengan thermometer, kelembaban udara dengan hygrometer, kelembaban tanah dengan soil tester, suhu
tanah dengan soil thermometer, intensitas cahaya dengan luxmeter, dan ketinggian dengan altimeter.
3.2.2 Di Laboratorium
Spesimen yang berasal dari lapangan dikeringkan dengan menggunakan oven yang selanjutnya diidentifikasi di Herbarium Medanense MEDA Depatemen Biologi
FMIPA USU dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain: 1
Malayan Wild Flowers Dicotyledon Henderson, 1959 2
Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 1 Whitmore, 1991a 3
Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 2 Whitmore, 1991b 4
Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 3 Whitmore, 1991c 5
Latihan Mengenal Pohon Hutan: Kunci Identifikasi dan Fakta Jenis Sutarno Soedarsono, 1997
Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
6 Malesian Seed Plants Volume 1 – Spot-Charakters An Aid for Identification of
Families and Genera Balgooy, 1997a 7
Malesian Seed Plants Volume 2 – Portraits of Tree Families Balgooy, 1998b. 8
Collection of Illustrated Tropical Plant E.J.H. Corner Prof. Dr. Watanabe, 1969.
9 Taxonomy of Vascular Plants Lawrence, 1958
10 Flora Malesiana C.G.G.J. Van Steenis, 1987
11 Plant Classification L. Benson, 1957
Spesimen herbarium yang tidak dapat diidentifikasi di herbarium Medanense, dikirim ke herbarium Universitas Andalas ANDA Padang untuk diidentifikasi lebih
lanjut.
3.3 Metode Penelitian
Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Purpossive sampling.
Pengambilan data pada areal penelitian dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat
.
3.4 Analisis Data
Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Relatif FR, Dominansi Relatif DR, Indeks Nilai Penting INP,
Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman dari e masing-masing lokasi penelitian. Untuk analisis vegetasi pohon, nilai INP terdiri dari KR, FR, dan DR.
Sedangkan pada belta, nilai INP hanya terdiri dari KR dan FR. Selanjutnya untuk mengetahui apakah indeks keanekaragaman berbeda antar
lokasi penelitian dilakukan uji beda indeks keanekaraman menurut Magurran 1983.
Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
a. Kerapatan
b. Frekuensi
c. Luas Basal Area
d. Dominansi
e. Indeks Nilai Penting
INP = KR+FR+DR
Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.
f. Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener
H’ = - ∑pi lnpi
pi= Dimana :
ni = jumlah individu suatu jenis
N = jumlah total individu seluruh jenis
g. Indeks Keseragaman