Hutan Pegunungan Atas Pengaruh Ketinggian

Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010. dataran rendah. Hal ini memang demikian keadaannya di daerah-daerah tropika yang sesuai dengan itu, hutan basah terdapat tersebar sangat luas dan sering kali sangat lebat pada lereng-lereng bagian bawah di gunung-gunung. Tipe vegetasi mintakat gunung lebih mirip dengan yang terdapat di daerah iklim sedang, yaitu lebih sesuai dengan hutan basah daerah iklim sedang Polunin, 1990. Lebih lanjut Polunin, 1990 mengemukakan bahwa vegetasi yang dominan sering kali mempunyai pertumbuhan yang masif yang khas dan kaya akan cabang- cabang dan tidak memiliki akar-akar banir. Vegetasi dominan itu bersifat selalu hijau, tetapi cenderung untuk memiliki daun-daun yang lebih sempit dari pada daun-daun pohon yang dominan di dalam hutan tropika basah. Perdaunannya umumnya tidak begitu rapat, dan pada umumnya hanya dapat terlihat dua lapisan pohon, memberikan kesempatan kepada cahaya untuk menembus tajuk hutan yang memungkinkan perkembangan vegetasi tanah yang berlimpah-limpah. Hutan pegunungan bagian bawah mempunyai fisiognomi yang menyerupai hutan hujan, hanya pohon-pohonnya yang tumbuh lebih kecil. Begitu pula komposisinya juga agak berbeda. Ekosistem ini kaya akan jenis Orchidaceae atau Pteridophyta. Disamping itu pada umumnya dihuni oleh berbagai jenis tetumbuhan antara lain dari famili: Annonaceae, Burseraceae, Bambusaceae, Dipterocarpaceae, Leguminoceae, Melliaceae, Sapindaceae, Sapotaceae Irwan, 1992.

2.3 Hutan Pegunungan Atas

Hutan pegunungan bagian atas merupakan ekosistem yang mempunyai fisiognomi tumbuh-tumbuhan tergantung pada ketinggian dan topografi habitatnya. Komposisi botanik hutan ini lebih menyerupai hutan di daerah iklim sedang. Pada habitat yang berbatu-batu ditumbuhi vegetasi berbentuk semak-semak rendah atau pohon-pohon konifer tumbuhan berdaun jarum atau jenis vegetasi berbunga. Beberapa jenis bambu dapat dijumpai pada ekosistem pegunungan bagian atas ini. Biasanya vegetasi yang tumbuh pada ekosistem ini tidak merupakan satu kesatuan, terpencar-pencar oleh lapangan rumput atau semak. Daerah hutan pegunungan bagian atas ini ditandai Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010. dengan terdapatnya hutan yang bertajuk yang tertutup rapat-rapat dan pepohonan yang berbatang tinggi tetapi miskin akan lumut Rifai, 1993. Ekosistem subalpine ditandai oleh jenis hutan pegunungan yang lebih kerdil. Biasanya banyak dijumpai jenis endemik. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena penyinaran ultra violet yang kuat, menyebabkan terjadinya mutasi dan spesifikasi yang dipercepat Irwan, 1992. Penyebaran komunitas-komunitas biotik di daerah pegunungan adalah rumit, seperti mengingat keanekaragaman keadaan-keadaan fisiknya. Komunitas-komunitas utama umumnya nampak sebagai jalur-jalur yang tidak teratur. Komunitas-komunitas pengunungan lebih kecil karena barisan-barisan pegunungan sangat jarang berkesinambungan Odum, 1994.

2.4 Pengaruh Ketinggian

Hutan pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan ketinggian, pada ketinggian yang berbeda-beda mempunyai iklim yang berbeda-beda pula. Suhu secara perlahan menurun sejalan dengan ketinggian yang meningkat, hingga pada gunung- gunung yang tinggi, bahkan pada khatulistiwa seperti Gunung Kilimanjaro di Afrika Timur terdapat salju abadi. Semakin naik ketinggian maka kondisi lingkungan semakim ekstim, pH tanah semakin menurun sehingga proses pembusukan bahan organik lambat. Intensitas cahaya matahari semakin tinggi yang mempengaruhi tumbuhan. Karena intensitas cahaya matahari yang tinggi tumbuhan menjadi kerdil, daun tebal dan sempit Ewusie, 1990. Arus angin kearah gunung pada siang hari disebabkan oleh panasnya udara di dataran rendah dan akan menyebabkan pengembangan udara dan naik. Dengan pengembangan dan naiknya udara sebagai akibat tekanan yang lebih rendah, maka suhu akan turun. Inilah sebab utama dengan bertambahnya ketinggian, suhu udara makin turun. Laju pemanasan di pegunungan tidak serupa laju pemanasan di dataran rendah. Pantulan panas dari permukaan bumi lebih kuat di gunung karena tekanan Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010. udara yang rendah. Laju penurunan suhu pada umumnya 0,6 C setiap penambahan ketinggan sebesar 100 m, tetapi hal ini tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya Damanik et al., 1987. Di tempat yang lebih tinggi, sinar matahari lebih sedikit kehilangan energi karena melalui lapisan udara yang tipis. Penyinaran pada permukaan tanah sangat intensif sehingga suhu di dekat tanah jauh lebih tinggi dari pada suhu udara di sekelilingnya. Panas tanah ini cepat hilang karena radiasi di waktu malam, dan kisaran suhu harian dapat mencapai 15-20 C di tempat-tempat yang tinggi McKinnon et al., 2000. Satu dasar untuk dapat mengerti mengenai beberapa aspek ekologi gunung adalah efek ‘massenerhebung’ ini adalah suatu gejala yang pertama kali diamati pada Gunung Alpin di Eropa, yaitu bahwa zona-zona vegetasi pada gunung-gunung yang besar dan di bagian tengah dari pegunungan yang panjang seperti pegunungan bukit barisan lebih tinggi dari pada zona-zona vegetasi sama pada gunung-gunung yang lebih kecil dan bukit-bukit yang terpencil Damanik et al, 1987. Hal ini harus diingat bila akan mempelajari tentang gunung-gunung, misalnya yang ada di semenanjung Malaya puncak tertinggi 2.200 m dpl atau di Irian Jaya puncak tertinggi 4.884 m dpl. Pada kedua contoh tersebut, zona suhu demikian juga vegetasi akan lebih rendah di semenanjung Malaya dibandingkan dengan kebanyakan gunung di Sumatera. Dan lebih rendah dari kebanyakan gunung di Sumatera dibandingkan dengan gunung di Irian Jaya. Karena perbedaan ketinggian gunung di lokasi ini membuat range zona hutan pegunungan juga menjadi berbeda sesuai dengan ketinggiannya Damanik et al., 1987;. Lebih lanjut Damanik et al. 1987 juga mengemukakan selain faktor suhu di atas hutan pegunungan juga dipengaruhi oleh keawanan, kelembaban nisbi, embun beku, dan radiasi ultra violet. Telah diduga bahwa radiasi ultra violet pada gunung- gunung di daerah tropik adalah yang paling kuat dibandingkan dengan daerah mana pun di atas permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kadar lapisan ozon pada lapisan atmosfir yang menyerap sinar ultra violet dekat khatulistiwa, dan oleh atmosfir pada ketinggian rendah yang lebih keruh dan lebih padat sehingga lebih mampu untuk menyerap dan memantulkan radiasi. Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010. Pada umumnya, curah hujan pada lereng bawah pegunungan lebih lebat dari pada lokasi di sekelilingnya. Penyebab keadan ini adalah karena udara yang panas dari lokasi itu menjadi dingin pada waktu dipaksa naik mengikuti lereng pegunungan. Hal ini menyebabkan penurunan daya tambat air oleh udara, sehingga kelebihan air dalam udara itu membentuk awan yang menyebabkan hujan. Sampai suatu ketinggian tertentu terdapat kenaikan curah hujan pada lereng bukit, tetapi di atas ketinggian itu pengembunan uap air dari udara tidak cukup untuk membentuk banyak hujan. Sebagai akibat sebaran hujan itu, sering terdapat hutan yang lebih subur pada ketinggian rendah dan menengah dari pada lokasi yang berbatasan Ewusie, 1990. Banyak tumbuhan di tempat-tempat tinggi juga memperoleh kelembaban dari tetes-tetes air dari awan yang menempel pada daun dan batangnya. Karena persentase kejenuhan suatu massa udara meningkat bila suhu turun, kelembaban hutan di tempat- tempat yang tinggi relatif tinggi, terutama pada waktu malam McKinnon et al., 2000. Lebih lanjut McKinnon et al. 2000, mengemukakan bahwa pada ketinggian tertentu dimana awan biasanya menaungi gunung merupakan hal yang penting karena awan mencegah cahaya matahari yang terang untuk menaikkan suhu daun, dan juga mengurangi jumlah radiasi yang tersedia untuk fotosintesis. Sifat tanah pegunungan berubah dengan pertambahan ketinggian tempat, umumnya menjadi lebih masam dan miskin zat hara, terutama di tempat-tempat di mana terdapat gambut asam, tanah di puncak gunung, di bagian atas punggung- punggung gunung, dan di bukit-bukit kecil, yang hanya menerima air dari atmosfer, kering dan lebih miskin zat hara dari pada tanah-tanah di dalam cekungan atau di lereng-lereng yang lebih rendah, yang menerima masukan air tanah yang tertapis dari atas. Perbedaan dalam komposisi batuan dasar dan iklim merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi pembentukan tanah pada ketinggian yang berbeda di atas gunung. Selain itu kemiringan lereng dan keterbukaan vegetasi penutup juga merupakan faktor-faktor yang penting. Suhu rendah memperlambat proses pembentukan tanah karena evapotrasnpirasi menurun, reaksi kimia lebih lambat dan kerapatan organisme tanah lebih rendah McKinnon et al., 2000. Barita Raja Nasution : Struktur Dan Komposisi Pohon Dan Belta Di Zona Pegunungan Atas Gunung Sinabung Kabupaten Karo, 2010.