Pengembalian Citra Kepentingan-Kepentingan Indonesia

terdapat kerangka komperhensif untuk kerjasama politik dan keamanan, ekonomi dan sosial budaya. Sehingga kepentingan Indonesia pada skala regional sudah dapat tercapai dan diperkuat dengan diterimanya usulan pembentukkan ASEAN Community, khususnya ASC. Perlu juga dicatat bahwa terobosan Indonesia dan ASEAN dengan melahirkan ASEAN Community menjadi pintu utama dalam memuluskan langkah organisasi tersebut menyepakati Piagam ASEAN ASEAN Charter yang disepakati pada tahun 2007. Piagam ASEAN ini merupakan landasan hukum yuridiksi kelembagaan ASEAN pertama yang menjadikan organisasi ini memiliki pijakan hukumnya.

3. Pengembalian Citra

Keterpurukkan citra Indonesia di mata dunia internasional sesungguhnya sudah dimulai sejak krisis ekonomi yang menerjang Indonesia di tahun 1997. Parahnya, krisis ekonomi ini kemudian menjadi bola salju yang kemudian semakin membesar dan mengekang Indonesia dalam penjara krisis multidimensi yang menyentuh seluruh sendi kehidupan negara dan masyarakat. Kurun waktu tiga tahun sejak tahun 1998 membuat dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia cukup memprihatinkan. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi tiga kali pergantian kepemimpinan nasional yang menggambarkan lembaga kepemimpinan nasional yang rapuh dan tatanan politik yang belum mapan. Lembaga supra dan infra struktur politik masih mencari tatanan politik yang tepat. Reformasi yang bertujuan untuk menegakkan kehidupan yang demokratis dan pemerintahan yang bersih dan baik, mendapat rintangan yang berat. Krisis ekonomi yang belum teratasi menimbulkan dampak terhadap bidang lain yaitu instabilitas politik dan perekonomian nasional, serta gangguan keamanan yang cenderung meningkat. Sebagai ekses dari kekacauan politik dan keamanan, ekonomi Indonesia ikut terpuruk dan sulit untuk bangkit. Terlebih sektor ekonomi yang pertama kali menjadi penyakit krisis bangsa ini. Negara hampir gagal dalam upayanya memenuhi hak rakyat berupa pemenuhan kebutuhan dasar basic needs. Tidak bergeraknya sektor riil ekonomi nasional berdampak pada gejolak di bidang sosial dan budaya. Dengan demikan, dalam menyikapi kondisi ini pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri 77 melakukan beberapa upaya perbaikan di dalam dan luar negeri dengan melakukan peningkatan hubungan bilateral, regional maupun multilateral di berbagai negara. Perbaikan sektor dalam negeri ditujukan pada upaya pengembalian stabilitas keamanan nasional dari berbagai ancaman separatisme. Hal ini diwujudkan dengan adanya kebijakan penerapan status darurat militer di Nanggroe Aceh Darussalam yang belangsung selama satu tahun. Dalam status darurat militer tersebut secara serentak dilancarkan operasi militer terbatas dan berbagai kegiatan lainnya secara terpadu, yang bertujuan secepatnya memulihkan kehidupan masyarakat, tegaknya hukum, berjalannya fungsi pemerintahan dan terjaminnya keamanan. Dalam upaya menanggulangi ancaman terorisme setelah tragedi serangan yang terjadi di Indonesia, pemerintahan Megawati semakin mengintesifkan upaya-upaya pencegahan terhadap aksi-aksi terorisme. Pada tataran politik luar negeri, Indonesia semakin keras menyuarakan bahwa perang terhadap terorisme harus dilakukan dengan membangun koalisi global yang komperhensif, dengan mekanisme PBB 77 Megawati Sukarnoputri menjadi Presiden Indonesia menggantikan posisi KH. Abdurahman Wahid Gus Dur yang digulingkan melalui Sidang Istimewa MPR RI Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 2001. Sebelumnya Megawati adalah Wakil Presiden dan juga menjabat sebagai Ketua Umum PDIP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang merupakan partai pemenang Pemilu 1999. sebagai alat utama, yang melibatkan semua peradaban dan semua agama. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa jaringan terorisme bersifat lintas negara dan hanya dapat dikalahkan oleh jaringan kerjasama antar negara. Karena itu harus terus dibangun kerjasama internasional, baik secara bilateral, regional dan global. Keseriusan Indonesia dalam memberantas aksi terorisme ditandai dengan keberhasilan aparat keamanan negara menangkap pelaku peledakan Bom Bali Oktober 2002 sekaligus membongkar jaringannya. Hal ini sekaligus menjawab keseriusan Indonesia dalam usaha memberantas terorisme. Dengan keberhasilan ini mampu mendorong penguatan bargaining position Indonesia dalam konstelasi politik internasional. Proses pengembalian kepercayaan dunia internasional merupakan salah satu pijakan untuk memulihkan citra negara. Sejak saat itu, Indonesia terus membangun kemampuan mengatasi ancaman dan bahaya terorisme, dengan memanfaatkan berbagai forum kerja sama bilateral, regional dan global. Jauh sebelum Indonesia menjabat Ketua Standing Committee ASEAN pada tahun 2003, Indonesia telah melakukan diplomasi pro-aktif dalam bidang politik dan keamanan. Beberapa di antaranya seperti mendukung upaya ASEAN dalam mengantisipasi ancaman terorisme melalui langkah regional bersama, jauh sebelum serangan terorisme menghantam dunia melalui Tragedi WTC 11 September 2001, tragedi Bom Bali Oktober 2002 maupun peledakkan Bom Marriott Agustus 2003. Beberapa langkah politik Indonesia tersebut adalah: 1 ASEAN Declaration on Transnational Crime 1997, 2 Hanoi Plan of Action yang ditetapkan pada KTT ASEAN di Hanoi, Vietnam 1998, dan 3 ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime 1999. 78 78 Moenir Ari Soenanda, “Kepentingan Nasional Indonesia di Dunia Internasional”. Maka sejak tahun 2001, Indonesia turut mendorong deklarasi ASEAN untuk memerangi terorisme ”ASEAN Declaration on Join Action to Counter Terrorism” yang dihasilkan pada KTT ASEAN ke-VII di Brunei Darussalam pada November 2001. Selain itu terdapat beberapa upaya pendekatan kerja sama regional yang dilakukan Indonesia untuk semakin meyakinkan keseriusan Indonesia mengembalikan stabilitas politik dan keamanan yang pada akhirnya akan melahirkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang semakin membaik. Selain fokus pada masalah politik dan keamanan, upaya mengembalikan citra negara juga dilakukan dengan turut serta dalam berbagai kerja sama internasional di bidang ekonomi dan sosial budaya. Beberapa isu yang menjadi pembahasan Indonesia juga adalah pemberantasan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup, pemberantasan obat-obat terlarang, kejahatan lintas negara, serta penanganan beberapa virus penyakit seperti HIVAIDS dan SARS. Perkembangan positif yang ditunjukkan Indonesia dengan diplomasi pro-aktifnya dalam berbagai forum dialog dan kerjasama internasional turut mendorong tumbuhnya semangat kebersamaan dan kepercayaan sesama anggota ASEAN. Indikasinya tampak dalam pertemuan tahunan para Menlu ASEAN di Phnom Penh, Kamboja pada bulan Juli 2003, yang menunjukkan gejala positif dengan pembahasan bersama atas beberapa persoalan sensitif dalam negeri negara anggota. Indonesia, pada pertemuan tersebut turut menyampaikan informasi seputar persoalan Aceh dan kebijakan darurat militernya. Hal ini menghasilkan kepercayaan terhadap Indonesia serta komitmen negara lain untuk mendukung integrasi nasional. Demikian pula dengan Myanmar yang turut menyampaikan informasi seputar upaya rekonsilisasi nasional, terutama seputar nasib Aung San Suu Kyi yang telah menjadi isu politik internasional. Beberapa kemajuan ini menunjukkan perkembangan ASEAN yang mengarah pada proses menuju integrasi regional. Terlebih selama ini negara- negara anggota memilih untuk bungkam terhadap isu-isu domestiknya. Dengan berbagai pertimbangan serta di latar belakangi oleh berbagai upaya Indonesia untuk memulihkan citranya maka pada KTT ASEAN ke-IX di Bali pada 2003, Indonesia mendorong dibentuknya suatu ASEAN Community dengan pilar utamanya ASEAN Security Community sebagai bagian dari strategi dan kepentingan nasional untuk menciptakan kestabilan kawasan ASEAN. Hal ini secara langsung berdampak pada pemulihan citra Indonesia di mata dunia internasional, khususnya kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, sesungguhnya Indonesia telah mendorong upaya ASEAN menuju perdamaian, kestabilan disegala bidang dan kemakmuran sehingga negara anggota ASEAN dapat mewujudkan kawasan yang aman, stabil dan makmur.

B. Peranan Indonesia