BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan para pemimpin pemerintahan sepuluh negara anggota ASEAN Association of South East Asian Nations,
yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja,
menyepakati Bali Concord II pada KTT Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN IX tanggal 7 Oktober 2003 lalu menjadi momentum yang sangat penting. Bali Concord
II merupakan pencapaian penting dalam proses menuju integrasi ASEAN, dengan dibentuknya ASEAN Community Komunitas ASEAN yang ditargetkan berlaku pada
tahun 2015. Melalui sebuah komunitas, ASEAN berjuang untuk mengubah statusnya dari
sekedar “perhimpunan bangsa-bangsa “ menuju satu kesatuan masyarakat yang terdiri atas bangsa-bangsa transforming it self from an association of states into a real
community of nations .
1
Dengan kata lain, ASEAN memulai proses transformasi dari kumpulan negara yang berasosiasi ke arah komunitas kawasan yang lebih terintegrasi.
Sampai tahun 2007, kesepakatan pembentukkan ASEAN Community dan kesepakatan ASEAN Charter Piagam ASEAN merupakan pencapaian tertinggi
dalam sejarah empat puluh tahun berdirinya perhimpunan ini. Sejak terbentuknya pada 8 Agustus 1967 silam di Bangkok, Thailand, yang ditandai dengan Deklarasi
Bangkok, ASEAN mengalami perkembangan yang tidak terlalu signifikan. Perhimpunan kerjasama regional Asia Tenggara ini awalnya dipelopori oleh Menteri
1
Ahmad Dahlan, “Kepemimpinan Indonesia di ASEAN”, diakses pada tanggal 11 Maret 2008 dari http:www.suaramerdeka.comharian071024opi04.htm.
Luar Negeri Menlu Adam Malik dari Indonesia, Deputi Perdana Menteri PM Malaysia Tun Abdul Razak, Menlu Filipina Narcisco Ramos, Menlu Thailand Thanat
Khoman dan Menlu Singapura S. Rajaratnam.
2
Dalam perkembangannya terkini, anggota ASEAN telah mencapai sepuluh negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara yakni para negara pelopor dan negara-negara anggota baru, yaitu Brunei Darussalam, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja.
3
Ada tiga pilar utama dari ASEAN Community ini, yaitu ASEAN Security Community
Komunitas Keamanan ASEAN disingkat ASC, ASEAN Economic Community
Komunitas Ekonomi ASEAN disingkat AEC, dan ASEAN Socio- Cultural Community
Komunitas Sosial Budaya ASEAN disingkat ASCC. Ketiga pilar tersebut merupakan prasyarat utama yang dianggap mampu menerjemahkan visi
integrasi ASEAN sebagaimana amanat ASEAN Vision 2020.
4
Adapun kerangka umum Bali Concord II yang berisi pembentukkan ASEAN Community
tersebut menggariskan bahwa ; An ASEAN Community shall be established comprising three pillars,
namely political and security cooperation, economic cooperation, and socio- cultural cooperation that are closely interwined and mutually reinforcing for
the purpose of ensuring durable peace, stability and shared prosperity in the region.
5
Kerangka tersebut secara tegas mengupayakan suatu pendekatan yang dibangun untuk mewujudkan ASEAN yang damai, stabil dan sejahtera. Oleh karena itu, politik,
2
James Luhulima, Asia Tenggara dan Negara Luar Kawasan Yang Mempengaruhinya: Pendekatan Politik dan Keamanan
Jakarta: Kompas-Grasindo, 1998, h. 35.
3
Brunei Darussalam bergabung di ASEAN pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam menjadi anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar bergabung pada tanggal 23 Juli 1997
dan Kamboja menjadi negara terakhir yang bergabung pada tanggal 30 April 1999. S. Pusphanathan, “The Establishment of ASEAN Community for the Future of ASEAN”
, dalam Seminar ASEAN Charter: The Future of ASEAN ?, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, tanggal 3 September 2007 di Wisma
Syahida, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 1.
4
Dian Triansyah Djani, “The Future of ASEAN Regional Cooperation After the 40
th
Anniversary” , dalam Seminar ASEAN Charter: The Future of ASEAN ?, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial, tanggal 3 September 2007 di Wisma Syahida, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 1.
5
S. Pusphanathan, “The Establishment of ASEAN Community for the Future of ASEAN”, h. 1.
keamanan, ekonomi dan sosial budaya menjadi bidang prioritas dan vital untuk menuju Komunitas ASEAN.
Setidaknya ada beberapa latar belakang yang menjadikan ASEAN Security Community
sebagai pilar pertama dalam kerangka ASEAN Community yakni untuk menjamin ASEAN mengatur stabilitas keamanan regional oleh para negara
anggotanya. Hal ini penting untuk memastikan serta menangkal pengaruh kekuatan negara-negara besar luar kawasan Amerika Serikat, Cina, Australia dan Rusia secara
langsung. Selain itu, ASEAN Security Community akan semakin memperkuat posisi ASEAN dalam konstelasi geopolitik internasional.
Dalam kaitan yang lebih luas, meminjam pendapat Juwono Sudarsono, “era pasca-Perang Dingin”, “globalisasi ekonomi” dan “Dunia Tanpa Tapal Batas”,
masalah-masalah perimbangan kekuatan militer antar bangsa tetap menjadi sentral dalam hubungan internasional menuju abad-21.
6
Oleh karena itu kerjasama keamanan kawasan diperlukan untuk mengimbangi kepentingan nasional negara anggota
ASEAN dalam membangun pertahanan dan persenjataan domestiknya. Selain itu untuk menjamin setiap penyelesian permasalahan dalam lingkup ASEAN diselesaikan
tidak dengan pendekatan militer. Unsur ekonomi yang diwujudkan dalam ASEAN Economic Community
merupakan elemen lain yang juga penting. Pertama, untuk mempercepat langkah meminimalisir jurang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi antar negara anggota
yang masih besar. Kedua, memperkuat pertahanan ekonomi kawasan agar tidak mengulangi krisis ekonomi tahun 1997 yang dipicu oleh krisis mata uang Thailand
yang dengan mudahnya menyebar kesemua negara di Asia Tenggara. Tuntutan untuk
6
James Luhulima, Asia Tenggara, h. viii.
terintegrasi terhadap pasar bebas dunia juga menjadi motivasi utama kerjasama ekonomi ini.
Sedangkan aspek ASEAN Socio-Cultural Community dalam ASEAN Community
diperlukan dalam upaya mempercepat visi integrasi ASEAN. Kedekatan sosial budaya yang dibangun di tingkatan elit diharapkan mampu berdampak pada
integrasi sosial budaya pada level masyarakat civil society dari negara-negara anggota. Selama ini, kurangnya rasa memiliki sense of belonging dan rasa kekitaan
we feeling dari masyarakat negara-negara anggota ditengarai sebagai faktor
lambatnya perkembangan kerjasama integrasi ASEAN. Sejak awal, ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi berdirinya
perhimpunan tersebut, yakni keinginan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi, sosial, dan kebudayaan kawasan melalui program-program kerjasama; menjaga
stabilitas politik dan ekonomi kawasan dari rivalitas negara besar; menyediakan forum bagi penyelesaian perbedaan-perbedaan intra-regional.
7
Pada awalnya, terlihat motivasi politik yang sangat besar melatar belakangi berdirinya ASEAN ini, namun para negara pendiri masih terlalu riskan untuk
menempatkan masalah politik dan keamanan dalam mainstream kebijakan perhimpunan. Hal mendasar yang melandasi sikap kehati-hatian ini adalah masalah
politik dan keamanan masih merupakan hal yang terlalu sensitif. Pasalnya ini akan menyentuh masalah vital di mana beberapa negara pendiri baru memulihkan
hubungan diplomatiknya. Selain itu, perbedaan perspektif dalam menyikapi kehadiran pangkalan militer Amerika Serikat AS di Asia Tenggara masih menjadi persoalan
penting. Sehingga dikhawatirkan pembahasan yang terlalu berat dalam wilayah politik dan keamanan dapat mengancam kelangsungan hidup ASEAN yang masih baru.
7
Ibid., h. 35.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan peta politik internasional yang ditandai dengan berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet
pada awal era 1990-an, ASEAN bergerak menuju ranah penguatan kerjasamanya. Terlebih ketika tahun 1992 Amerika Serikat secara resmi keluar dari Filipina yang
sejak lama didudukinya semakin memotivasi negara-negara anggota ASEAN untuk mulai merumuskan kembali pola kerjasama regional yang lebih luas tanpa terlalu
dicampuri oleh kepentingan-kepentingan negara luar kawasan. Pengalaman
negara-negara ASEAN
yang selama
puluhan tahun
“dipermainkan” oleh negara luar kawasan, menjadi titik awal kesadaran negara – negara ASEAN untuk menciptakan kerjasama kawasan yang lebih konkret. Hal ini
diwujudkan dengan lahirnya konsep ASEAN Security Community, di mana tema politik dan keamanan menjadi isu sentral.
Selain itu, badai krisis ekonomi yang menerjang Asia Tenggara pada tahun 1997 juga menyadarkan ASEAN bahwa diperlukan suatu kerjasama yang erat dalam
bidang ekonomi. Kesadaran akan Pasar Tunggal ASEAN sebagai wujud respon negara-negara anggota dalam menghadapi globalisasi juga menjadi alasan penting.
Oleh karena itu, lahirlah gagasan pembentukkan ASEAN Economic Community. Terlebih, eksistensi ASEAN masih menjadi komoditas para elit politik negara-
negara anggota. Hal ini menjadikan ASEAN tidak mengakar dalam kehidupan sosial budaya masyarakat negara anggota. Karena itu pembentukan ASEAN Socio-Cultural
Community menjadi sangat penting. Ketiga faktor di atas menjadi pilar dalam
kerangka pembentukkan ASEAN Community, di mana hal ini menjadi sebuah keniscayaan dalam peta konstelasi sosial politik dunia internasional kontemporer.
Dalam perspektif yang lebih khusus, proses pembentukan ASEAN Community ini merupakan bagian penting dalam ranah politik luar negeri Indonesia terhadap
ASEAN. Peran Indonesia dalam hal ini sangat besar, dengan menjadi pelopor pembentukan ASEAN Community ini. Hal ini terbukti di mana kelahiran Bali Concord
II pada KTT ASEAN IX di Bali di awali dengan konsep ASEAN Security Community yang digagas oleh Indonesia.
Jika mengacu pada sejarahnya, tidak heran jika Indonesia mengambil peran yang besar dalam proses politik di ASEAN. Sejak berakhirnya kekuasaan Presiden
Soekarno dan Orde Lama, pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto mengambil kebijakan strategis dengan menempatkan kawasan Asia Tenggara dalam
prioritas politik luar negeri Indonesia. Hal ini merupakan langkah strategis dalam konteks kebijakan politik luar negeri Indonesia saat itu.
Soeharto lebih memilih memperkuat kawasan Asia Tenggara daripada lingkup politik internasional yang lebih luas, seperti Konferensi Asia Afrika dan Gerakan
Non-Blok. Hal ini diimplementasikan dengan menjadikan Indonesia sebagai pelopor dan pendiri ASEAN. Indonesia beranggapan bahwa stabilitas kawasan merupakan
elemen penting dalam menopang stabilitas nasional. Oleh karena itu, Indonesia menempatkan ASEAN dalam ruang yang khusus dalam politik luar negeri Indonesia
sejak saat itu. Kebijakan politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN ini setidaknya
dilandasi oleh 3 tiga faktor utama,
8
yakni; pertama, orientasi politik luar negeri Indonesia dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yaitu ”…Supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi…”.
9
8
Kebijakan politik luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan
dikendalikan untuk mecapai tujuan nasional yang spesifik yang ditujukan dalam terminologi kepentingan nasional. A.A. Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Pengantar Hubungan Internasional
Bandung: Rosda Karya, 2005, h. 49.
9
UUD 1945, P-4 dan GBHN Jakarta: Depdiknas, 1997, h. 1.
Kedua , patron politik luar negeri Indonesia yakni Bebas dan Aktif.
Sebagaimana yang digariskan oleh pernyataan Muchtar Kusumaatmadja mantan Menlu Indonesia era Orde Baru, Orientasi “Bebas” berarti Indonesia tidak memihak
pada kekuatan-kekuatan yang ada, karena pemihakan kepada salah satu kekuatan pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang mana dicerminkan dalam
Pancasila dan politik Bebas-Aktif. Adapun “Aktif diartikan bahwa dalam menjalankan kebijakan luar negerinya Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas
kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif.
10
Ketiga , Indonesia beranggapan bahwa “dalam strategi internasional, kawasan
ini berada dalam jalur yang sangat potensial dilihat dari segi sosio-ekonomi dan sosio- politik di mata negara-negara adikuasa.”
11
Faktor geografis ini menjadi penting bagi Indonesia.
12
Karenanya Indonesia menganggap sangat diperlukan mekanisme kerjasama regional yang kuat untuk menjamin kehidupan bernegara dan bertetangga
yang aman, damai dan stabil sebagai penopang stabilitas nasional. Dengan kerangka di atas, maka tidak heran jika Indonesia menjadi negara
penting dalam perkembangan ASEAN. Keberhasilan ASEAN membangun masyarakat yang aman untuk bagian terbesar adalah berkat pendekatan kerja sama
dan kemitraan yang dipelopori oleh Indonesia sejak tahun 1967, yaitu politik luar negeri yang diabdikan untuk kepentingan nasional dengan mendahulukan
pembangunan nasional. Strategi dasar inilah yang ditempuh Indonesia, diterima sebagai hal yang membangun tindak percaya confidence building measure di
10
Muchtar Kusumatmadja, Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa ini Bandung: Alumni, 1983, h. 7.
11
Harry Kawilarang, Dunia di Tengah Kemelut; Bunga Rampai Masalah Internasional 1983- 1984
Jakarta: UI Press, 1984, h. xi.
12
Faktor geografis merupakan salah satu dari atribut nasional yang mempengaruhi politik luar negeri selain atribut populasi, ekonomi, politik domestic, sosial , kekuatan militer dan lain sebagainya.
Theodore A. Coulombis dan James H. Wolfe, Pengantar Hubungan Internasional; Keadilan dan Power
, terj.Mercedes Marbun Bandung: Abardin, 1990, h. 127.
kalangan negara-negara Asia Tenggara yang kemudian diakui oleh negara–negara besar di Asia Pasifik.
13
Namun, perubahan peta politik domestik yang ditandai dengan runtuhnya era Orde Baru menjadikan posisi Indonesia cenderung melemah dalam konstelasi politik
regional ASEAN. Kesibukan dengan pergulatan masalah-masalah domestik sedikit melemahkan tarikan politik luar negeri Indonesia. Belum lagi citra kerusuhan, konflik
SARA Suku, Adat, Ras dan Agama, separatisme sampai terorisme menambah buruknya citra Indonesia dalam peta dunia internasional dan ASEAN. Namun, pada
KTT ASEAN IX di Bali itulah yang menjadi titik balik kembalinya peran penting Indonesia di ASEAN.
Manuver Indonesia yang sejak awal menggagas terbentuknya ASEAN Security Community
menjadi fenomena tersendiri. Terlebih gagasan Indonesia ini kemudian menggelinding menghasilkan multiplier effect. Terbukti dengan terwujudnya
kepakatan ASEAN Community dalam Bali Concord II. Bahkan hingga kini, Indonesia masih tetap fokus untuk mengawal pengembangan dan pembangunan ASEAN
Community dalam bingkai ASEAN Charter Piagam ASEAN dalam forum-forum
regional.
14
Maka muncul beberapa pertanyaan, yakni peran dan kepentingan apa yang melandasi manuver politik luar negeri Indonesia tersebut.
Oleh karena itu, fenomena tersebut menjadi penting dan sangat menarik untuk diangkat dalam penelitian akademik. Karenanya penulis mengajukan ini sebagai
skripsi dengan judul “Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Studi Kasus: Proses Pembentukan ASEAN Community ”.
13
James Luhulima, Asia Tenggara, h. ix.
14
ASEAN Charter merupakan penyempurnaan dari ASEAN Community. Piagam ASEAN ini merupakan pijakan hukum atau yuridiasi internasional bagi negara-negara anggota ASEAN. Piagam
ini ditandatangani pada KTT ASEAN di Singapura tahun 2007 lalu. Dian Triansyah Djani, “The Future of ASEAN Regional Cooperation After the 40
th
Anniversary” , h. 6.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah