yang mengarah pada proses menuju integrasi regional. Terlebih selama ini negara- negara anggota memilih untuk bungkam terhadap isu-isu domestiknya.
Dengan berbagai pertimbangan serta di latar belakangi oleh berbagai upaya Indonesia untuk memulihkan citranya maka pada KTT ASEAN ke-IX di Bali pada
2003, Indonesia mendorong dibentuknya suatu ASEAN Community dengan pilar utamanya ASEAN Security Community sebagai bagian dari strategi dan kepentingan
nasional untuk menciptakan kestabilan kawasan ASEAN. Hal ini secara langsung berdampak pada pemulihan citra Indonesia di mata dunia internasional, khususnya
kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, sesungguhnya Indonesia telah mendorong upaya ASEAN menuju perdamaian, kestabilan disegala bidang dan kemakmuran
sehingga negara anggota ASEAN dapat mewujudkan kawasan yang aman, stabil dan makmur.
B. Peranan Indonesia
Gencarnya isu terorisme dan separatisme membawa persoalan yang rumit bagi Indonesia. Misalnya, perang terorisme di satu sisi mengharuskan Indonesia untuk
membuka diri dalam kerjasama internasional. Di sisi lain, peristiwa ini menjadi isu besar mengenai perlindungan terhadap kebebasan sipil di tengah proses
demokratisasi, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa negara akan mendapatkan momentum untuk mengembalikan prinsip security approach di dalam
negeri.
79
Terlebih, fakta yang tersaji di depan mata pada saat hampir bersamaan, pemerintah Malaysia dan Singapura memilih memberlakukan Undang-Undang ISA
Internal Security Act yang sangat represif sebagai jalan untuk memerangi terorisme.
79
Philips. J Vermonte, Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia: Membangun Citra Diri,
dalam Bantarto Bandoro, ed., Mencari Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta: CSIS, 2005, h. 36.
Hal ini yang kemudian menjadikan komunitas civil society di Indonesia menjadi khawatir terhadap kemungkinan langkah politik domestik yang akan diambil
pemerintahan Megawati. Namun demikian, kondisi tersebut menjadi suatu motivasi politik yang dikedepankan
pemerintahan Megawati untuk menstabilkan politik dalam negeri. Ditambah dengan upaya serius dari pemerintah dalam upaya memberantas terorisme yang pada akhirnya
menumbuhkan stabilitas nasional dan kepercayaan dari dunia internasional. Upaya Indonesia untuk bangkit dari “serangan” terorisme tersebut menghasilkan sebuah
apresiasi positif, sehingga hal ini diyakini menjadi modal penting dalam penguatan basis politik luar negeri Indonesia. Hal tersebut dicanangkan sebagai pra-kondisi yang
akan menunjang kebangkitan politik luar negeri Indonesia, khususnya cita-cita untuk mengembalikan peran kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Karenanya, pada saat itu,
Megawati memberikan porsi yang besar bagi Departemen Luar Negeri Deplu untuk merancang langkah strategis untuk mewujudkan hal tersebut.
Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa diplomasi Indonesia kembali menjadi aktif pada masa pemerintahan Megawati. Dalam pengertian bahwa
pelaksanaan diplomasi di masa Megawati kembali ditopang oleh struktur yang memadai dan substansi yang cukup. Deplu kemudian melakukan restrukturisasi yang
ditujukan untuk mendekatkan faktor internasional dan faktor domestik dalam mengelola diplomasi. Artinya, Deplu memahami bahwa diplomasi tidak lagi hanya
dipahami dalam kerangka meemproyeksikan kepentingan nasional Indonesia keluar, tetapi juga kemampuan untuk mengkomunikasikan perkembangan dunia luar ke
dalam negeri.
80
80
Ibid., h. 36.
Arah dan substansi politik luar negeri negara manapun pada akhirnya akan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
maupun di luar negeri. Indonesia tidak dapat menghindar dari keharusan menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Konsekuensi dari perubahan–perubahan tersebut
adalah upaya merestrukturisasi politik luar negeri Indonesia. Sejak Januari 2002, Deplu menunjukkan komitmennya untuk membangun struktur kebijakan dan birokrasi
baru. Tujuan restrukturusasi ini adalah untuk melibatkan seluruh sektor masyarakat Indonesia dalam profil diplomatik Indonesia.
81
Proses pembenahan yang dilakukan Deplu ini merupakan bagian dari sikap responsif terhadap situasi politik dunia internasional yang berubah dengan cepat dan
sangat dinamis. Karenanya, keputusan yang diambil pemerintahan Megawati dinilai sangat tepat dalam upaya untuk membangun pola dan perspektif baru politik luar
negeri Indonesia. Perkembangan kondisi domestik Indonesia yang semakin menunjukkan gejala
perbaikan merupakan momentum awal bagi penguatan peran politik luar negeri Indonesia. Ketika hal ini telah dirasa cukup kuat, maka Indonesia beranggapan bahwa
prakondisi politik domestik telah cukup kuat untuk menopang kebijakan politik luar negeri Indonesia yang akan memfokuskan kepada ASEAN. Sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa Indonesia bertujuan mengembalikan peran kepemimpinan regional ASEAN yang sejak krisis tahun 1998 lepas dari Indonesia.
Dalam lingkup ASEAN, Indonesia mendapatkan momentum penting dalam upayanya memainkan peranan penting dalam kancah politik luar negeri, yakni posisi
81
Bantarto Bandoro, The Hassan Initiative dan Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia, dalam Bantarto Bandoro, ed., Mencari Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta: CSIS,
2005, h. 44.
Indonesia sebagai Ketua Standing Committee ASEAN pada periode Juli 2003 sampai dengan Juli 2004. Sebagai bagian dari strategi politik luar negeri Indonesia, peran
kepemimpinan Indonesia yang secara tradisional telah diakui sebagai natural leader dari ASEAN mendapatkan legitimasi kelembagaan. Dengan demikian upaya Inonesia
untuk memberikan sebuah dorongan besar untuk kemajuan ASEAN mendapatkan situasi, kondisi dan momentum yang ideal.
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia yang telah lama concern pada upaya mewujudkan sebuah kerangka kerjasama yang lebih luas dalam bidang politik dan
keamanan sebagai upaya menuju integrasi ASEAN, menggulirkan sebuah proposal pembentukkan ASEAN Security Community sebagai pelengkap dari kerjasama
ekonomi ASEAN yang selama ini telah berjalan. Proses membangun keseimbangan antara bidang ekonomi dengan politik dan keamanan ini merupakan proyek besar
Indonesia untuk menjadikan ASEAN lebih “bergigi”. Hal ini dikarenakan wilayah politik dan keamanan merupakan sektor yang sangat sensitif dan paling dihindari
selama ini oleh negara anggota ASEAN. Dalam konteks kepentingan nasional, Indonesia berpandangan bahwa
stabilitas kawasan merupakan pagar utama dalam mewujudkan stabilitas nasional. Fakta bahwa serangan terorisme dan jaringannya yang telah menggurita dan bersifat
transnasional, khususnya di Asia Tenggara menyadarkan Indonesia untuk memperkuat pertahanan kawasan sebagai bagian pertahanan nasional. Selain itu,
Indonesia juga termotivasi untuk menghasilkan sebuah lompatan besar bagi ASEAN yang akan dihasilkan di Bali, yang merupakan tempat penyelenggaraan KTT ASEAN
ke IX pada 7-8 Oktober 2003. Berdasarkan kajian tersebut, maka Indonesia meluncurkan gagasan
pembentukan ASC sebagai proyek besar yang akan dibawa pada KTT ASEAN ke IX
di Bali. ASC adalah sebuah konsep komunitas yang menempatkan diplomasi sebagai first-liner
pertahanan negara di masa damai. ASC yang digagas Indonesia tersebut bertujuan membentuk sebuah masyarakat Asia tenggara yang bersepakat untuk
menjauhi penggunanan kekerasan atau instrumen militer dalam menyelesaikan konflik.
82
ASC juga dimaksudkan untuk mewujudkan Visi ASEAN 2020, -yang dilahirkan pada KTT ASEAN tahun 1997, di mana dimaksudkan untuk
mengintegrasikan ASEAN. Sebagai sebuah proyek dan gagasan besar, maka proposal ASC ini kemudian
dibawa oleh para diplomat Indonesia dalam bagian proses diplomasi dengan negara anggota ASEAN yang lain. Dengan status sebagai Ketua ASEAN Standing
Committee , Indonesia mendapat keleluasaan untuk mengupayakan hal tersebut.
Proposal ASC Indonesia ini kemudian mendapatkan respon positif serta bergulir menjadi konsep Bali Concord II. Konsep ini sendiri mengacu pada Bali Concord I
yang telah dilahirkan pada KTT ASEAN di Bali tahun 1976. Dokumen utama dalam draf Bali Concord II, akan berisi konsep AEC, ASCC dan konsep yang digagas
Indonesia, ASC. Hal ini membuktikan bahwa gagasan Indonesia menjadi multiplier effect
sehingga mencakup bidang ekonomi dan sosial budaya. Konsep Bali Concord II sendiri sudah dirumuskan dan dibahas dalam berbagai
pertemuan informal SOM Special Official Meeting, antara lain di Lombok dan Jakarta pada September 2003, dan telah diputuskan pada pertemuan tingkat menteri
luar negeri di New York, 29 September 2003. Pada SOM informal terakhir yang berlangsung 20-21 September di Jakarta,
83
para wakil negara-negara ASEAN telah menyepakati keseluruhan aspek utama yang akan dimasukkan dalam Bali Concord II
82
Philips. J Vermonte, Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia: Membangun Citra Diri,
h. 38.
83
“Luncurkan Bali Concord II, diakses pada tanggal 14 Februari 2008 dari www.balipost.comBaliPostcetak2003104b20.htm
diajukan untuk ditandatangani para pemimpin ASEAN dalam KTT pada 7-8 Oktober 2003. Pada tahap ini, sudah terlihat sebuah langkah maju dihasilkan oleh Indonesia
dalam upayanya mendorong gagasan ASC. Kemudian, rangkaian persiapan KTT ASEAN IX dimulai pada Jumat, 3
Oktober 2003 dengan dilakukannya pertemuan tingkat pejabat tinggi untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang akan dihasilkan dalam pertemuan para kepala
negara atau pemerintahan ASEAN pada 7-8 Oktober 2003. Pertemuan para pejabat ASEAN setingkat dirjen itu dipimpin oleh tuan rumah Dirjen Asia Pasifik dan Afrika
Deplu Indonesia Makarim Wibisono, dan akan berlangsung hingga Sabtu, 4 Oktober 2003.
84
Lalu pertemuan tingkat Menlu negara-negara ASEAN tanggal 5-6 Oktober 2003 menyepakati direkomendasikannya Bali Concord II untuk disahkan pada
pertemuan pemimpin ASEAN pad 7-8 Oktober 2003.
85
Akhirnya, setelah melalui jalan panjang proses diplomasi dari satu forum ke forum, pada tanggal 7 Oktober 2003 Bali Concord II, -yang menggariskan
pembentukkan ASEAN Community berdasarkan tiga pilarnya, yakni ASC, AEC dan ASCC, di tanda tangani oleh para pemimpin negarapemerintahan negara anggota
ASEAN. Presiden Megawati mengatakan, disahkannya deklarasi Bali Concord II merupakan bagian dari pernyataan kembali ASEAN sebagai satu kelompok negara
di Asia Tenggara yang terkait dalam kemitraan, pembangunan dinamis, dan masyarakat yang peduli.
86
Pada saat itu pula disepakati untuk menyusun rencana aksi yang akan di sepakati pada KTT ASEAN X di Vientiane, Laos, 2004 sebagai tindak lanjut dari Bali
84
Ibid,.
85
“RI akan Usulkan Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”, diakses pada tanggal 14 Februari 2008 dari www2.kompas.comutamanews030827021854.htm.
86
“Bali Concord II diTandatangani Siang Ini”, diakses pada tanggal 14 Februari 2008 dari www2.kompas.comutamanews030827021854.htm.
Concord II. Konsep ASEAN Community ini kemudian didorong maju selangkah ke depan dengan disetujuinya rencana-rencana aksi atau Plan of Actions PoA. PoA
merupakan program jangka panjang untuk merealisasikan konsep ASEAN Community ini dalam ketiga bidangnya.
Proses perumusan dan pembentukkan ASEAN Community dalam Bali Concord II merupakan buah dari diplomasi intensif dan negosiasi serta lobi kuat yang
dilakukan oleh elemen Pemerintahan Indonesia dalam mendorong upaya ini. Pada saat itulah Indonesia menunjukkan prestasi dengan menjadikan ASEAN dari suatu
organisasi yang bersifat loose menjadi suatu organisasi yang lebih mengikat community.
Pada titik ini sebenarnya Indonesia telah menunjukkan dirinya sebagai leader
di dalam ASEAN. Dengan demikian, Indonesia telah berhasil mewujudkan tujuan nasionalnya untuk mengembalikan status kepemimpinan ASEAN. Hal ini
kemudian berefek dengan mulai kembali pulihnya kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia dan posisi pentinganya dalam kawasan Asia Tenggara.
C. Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia.