Pemikiran M. Quraish Shihab tentang Batas Aurat Pakaian

kumpulan tulisannya itu diterbitkan oleh Mizan judul Lentera Hati, dari sinilah nampaknya pengambilan nama al-Mishbâh itu berasal. Karena Lentera paduan dari kata pelita atau lampu disebut dengan nama al- Mishbâh ; dan kata inilah yang kemudian dipakai oleh Quraish Shihab untuk menjadikan karyanya. 18 Pada akhir dari sekapur sirih yang terdapat pada Tafsir al-Mishbâh volume I, M. Quraish Shihab menerangkan awal penulisan tafsir Al- Mishbâh bertempat di Kairo Mesir, pada hari Jum’at 4 Rabi’ul Awal 1420 H, bertepatan pada tanggal 18 Juni 1999 M. Kemudian diterbitkan untuk pertama kalinya pada bulan Sya’ban bertepatan pada bulan November 2000 M. Oleh penerbit Lentera Hati, dicetak dengan hard cover terdiri dari 15 volume besar. 19

2. Sumber Penafsiran Al-Mishbâh

Yang dimaksud sumber penafsiran di sini adalah hal-hal atau materi yang digunakan untuk menjelaskan makna dan kandungan ayat, atau menurut M. Yunan Yusuf, yaitu cara seorang mufassir memberikan tafsirannya, apakah menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan al- Qur’an, al-Qur’an dengan al-Hadits, al-Qur’an dengan riwayat sahabat, kisah Israiliyyăt, atau menafsirkan al-Qur’an dengan fikiran ra’y. 20 18 Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya , Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 176-177. 19 M. Qurash Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jakarta: Lentera Hati, 2000, h. xii. 20 M. Yunan, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia abad keduapuluh, Jurnal Ulmul Qur’an, Vol. III, No. 4, 1992, h. 51. Atau dalam Ishtilah Nashruddin Baidan, sumber ini adalah bentuk penafsiran. Lihat Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998, Cet. Ke-1, h. 9. Dalam literature Ulum Qur’an, sumber penafsiran ini dapat dibagi pada dua macam, yaitu penafsiran bi al-ma’tsûr, adalah penafsiran Qur’an dengan al-Qur’an, al-Hadits, pendapat sahabat dan tabi’in. 21 Sedangkan penafsiran bi al-Ra’yî adalah penafsiran yang dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai titik tolak. Tafsir bi al-Ra’yî ini disebut juga dengan tafsir bi al-Ijtihâd yaitu penafsiran yang menggunakan penalaran akal. 22 Berbicara tentang sumber penafsiran Al-Mishbâh, penulis cenderung terhadap tafsir Al-Mishbâh dapat dikelompokkan pada penafsiran tafsir bi Ra’yî. Kesimpulan seperti ini diambil dari pernyataan penulis Tafsir Al-Mishbâh pada sekapur sirih pada Tafsir Al-Mishbâh volume I. redaksi yang tulisannya sebagai berikut: Akhirnya penulis merasa sangat perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan bukan sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama-ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan- pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim ibn Umar al-Biqa’I w. 885 H-1480 M yang karya tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di Al-Azhar Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga karya tafsir pemimpin Al-Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthâwi , juga Syekh Mutawallî asy-Sya’râw ĭ, dan tidak ketinggalan 21 Muhammad Abd al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi Ulum al-Qur’an Beirut : Isa al-Babi al-Halabi , Jilid I, h. 21. Lihat juga Manna’ Khalil al-Qaththan, Studi-Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an Jakarta : Pustaka Lintera Antarnusa, 2004, Cet. VIII, h. 482. Adapun yang terakhir, yaitu pendapat Tabi’in para ulama ada yang memasukkannya ke dalam golongan tafsir bi al-Ma’tsur, ada pula yang memasukkannya ke dalam tafsir bi al-Ra’yi. Lihat Subhi Shalih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an Beirut : Dar al-Ilmu li al-Malayin, 1985, Cet. XVI, h. 291. 22 M. Quraish Shihab, et. Al, Sejarah Ulumul Qur’an Jakarta : Pustaka Firdaus, 1999, Cet. I, h. 177. Tafsi bi al-ra’yi disebut juga tafsir bi al-diniyah atau tafsir bi al-maqul yaitu : penjelasan-penjelasan yang bersendi pada akal dan ijtihad, berpegang pada kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya. Lihat TM. Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Penganyar Ilmu al-Qur’an Jakarta : Bulan Bintang, 1980, h. 227. Sayyid Quthub, Muhammad Thâhir Ibnu Asy ǔr, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’I serta beberapa pakar tafsir lainnya. 23 Dari pernyataan beliau di atas, yang harus di garis bawahi yang pertama bahwa sumber yang digunakan tafsir Al-Mishbâh adalah ijtihâd penulis. Salah satu alasannya adalah adanya kecenderungan M.Quraish Shihab menggunakan penalarannya. Yang kedua adalah dalam rangka menguatkan ijtihadnya. Beliau menggunakan rujukan sumber-sumber yang berasal dari riwăyah menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabawi, pendapat sahabat, dan pendapat dan fatwa ulama. Sebagai contoh, adalah penafsiran terhadap Q.S. An-Nahl ayat 2 :                    Artinya: “Dia menurunkan para malaikat dengan rûh atas perintah- Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba- Nya, yaitu : “Peringatkanlah bahwa tidak ada tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” Ayat ini secara tegas menggunakan kata rûh. Dan rûh ini yakni wahyu yang di bawakan oleh para malaikat. Kata malaikat ﺔﻜﺋﻼﻣ adalah bentuk jamak dari kata ﻚﻠﻣ malak. Dari segi redaksional, ini berarti bahwa yang menyampaikan wahyu Ilahi bukan hanya satu malaikat tertentu. Para ulama memahami kata tersebut dalam arti seorang malaikat yaitu malaikat Jibril as. Yang bertugas pokok menyampaikan wahyu. 23 M . Qurash Shihab, Tafsir Al-M ishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jakart a: Lent era Hat i, 2000, h. xii.