Q.S. An-Nahl : 2
Q.S. Al-Mu’min : 15
Q.S. Asy-Syura : 52
Q.S. Al-Isra’ : 85
Q.S. Al-Mujadalah : 22
…
Kata rûh pada Q.S Al-Mujadalah : 22 diartikan sebagai pertolongan, dalam al-Quran dan terjemahan. Adapun pertolongan yang
dimaksud adalah kemauan dan kekuatan batin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain.
Dari sekian banyak ayat yang memuat kata rûh, perbedaan pendapat yang kemudian menjadi titik sentral permasalahan dalam
memahami rûh adalah terletak pada ayat 85 surat al-Isra’. Persoalan yang diperselisihkan mulai dari tertutup tidaknya pintu usaha untuk memahami
ruh, karena ayat ini dipahami sebagai pernyataan Allah bahwa rûh adalah wewenang-Nya, kemudian berlanjut pada arti dan hakikat rûh yang
dipertanyakan dan kemudian dijawab dalam surat al-Isra’ ayat 85.
B. Lafazh rûh Dalam Kaidah Bahasa Arab
Pada satu kesempatan lafaz rûh digunakan dalam bentuk umum nâkiroh dengan dihubungkan dengan kata ganti dhâmir yang kembali
pada Allah. Seperti pada beberapa ayat di bawah ini :
...
“Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan yang diciptakan dengan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya
kepada Maryam, dan dengan tiupan roh dari-Nya...” Q.S. An-Nisa: 171
…
“Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu Al Quran dengan perintah kami… “ Q.S. Asy-Syuro : 52
Ataupun kata al-rûh digunakan dalam bentuk ma’rifat dengan masuknya alif lam
لا pada lafaz ruh seperti pada beberapa ayat :
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik menghadap kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” Q.S. Al-Ma’aarij: 4
…
“ Pada hari, ketika rûh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf…” Ada pula kata rûh digunakan dalam susunan idhofiyah, dimana
kata tersebut disandarkan pada beberapa kata sesudahnya, yaitu
سﺪﻘﻟا ,
ataupun na’at man’ut yaitu
ﻦﯿﻣﻷا
seperti contoh:
…
“Katakanlah: Ruhul Qudus Jibril menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar,..” Q.S. al-Nahl: 102
Kata rûh dalam Q.S al-Anbiya: 91termasuk dalam susunan
idhofiyah yang terbentuk dari dhâmir muttashil bariz.
“Dan ingatlah kisah Maryam yang Telah memelihara kehormatannya, lalu kami tiupkan ke dalam tubuhnya ruh dari kami dan
kami jadikan dia dan anaknya tanda kekuasaan Allah yang besar bagi semesta alam.”
“Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh ciptaanKu; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadanya. Q.S. Shaad:72
Kata rûh
dalam Q.S. al-Syu’ara: 193 ini termasuk susunan na’at man’ût
.
“ Dia dibawa turun oleh Al-Rûh Al-Amîn Jibril.” Q.S. Al- Syu’ara: 193
Hal-hal inilah yang termasuk mempengaruhi keragaman makna
rûh yang dipahami oleh ulama tafsir di samping juga konteks turunnya
ayat tersebut. Perbedaan penafsiran al-rûh dalam Al-Qur’an intinya dapat ditelusuri dari konteks apa Al-Qur’an membicarakan tentang rûh.
C. Makna dan Hakikat rûh dalam Analisis M. Quraish Shihab
Polemik sentral dalam perdebatan para ulama seputar rûh dipicu oleh firman Allah SWT. Dalam surat Al-Isra’ ayat 85. Sebagaimana uraian
M. Quraish Shihab dalam Tafsir-Nya, yang berbunyi :
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang rûh. Katakanlah: Rûh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit. Sabab al-Nuzûl ayat ini sebagai berikut: Asbâb al-nuzûl dalam ayat
ini, Jalaluddin as-Suy ǔthî dalam Asbâb al-Nuzûl mengutip pendapat Ibnu
Katsîr , bahwa sebab turun ayat ini adalah seperti hadits yang diriwayatkan
Imam Bukhari yang bersumber dari Ibnu Mas’ud pertanyaan orang Yahudi tentang rûh dan hal tersebut dilakukan ketika Rasulullah berjalan di
Madinah bersama Ibnu Mas’ud. Dan berpapasan dengan kaum Yahudi, lalu bertanya mengenai perihal rûh. Rasulullah berdiri beberapa saat
lamanya, karena sedang menerima wahyu. Setelah selesai beliau berucap, menyebutkan surat al-Isra’ ayat 85. Jadi tidak ada hubungannya dengan
orang Quraisy ataupun dengan pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan bukti kenabian Muhammad.
67
Dalam Tafsir al-Mishbâh dinyatakan bahwa ulama Al-Biqa’I dalam penafsiran atas surat al-Isra’ ayat 85. Beliau menghubungkan ayat
ini dengan ayat sebelumnya, yaitu ayat ini menurut beliau bermunasabah dengan Al-Isra’ ayat 49 dan seterusnya. Yang menyatakan pertanyaan
kaum Musyrikînn mengenai kebangkitan setelah manusia menjadi tulang
67
Jalaluddin As-Shuyuthi, Lubăb Nuqǔl fĭ Asbăbin Nuzǔl
Jakarta: Gema Insani, 2008
,
cet. Ke I, h. 350.
belulang dan keping-kepingan kecil, bagaikan debu. Dan disana, di nyatakan bahwa manusia akan dihidupkan lagi, yakni rûh-Nya akan
dikembalikan ke jasadnya.
68
Dalam Firman Allah Q.S. al-Isra’ ayat 49:
“Dan mereka berkata: Apakah bila kami Telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan
dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru? Pendapat Al-Biqo’I ini didukung oleh pendapat Thobatoba’I
tentang malaikat maut pencabut nyawa dalam firman Allah :
“Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawamu akan mematikanmu, Kemudian Hanya kepada Tuhanmulah
kamu akan dikembalikan.” Q.S. As-Sajadah: 11
Ulama ini mengatakan bahwa malaikat maut mencabut rûh dari badan kamu, dan kamu terpelihara sampai kamu kembali kepada Tuhan
dengan kembalinya rûh ke jasad masing-masing. Maka rûh cenderung sinonim dengan makna “nyawa” karena sesuatu yang dicabut oleh
malaikat pencabut nyawa adalah nyawa,
69
berarti rûh dapat juga berarti nyawa.
68
M .
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan dan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jakarta : Lentera Hati, 2002, cet. Ke. 1, h. 180, vol. 7.
69
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan dan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jakarta : Lentera Hati, 2002, cet. Ke. 1, h. 188, vol. 11.