INTERPRETASI TENTANG Tafsir Al-Mishbâh M. Quraish Shihab

“ Yaqub menjawab: Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya..Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. Dalam ayat di atas kara raûh dapat diartikan dengan kemurahan. Jadi dengan demikian, maka Ya’qub dalam ayat di atas menasihati anak- anaknya agar tidak berputus asa dari kemurahan Allah. 45 Di samping itu al- Ghazăli membagi rûh menjadi dua macam. Pertama , berarti rûh hewani, yakni jauhar yang halus yang terdapat pada rongga hati jasmani dan merupakan sumber kehidupan, perasaan, gerak dan penglihatan yang dihubungkan dengan anggota tubuh, seperti menghubungkan cahaya yang melimpah ke seluruh ruangan. Kedua, berarti nafs nathîqah, yakni sesuatu yang memungkinkan manusia mengetahui segala hakikat yang ada. Dalam hal ini al-Ghazâlî, sebagaimana juga Mahmûd Syaltût, menyamakan rûh dengan al-qalb. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah swt yang artinya: “Katakanlah, bahwa rûh itu urusan Tuhanku”. QS. Al-Isra’ : 85. 46

B. PENGERTIAN JIWA NAFS

Nafs secara bahasa berasal dari kata nafasa ﺲﻔﻧ yang berarti bernafas, artinya nafas keluar dari rongga. Kemudian arti kata itu berkembang sehingga ditemukan arti-arti yang beraneka ragam seperti 45 45 Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci Jakarta : Paramadina, 1996, cet. 1, h. 229. 46 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jakarta : PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994, cet. 3, jilid 3, h. 175. ‘menghilangkan’, ‘melahirkan’, ‘bernafas’, ‘jiwa’, ‘rûh’, ‘darah’, ‘manusia’, ‘diri’, dan ‘hakikat’. Nafs menurut Prof. Dawam Rahardjo dalam bahasa Indonesia yang berarti nafsu, menurutnya mempunyai kesan negative karena berkonotasi seksual. Padahal kata asalnya, al-nafs bersifat netral. Nafsu menurut Dawam juga tetap merupakan sebuah ciri dari manusia. Kalau seseorang kurang mengandung nafsu, orang itu dianggap mempunyai kekurangan atau bahkan tidak normal, kareana merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang yang mendorong perubahan dan kemajuan. Dalam al- Qur’an nafs yang berarti ‘nafsu’ yaitu daya yang menggerakkan manusia untuk memiliki keinginan atau kemauan, terdapat dalam Qs. Yusuf [12]: 53.                   Dan Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. Menurut Abû Hâmid al-Ghazâlî, kata nafs mengandung dua arti : 1. Jiwa yang menyatukan antara daya amarah dengan daya nafsu, jiwa yang selalu mendorong kepada kejahatan al-nafs al amârah bi al- sû’ . 2. Jiwa dan esensi manusia yang dirujuk sebagai ammârah bi al-s ǔ’, lawwâmah yang selalu mencela diri sendiri, menolak perbuatan buruk atau muthma’innah, tergantung pada keadaannya dalam hubungan kepada Tuhan. Menurut Robert Frager, sufi dan psikolog, berpendapat bahwa kata nafs kadang diterjemahkan sebagai ego atau jiwa. Nafs merupakan proses yang dihasilkan oleh interaksi ruh dan jasad, ketika ruh memasuki jasad, ia terbuang dari asalnya yang bersifat immateri, kemudian nafs pun mulai terbentuk. Dengan demikian ruh pun menjadi terpenjara di dalam materi dan menyerap aspek-aspeknya. 47 Al- Ghazălĭ membagi jiwa atas tiga macam, yaitu jiwa nabati an- nafs an-nabâtiyah , jiwa hewani an-nafs al-hayawâniyah dan jiwa insani an-nafs al-insâniyah. Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi makan, tumbuh dan berkembang. Jiwa hewani adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan irâdat kehendak. Sedangkan jiwa insani adalah kesempurnaan awal dari benda yang hidup dari segi melakukan perbuatan dengan potensi akal dan fikiran serta dari segi mengetahui hal-hal yang bersifat umum. Jiwa insani inilah yang dinamakan dengan rûh. 48 Dari beberapa keterangan yang telah dipaparkan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa rûh dan jiwa itu merupakan sesuatu yang 47 Sudirman Tebba, Ruh Misteri Mahadahsyat Jakarta: Pustaka Irvan, 2008, h. 10-11. 48 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jakarta : PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994, cet. 3, jilid 3, h. 174. eksistensinya diakui dan tidak diragukan lagi. Tapi keduanya mempunyai persamaan, yaitu abstrak dan berada dalam jasad yang satu sama lain saling berhubungan. Ada satu keistimewaan bagi rûh dan jiwa, yaitu tidak lenyap atau hancur dengan mati dan hancurnya jasad.

C. Rûh dalam Perspektif Ulama dan Filosofis.

a. Apa Hakikat Rûh ? Kalangan Ulama berbeda pendapat mengenai hakikat rûh. Hakikat rûh merupakan fokus tubuh manusia dan dasar hidupnya. Sebab, itu adalah hal yang paling rumit yang tidak dapat diingkari oleh seorang pun. Rasa- rasanya otak menjadi keluh ketika berusaha menyingkapnya dan hampir saja ia tidak diketahui kecuali dengan wahyu. Ibnu Qayyim berpendapat bahwa rûh yang dipertanyakan itu adalah rûh yang telah Allah SWT beritahukan dalam kitab-Nya bahwa ia akan bangkit pada hari kiamat bersama para malaikat. Beliau mengatakan : karena mereka bertanya kepada Nabi saw tentang suatu masalah yang tidak akan diketahui kecuali dengan wahyu. Itulah rûh yang ada disisi Allah yang tidak diketahui oleh manusia. Abu syaikh dan selainnya meriwayatkan melalui jalur ‘Atha yang berkata bahwa rûh yang dipertanyakan adalah seorang malaikat yang mempunyai sepuluh ribu sayap. Dua sayap darinya besarnya antara timur dan barat. Dan ia mempunyai seribu wajah dimana pada setiap wajah terdiri dari mulut, kedua mata, dan dua bibir yang bertashbih kepada Allah swt sampai hari kiamat. 49 Imam Alusi berpendapat bahwa r ǔh hakikat sederhana yang non materi, yang ada dengan perintah Allah SWT dan kehendak-Nya serta penciptaan-Nya dimana Dia menjadikannya hidup dalam jasad. Tidak ada keharusan untuk di singkap hakikat-hakikatnya yang khusus karena banyak dari benda hakikatnya misterius. Karena itu, perihal keadaannya yang misterius tidak harus kemudian ia mesti dinafikan. Ini tersirat dalam firma-Nya, “Dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”. 50 Sedangkan Al- Răzĭ mengatakan, ada seseorang bertanya, apakah r ǔh itu? Apakah ia merupakan benda-benda yang berada di dalam tubuh manusia yang berasal dari percampuran dari berbagai unsur atau karakter, ataukah ia merupakah campuran itu sendiri? Ataukah ia merupakan suatu wujud yang mengubah tubuh atau mempengaruhinya? Allah SWT menjawab: Bahwa r ǔh adalah suatu wujud yang dapat mengubah tubuh-tubuh ini. Yang demikian itu karena tubuh-tubuh ini terjadi dari berbagai percampuran dan unsur, adapun r ǔh tidak demikian. Rûh adalah esensi yang sederhana yang independen, dimana ia tidak akan terwujud kecuali dengan adanya firman-Nya, “ Jadilah Maka jadilah ia”. Rûh adalah sesuatu wujud yang terjadi dengan perintah Allah dan 49 Syihab ad-Din Mahmud al-Alusi al-Baghdadiy, Ruh al-Ma’aniy Beirut : Dar al-Fikr , jilid. 15 h. 219. 50 Syihab ad-Din Mahmud al-Alusi al-Baghdadiy, Ruh al-Ma’aniy Beirut : Dar al-Fikr , jilid. 15 h. 223.