BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan kumpulan firman Allah swt, yang tujuannya adalah untuk menjadi pedoman bagi
manusia dalam menata kehidupan mereka agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Agar tujuan itu dapat direalisasikan oleh manusia,
maka al-Qur’an datang dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, aturan-aturan, prinsip-prinsip dan konsep-konsep, baik bersifat global
maupun yang terinci yang eksplisit maupun yang implisit dalam berbagai persoalan dan bidang kehidupan.
Al-Qur’an sendiri menyatakan dirinya sebagai al-Kitâb yang mempunyai tujuan sebagai hudan petunjuk bagi manusia pada umumnya
dan bagi orang-orang yang bertaqwa pada khususnya; Al-Furqân pembeda antara yang baik dan buruk, antara yang nyata dan khayal,
antara yang mutlak dengan yang nisbi; Rahmat rahmat; Syifâ obat penawar; khususnya untuk hati yang resah dan gelisah; Mauidzat
nasehat, wejangan, petuah; penjelasan bagi sesuatu, peringatan bagi seluruh alam dan sebagainya. Jadi secara eksplisit Al-Qur’an adalah kitab
suci yang berdimensi banyak dan berwawasan luas.
2
Meskipun demikian dalam memahami al-Qur’an, umat Islam sering menemukan kesulitan. Hal ini terjadi karena ada ayat-ayat tertentu yang
2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
Bandung: Mizan, 1996, h. 71.
sukar dimengerti maksud dan kandungannya atau samar artinya. Maka disinilah fungsi tafsir sebagai kunci untuk membuka gudang simpanan
yang tertimbun dalam al-Qur’an sangat diperlukan. Dan karena fungsinya yang esensial, maka tafsir sudah sepantasnya ditempatkan sebagai ilmu
yang paling tinggi derajadnya.
3
Tafs ĭr yang berarti upaya memahami, menjelaskan, dan
mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an, secara praktis telah dimulai pada masa Nabi. Beliau merupakan mufassir pertama
al-Mufassir al-Awwâl yang berfungsi sebagai mubayyin yang menjelaskan arti dan kandungan Al-Qur’an kepada sahabat-sahabatnya.
Adapun ayat yang ditafsirkan Nabi Muhammad Saw. Itu menyangkut ayat- ayat yang tidak bisa mereka fahami atau samar artinya. Dan proses
semacam ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah Saw. Meskipun harus diakui, bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita
ketahui sebagai akibat dari tidak sampainya riwayat-riwayat tentang hasil
interpretasi Rasulullah Saw. Terhadap al-Qur’an atau karena Rasulullah saw. Sendiri tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur’an.
4
Penjelasan-penjelasan Rasulullah Saw. Terhadap Al-Qur’an, selanjutnya menjadi pegangan utama bagi mufassir ketika mereka
menggali isi kandungan Al-Qur’an. Perkembangan selanjutnya, penjelasan
3
Manna’ Khalil Al-Qaththan, Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an Bogor: Pustaka Litera, 2004, cet.-8, h. 327.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
Bandung: Mizan, 1996, h. 71.
Nabi Saw tersebut melahirkan tafsir bi al-riwâyah bi al-ma’ts ǔr yaitu
penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, sunnah Nabi, dan riwayat- riwayat yang bersumber dari sahabat dan tabi’in. selain Tafsir bi al-
Riwâyah , ada yang disebut dengan tafsir bi al-Dirâyah bi al-maqul yang
sering kita kenal dengan sebutan bi al-Ra’yî yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan perangkat ijtihâd. Adanya penafsiran terhadap Al-
Qur’an sebagaimana tersebut diatas, karena Al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara mendetail tentang suatu ayat atau tema yang dibahas.
Dari sekian banyak tema yang dibahas oleh Al-Qur’an, ada beberapa ayat menjelaskan tentang rûh, firman Allah SWT surat Al-Isra’
: 85 :
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang rûh. Katakanlah: Rûh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit Q.S. Al-Isra’: 85.
Persoalan rûh sebenarnya dari dulu sampai sekarang , tetap menjadi teka-teki yang belum terjawab secara memuaskan. Banyak sudah pendapat
tentang itu, namun kesepakatan tidak pernah didapat. Oleh karena itu pembicaraan mengenai rûh ini masih tetap aktual.
Percaya terhadap keberadaan rûh merupakan salah satu keyakinan yang diajarkan al-Qur’an, dan mempercayai soal-soal yang ghaib
merupakan salah satu sendi keyakinan beragama. Semua agama berdiri di