Karya-Karya Beliau Karya-Karya M. Quraish Shihab dan Pokok-Pokok Pemikiran Beliau

23. Tafsir Al-Amânah. Karya ini merupakan kumpulan Artikel dan rubric yang di asuhnya pada Majalah Amanah, diterbitkan oleh Pustaka Kartini pada tahun 1992. 24. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir al-Maudhu’I atas berbagai persoalan. Karya ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1996. Dan juga menjadi Best Seller. 25. Wawasan Al-Qur’an tentang zikir dan do’a. Lentera hati, ciputat Tangerang cetakan I Agustus 2006. 26. Untaian Permata buat Anakku. Karya ini diterbitkan oleh Mizan, di Bandung pada tahun 1998. 27. Yang Tersembunyi, Jin, Iblis, dan malaikat. Karya ini menguraikan tentang persoalan-persoalan yang ghaib yang ada di sekitar kita. Diterbitkan di Jakarta oleh Lentera Hati pada tahun 2000.

b. Pokok-pokok Pemikiran Quraish Shihab

1. Pemikiran Ilmu Kalâm M. Quraish Shihab

Kalam M. Quraish Shihab ada sepuluh materi dimulai dengan menyoroti pandangannya tentang: Kemahakuasaan Tuhan termasuk didaamnya, perbuatan Tuhan, Sifat- Sifat Tuhan, Antropomorfisme, Melihat Tuhan, Kalam Tuhan, Konsep Iman, Takdir dan ikhtiar, Keadilan Tuhan, Sunnatullah, dan Fungsi akal dan wahyu. Pemikiran kalam M. Quraish shihab tentang sepuluh materi tersebut dibawa dan dibandingkan dengan pemikiran kalam tradisional aliran Asy’ariyahdan rasional aliran Mu’tazilah. Lima aspek pemikiran kalam M. Quraish Shihab yang nampak sejalan dengan pemikiran kalam tradisional adalah mengenai masalah sifat Tuhan, melihat Tuhan, kalam Tuhan, sunnat al-Allah, dan fungsi akal dan wahyu. Mengenai sifat Tuhan beliau cenderung tidak sepakat dengan pandangan yang menyatakan bahwa sifat dan zat Tuhan itu sebagai identik. Itu berarti beliau menegaskan bahwa sifat dan zat Tuhan itu merupakan dua entitas yang berbeda, suatu pandangan yang khas dalam pemikiran tradisional. sifat-sifat Tuhan dapat dibagi menjadi sifat salabî 12 negative dan sifat ijabî 13 positif. Mengenai sifat salabî, Asy’ariyah dan Mu’tazilah memiliki persamaan dalam pandangan mereka, yaitu bahwa sifat-sifat itu tidak menambahkan sesuatu kepada zat Tuhan. Akan tetapi, dalam masalah sifat Ijabî mereka berbeda pendapat secara tajam. Kaum Asy’âriyah berpendapat bahwa sifat-sifat Ijabî berbeda dengan zat Tuhan dan di antara sifat-sifat itu sendiri berlainan satu sama lain. Sebaliknya, Mu’tazilah berpendapat bahwa sifat dan zat Tuhan bukan dua entitas yang terpisah, melainkan suatu ketunggalan. Mereka mengakui bahwa Tuhan Maha Mengetahui dalam arti mengetahui dengan perantaraan pengetahuan, 12 Sifat Salabi meliputi sifat-sifat Esa, qadim, baqa, dan berbeda dengan makhluk. Di katakan sifat-sifat salabi, karena Esa berarti tidak ada sekutu bagi-Nya, qadim berarti tidak ada permulaan, baqa berarti tidak ada pengakhiran, dan berbeda dengan makhluk berarti tidak ada yang menyamai-Nya. 13 Sifat Ijabi meliputi, mendengar, melihat, mengetahui ilmu, kuasa dan sebagainya. dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri. Dengan demikian sifat Tuhan sekaligus zatnya. Mengenai masalah Melihat Tuhan, beliau sepakat dengan pandangan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat, tetapi dengan menggaris bawahi : “paling tidak, dalam kehidupan dunia ini”. Itu berarti dia tidak menutup kemungkinan bahwa Tuhan bias dilihat di akhirat nanti, dengan cara dan kondisi yang tidak sama dengan persepsi yang dibayangkan dalam kehidupan dunia ini. Mengenai kalâm Tuhan atau al-Qur’an M. Quraish Shihab berpendapat bahwa al-Qur’an yang disisi Allah adalah Qadîm , sedangkan al-Qur’an terdiri dari huruf-huruf, kata-kata, ayat dan surat tertulis dan terbaca dalam bahasa Arab itu adalah hadîs baru. Pandangannya tentang masalah melihat Tuhan dan kalam Tuhan sejalan dengan pandangan kaum tradisional. Dua aspek yang sejalan pula dengan kaum tradisional adalah mengenai masalah sunnat al-Allah serta fungsi akal dan wahyu. Bagi M.Quraish Shihab apa yang disebut sunnat al-Allah atau hukum alam yang berwujud kausalitas itu tidak lebih dari sekedar “urutan kejadian yang tidak bersambung” dari dua peristiwa atau lebih. Dengan demikian melihat dan menjelaskan fenomena dunia ini dengan menggunakan sudut pandangan “atomistic” terhadap alam seperti yang dilakukan kaum Asy’âriyah. Tidak ada sesuatu hukum sebab-akibat. Setiap wujud berdiri sendiri, dan Tuhanlah yang memadukan aneka ragam wujud itu sesuai dengan kehendak mutlak-Nya. Mengenai fungsi akal dan wahyu, beliau berpendapat bahwa akal hanya dapat mengetahui wujud Tuhan, yakni bahwa Tuhan itu ada. Akal tidak akan dapat mengetahui kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan buruk, dan mengetahui tentang kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Ketiga hal tersebut dapat diketahui melalui informasi wahyu. Pandangan ini tepat persis pandangan kalam Asy’âriyah. Sedangkan lima aspek pemikiran kalamnya yang sejalan dengan pemikiran kalam rasional adalah mengenai kemahakuasaan Tuhan dan perbuatan Tuhan, antropomorfisme, konsep Iman, takdir dan ikhtiar, serta keadilan Tuhan. Menurut M. Quraish Shihab kemahakuasaan Tuhan dibatasi oleh sunnat al-Allah dan hukum logika artinya Tuhan tidak bisa berbuat sesuatu yang bertentangan dengan sifat kemahasempurnaan-Nya. Dalam kaitan ini dia menyatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan kebaikan; keburukan yang nampak dalam kehidupan ini hanyalah keterbatasan persepsi manusia yang tidak bisa menjangkaunya. Mengenai masalah antropomorfisme, dia menolak penafsiran yang memberikan gambaran Tuhan yang mempunyai sifat-sifat jasmani. Kemudian mengenai konsep iman, dia berpendapat iman adalah pembenaran dalam hati tasdiq, pengucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan, terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Sedangkan mengenai masalah takdir dan ikhtiar, beliau cenderung berpendapat bahwa manusialah yang menentukan nasibnya, walaupun manusia tidak terlepas dari hukum takdir. Akhirnya, tentang keadilan Tuhan, beliau berpendapat dengan keadilan-Nya pasti akan member ganjaran kepada orang-orang yang berbuat baik dan menjatuhkan hukuman terhadap orang-orang yang berbuat buruk, walaupun terhadap yang terakhir Tuhan mungkin mengampuni dosanya. M. Quraish Shihab dalam merumuskan pandangan kalamnya, hampir sepenuhnya menempuh pendekatan tradisional, dalam arti beliau mencapai kesimpulan-kesimpulan analisisnya lebih berdasarkan analisis semantic kebahasaan yang didukung pendekatan tafsir bi al-ma’tsûr. Beliau menghindari penggunaan takwil seperti yang banyak ditempuh kaum Mu’tazilah. Bahkan beliau mengkritik kecenderungan para mufassir yang terlalu banyak menggunakan takwil tanpa didukung oleh makna kebahasaan. 14 Dengan demikian, secara keseluruhan, dari segi metodenya pemikiran kalam M. Quraish Shihab cenderung bercorak tradisional, maka refleksi pemikiran kalamnya akan cenderung bercorak normativitas. 15

2. Pemikiran M. Quraish Shihab tentang Batas Aurat Pakaian

Wanita Ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi, sedangkan hadits-hadits yang merupakan rujukan utama dan yang dikemukakan oleh berbagai pihak, tidak 14 Drs. Mustafa P., M. Ag, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, cet. Ke-1, h. 200-202. 15 Pemikiran Kalam yang bercorak Normativitas adalah pemikiran kalam yang dalam usahanya untuk memfungsionalkan ajaran agama yang bertolak dari keprihatinan terhadap realitas teoritis teks. Pemikiran kalam yang bertolak dari keprihatinan terhadap realitas teoretis pada dasarnya mengabdi kepada kepentingan doktrin, yakni bagaimana ajaran agama bias di pahami umat secara benar.