2010:267 juga memberikan contoh kesalahan encoding dan penggalan wawancaranya seperti di Tabel 2.6 berikut.
Tabel 2.6 Contoh Kesalahan Encoding Soal
Wawancara dengan Siswa
Calculate the volume of the cuboid
Contoh: I – Interviewer, P20 – Pupil Number
20 I: … Question number 12, then. OK can you
readthe question loudly, please? P20: Calculate the volume of the cuboid.
I: OK Wh at does the question want you to find?
P20: Volume of the cuboid. I: To look for the volume of the cuboid. OK
How to do it? P20: Multiply.
I: Multiply. Can you do it for me here? P20:
6cm times 3 cm times 5 cm. … 90 cm I: OK itu jawapannya ya? OK. Is that the
answer? Thank you, that’s good.
Sumber: Singh, P., Rahman, A.A., Sian Hoon, T. 2010. The Newman Procedure for Analyzing Primary Four Pupils Errors on Written Mathematical Task: A Malaysian
Perspective.
Berdasarkan Tabel 2.6, siswa P20 telah melewati semua proses untuk menghasilkan jawaban yang benar. Namun, siswa P20 melakukan kesalahan
penulisan jawaban utamanya yang benar. Dia menulis 90 cm sebagai jawabannya padahal jawaban yang benar ialah 90 cm
3
. Jelas bahwa, siswa P20 melakukan kesalahan encoding.
2.6 Scaffolding
Wood, Buner, Ross, 1976 sebagaiman dikutip oleh Anghileri 2006:33 memperkenalkan gagasan tentang “scaffolding” untuk menggambarkan cara
belajar anak-anak yang dapat didukung, dukungan pada akhirnya dihapus ketika anak dapat belajar secara mandiri. Pendapat lain dari
Amiripour et al. 2012:3330 mendefinisikan scaffolding sebagai proses belajar mengajar, dimana orang dewasa
menetapkan pemberian bantuan psikis melalui percakapan, menawarkan bentuk perwakilan dari kesadaran agar anak dapat pindah ke Zone of Proksimal
Developement ZPD. ZPD adalah serangkaian tugas yang anak tidak bisa melakukan sendiri tetapi dia bisa melakukannya melalui bantuan orang lain secara
sadar Berk, 2000 dalam Amiripour et al.,2012:3328. Ini berarti scaffolding
merupakan dukungan dalam bernalar dan memecahkan masalah serta bantuan yang diberikan agar dapat membantu siswa belajar secara mandiri.
Anghileri 2006:38 menyebutkan terdapat tiga tingkatan dalam proses pembelajaran menggunakan scaffolding. Tingkat yang paling dasar adalah
environment provisions. Pada tingkat ini memungkinkan pembelajaran terjadi tanpa ada intervensi langsung dari guru. Pada tingkat berikutnya, interaksi guru
semakin ditingkatkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika. Interaksi ini dapat dilakukan melalui penjelasan
explaining, peninjauan reviewing, dan restrukturisasi restructuring. Kemudian pada tingkat akhir, interaksi guru diarahkan untuk pengembangan
berpikir konseptual developing conceptual thinking. Berdasarkan tingkatan yang dikemukakan Julia Anghileri tersebut, pembelajaran scaffolding yang akan
dilaksanakan dalam penelitian ini adalah interaksi guru melalui penjelasan explaining, peninjauan reviewing, dan restrukturisasi restructuring.
2.7 Model Pembelajaran PBL Problem Based Learning
Menurut Suyitno 2006:28, istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Suatu model
pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu 1 ada rasional teoritik yang logis atau kajian ilmiah yang disusun oleh penemunya, 2 ada tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai melalui tindakan pembelajaran tersebut, 3 ada tingkah laku belajar-mengajar yang khas yang diperlukan oleh guru dan siswa,
dan 4 diperlukan lingkungan belajar yang spesifik, agar tujuan pembelajarannya dapat dicapai.
Model-model pembelajaran yang berkembang saat ini sangat beragam. Salah satunya adalah model pembelajaran PBL. Menurut Arends 2012:396, inti
dari pembelajaran berbasis masalah terdiri atas menyajikan siswa dengan masalah yang otentik dan bermakna yang dapat berfungsi sebagai springboards untuk
investigasi dan penyelidikan. Pelajaran PBL diorganisir di situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang solusi bersaing Arends,
2012:397. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model PBL merupakan model yang menyajikan siswa dengan masalah di kehidupan nyata.
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pelajaran PBL adalah belajar bagaimana untuk menyelidiki masalah penting dan untuk menjadi pembelajar
mandiri. Menurut Arends 2012:410 ada lima fase pembelajaran dalam PBL dan aktivitas guru yang dibutuhkan untuk setiap fase seperti dalam Tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Langkah-langkah dalam Pembelajaran Problem Based Learning PBL Fase-Fase
Aktivitas Guru Fase 1
Orient students to the problem. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan berbagai logistik yang dibutuhkan,
Fase 2 Organize students for study.
Fase 3
Assist independent and group investigation.
Fase 4 Develop and present artifacts and
exhibits.
Fase 5 Analyze and evaluate the problem
solving process.
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah dengan
memberikan permasalahan kontekstual.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai
dan melaksanakan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan atau
pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Guru membantu siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses- proses yang mereka gunakan.
Sumber: Arends 2012:411
2.8 Materi Segiempat