Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

mengatasinya. Apabila jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami kegoncangan, kacau dan menerobos jalan yang sesat jahat. Maka Perwakinan merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai yntuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks in 8 i. Sesuai dengan firman Allah dalam surat ar-Rum yang mempunya makna atau arti sebagi berikut:                       “dan diantara tanda-tanda kekuasaan -Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan menjadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir”.al-Rum:21 Selanjutnya dalam hadist juga dijelaskan sebagi berikut: Yang artinya: “Rosulullah SAW bersabda: “ hai para pemuda Siapa saja kamu yang sudah sanggup kawin, maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih memejamkan pandangan mata dan lebih dapat memelihara kemaluan, dan siapa yang belum tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa,karena puasa itu adalah obat pengekang ba gimya” 9 HR. Muslim 8 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 69. 9 Abi Husein Muslim Ibnu Hajjaj, Shaheh Mulsim, Jilid 2, Kairo: Dar al-Ihya,1918, h.1018. Islam mendorong untuk membentuk keluarga. Islam mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karena keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhuan keinginan manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya. Kehidupan manusia secara individu berada dalam putaran kehidupan dengan berbagai arah yang menyatu dengannya. Karena sesungguhnya fitrah kebutuhan manusia mengajak untuk menuju keluarga sehingga mencapai kerindangan dalam tabiat kehidupan. Bahwasanya tiadalah kehidupan yang dihadapi dengan kesungguhan oleh pribadi yang kecil. Bahkan telah membutuhkan unsur-unsur kekuatan, memperhatikan pada tempat-tempat berkumpul, tolong-menolong dalam menanggung beban, menghadapi kesulitan, dari segenap kebutuhan aturan keluarga 10 . Disisi lain perkawinan bertujuan besar dan asasi sebagai sarana untuk melanggengkan kelangsungan ras manusia dan membangun peradapan dunia, sehingga terbentuklah sebuah keluarga yang sakinah mawaddh warahmah sebagai cerminan yang terbentuknya sebuah masyarakat yang madani. Selain itu perkawinan merupakan salah satu kebutuhan jasmani dan rohani yang sudah menjadi sunnatullah, bahwa dua manusia dengan jenis kelamin yang berbeda yang saling mengenal satu sama lain dan setuju untuk melangsungkan hidup bersama, disyari’atkannya perkawinan ialah untuk menjaga keturunan serta mencapai hidup yang lebih terang. 10 Ali Yusuf As- Subki, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010, h. 23-24. Perkawinan merupakan pertemuan teratur antara laki-laki dan perempuan dibawah satu atap untuk membangun cita-cita bersama yang disebut kehidupan berumah tangga demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu baik yang bersifat biologis, social, ekonomi dan budaya bagi keduanya secara bersama-sama, dan bagi masyarakat dimana mereka hidup serta bagi kemanusiaan secara keseluruhan. Selain itu pula perkawinan bertujuan besar dalam membina akhlak manusia dari perilaku penyimpangan yang menyalahi agama. Bila seorang sudah mampu untuk melangsungkan perkawinan, maka sangat dianjurkan untuk nikah, apabila dikhawatirkan terjerumus kepada hal-hal yang melanggar agama. Sedangkan dalam hukum adat, perkawinan tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara pria dan wanita sebagai suami-istri untuk maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga saja, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan dari pihak suami. Terjadinya perkawinan berarti berlakunya kekerabatan yang rukun dan damai 11 . Selain agama, negara juga memberikan perhatian yang serius terhadap perkawinan, hal ini dapat dilihat dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan di dalam KHI Kompilasi Hukum Islam juga menjelaskan tentang perkawinan. Besarnya perhatian agama 11 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1990, h.70. dan negara terhadap perkawinan di Indonesia ini adalah untuk tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah karena dari keluarga inilah lahir masyarakat yang madani dan menjadi sebuah bangsa yang besar dan berperadaban yang baik. Meski demikian agama dan negara telah memberikan perhatian secara rinci dalam hal perkawinan baik itu dalam hal syarat-syarat yang harus dipenuhi, sampai hal-hal yang dilarang dalam perkawinan. Yang dituliskan atau tertera dalam al- Qur’an al-Hadits atau yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh, maupun dalam UU perkawinan dan KHI. Adapun demikian, dalam praktek pelaksanaannya perkawinan tidak selamanya lepas dari pengaruh kebudayaan dimana perkawinan itu dilaksanankan. Di Mandailing Natal misalnya, walaupun daerah ini tergolong masyarakat yang sangat religious dalam mengamalkan ajaran Islam, bahkan diberi julukan srambi Mekkahnya Sumatra Utara 12 . Akan tetapi dalam praktek perkawinan masih berbaur dengan adat istiadat yang memang sudah ada dan tertanam dalam jiwa masyarakatnya. Praktek perkawinan di Mandailing Natal memang masih tegolong unik, bila dibandingkan dengan praktek perkawinan di daerah lain di Indonesia. Misalnya saja tradisi “mamodomi boru” menemani calon istri, artinya ada seorang gadis dari pihak keluarga perempuan yang menemani 12 Basyral Hamdi Harahap, Madina yang Madani, Jakarta: PT. Metro Pos,2004, h. 277. calon istri tersebut tidur dirumah calon suami sebelum dilangsungkan perkawinan, hal tersebut dilakukan agar menghindari terjadinya fitnah 13 . Adapun tradisi mengaririt boru dalam adat Mandailing, yaitu menjajaki guna memperoleh informasi apakah seorang gadis telah menerima pinangan atau telah dijodohkan dengan orang lain 14 . Di dalam adat Mandailing dilarangnya perkawinan satu marga, bagi orang yang melakukan atau melarang hokum adat ini maka akan dikenakan hukuman dan perkawinannya di batalkan dengan perceraian. Sedangkan dalam literature fiqh klasik dan konterporer dan dalam KHI, tidak ditemukan adanya larangan bagi perkawinan seorang laki-laki perempuan yang satu marga dengannya, disini tidak dikenal dengan adanya perkawinan satu marga atau kawin sumbang. Karena hal ini hanyalah praktek perkawinan yang menggunakan hukum adat istiadat. Sehingga muncul sesuatu persoalan apakah perkawinan tersebut syah atau tidak bila dilaksanakan. Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan ditungkan dalam bentuk karya ilmiah, untuk itu permasalahan ini akan diangkat sebagai kajian skripsi yang berjudul “Pernikahan Satu Marga dalam Adat Mandailing Di Desa Huta Pungkut Perspektif Hukum Islam”. 13 Musor Lubis Tobing dan Mr. Tanjung, “Mamodomi Boru” artikel di akses pada tanggal 25 Oktober 2013 dari http:www.panyabungan.pagetlAdat-mandailing.htm. 14 Pandapotan Nasution, Uraian Singkat Adat Mandailing, Serta Tata Cara Perkawinannya, Jakarta: Widya Press, 1994, h. 56.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Perumusan Masalah

Pertanyan utama penelitian adalah apa yang menjadi alasan dasar dari larangan perkawinan satu marga dalam adat masyarakat di desa Huta Pungkut. Oleh karena itu pertanyan penelitian ini adalah: 1 Bagaimana tradisi perkawinan dalam adat Mandailing di Desa Huta Pungkut? 2 Bagaimana kawin semarga dalam perspektif hukum Islam ?

C. Tujuan dan manfaat penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah: 1 Untuk mengetahui alasan apa yang mendasari larangan perkawinan satu marga dalam masyarakat adat Mandailing di desa Huta Pungkut 2 Untuk dapat mengetahui bagaimana gambaran tradisi perkawinan dalam adat Mandailing di desa Huta Pungkut . 3 Untuk mengetahui bagaimna perkawinan semarga dalam perspektif hukum Islam. Selanjutnya dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diperoleh manfaat sebagi berikut: a. Secara akademis Diharapkan dapat memperkaya hazanah keilmuan bagi peneliti, untuk dapat dikembangkan kemudian, apalagi dalam kajian hukum adat. Dan diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi perkembangan penelitian-penelitian yang tema dan kajian yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh penulis ini. b. Secara praktis Diharapkan dapat memberikan pencerahan buat masyarakat Mandailing khususnya dan batak pada umumnya terhadap persoalan perkawinan satu marga. Dan dapat memberikan kontribusi khazanah bagi lembaga-lembaga yang menengani masalah perkawinan agar lebih merujuk pada aturan-aturan yang ditetapkan agama.

D. Riview Research

Permasalahan seputar perkawinan dalam adat masyarakat akhir- akhir mulai sering dijadikan bahan perbincanagan dan perdebat yang menarik untuk disimak. Setelah sekian lama adat sebagai penghalang pernikahan dua insan yang saling mencintai. Namun, setelah masyarkat terbangun dari mimpi panjangnya, bermunculan tulisan-tulisan baik yang mendukung maupun yang menolak eksistensinya serta membicarakan dan mengupas peran adat dengan segala deminsi yang melingkupinya. Namun dari sekian banyak tulisan yang penulis temukan baik berupa buku artikel, makalah, maupun skripsi, tulisan yang relevan dengan penelitian ini adalah: Hilman Hadikusuma, dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat, di dalam bukunya dia memuat tentang perkawinan adat batak, adat batak yang dibahasnya terkesan bahwa penulis menyamakan adat perkawinan dalam masyarakat batak secara keseluruhan, baik batak Toba maupun batak Mandailing, padahal diantara kedua adat terdapat perbedaan yang signifikan 15 . Perbedaan yang mendasar antara Hilman Hadikusuma dengan penelitian ini dalah penelitian in mencoba mendalami dalam Pernikahan satu marga dalam adat masyarakat Mandailing dalam Perspektif Hukum Islam. Rahmat Hidayat yang kemudian dituangkannya dalam bentu Skripsi yang berjudul “Perkawinan satu suku dalam masyarakat Minangkabau menurut pandanagan Hukum Islam Studi kasus Kecamatan Banuhampu Sumatra Barat”. Dari hasil penelitian penulis menyatakan bahw afalsafah hidup orang minang yang dikenal dengan adat basandi syara’: syara’ basandi kitabullah, namun tidak sejalan dengan realita di lapangan, adat masih dominan dalam menentukan pasangan hidup 16 . Tulisan diatas memiliki relevansi dengan penelitian ini, karena objek kajian kedua penelitian ini tampaknya ditemukan kesamaan, yaitu pengertian satu suku pada masyarakat Minang dengan semarga pada masyarakat Mandailing. Dapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian ynag dilakukannya adalah dari segi adatnya, adat yang berlaku pada masyarakat 15 Pernyataan di atas berdasarkan hasil analisi penulis terhadap isi buku yang ditulisnya, dan untuk lebih jelasnya baca : Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1990, h.105-108. 16 Rahmat Hidayat, perkawinan satu suku dalam masyarakat Minangkabau menurut pandangan hokum Islam Studi kasusu kecamatan Bnauhampu Sumatra Barat, skripsi,Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007, h. 68. Mandailing tidak sama dengan adat yang diterapkan pada masyarakat Minang itu bias dilihat dari berbagai aspek, dengan perbedaan kedua adat tersebut secara otomatis kaitannya dengan hokum Islam pun akan berbeda.

E. Metode penelitian

1 Jenis penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis peneltian lapangan fielder search, yatiu mengumpulkan data-data dengan cara langsung turun ke lapangan untuk mendaptakan informasi yang akurat tentang objek yang menjadi penelitian penulis, penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif. 2 Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis data berupa data primer dan data skunder. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan tokoh masyarakat Kepala Desa, Tokoh Adat, Tokoh Agama dan masyarakat desa Tanah Godang Mandailing Natal, dan dokmen-dokumen yang berupa undang-undang, UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, KHI, serta dokumrn non Undang-undang, misalnya sensus penduduk, dan lain-lain. Di dalam penelitian hukum, digunakan pula data skunder yang memiliki kekuatan mengikat ke dalam, berupa buku-buku, makalah