Asal-usul Marga dalam adat Mandailing

laki-laki, diantara anak berdua tidak boleh ada perkawinan, ataupun si B menikah dengan putra atau putri si A. Pada dasarnya, dalam adat Huta Pungkut orang yang semarga adalah orang yang benar-benar memiliki hubungan nasab sesamanya, maka dewasa ini, marga dapat dimiliki seseorang karena dimaksudkan sebagai gelar kehormatan belaka. Marga dijadikan sebagai sarana dalam pendekatan terhadap suku mandailing, dan seiring dengan alkulturasi budaya mandailing dalam hal marga khususnya yang bisa dimiliki orang dari luar suku, maka marga yang awalnya dapat menentukan nasab, dapat penulis simpulkan bahwa orang yang bermarga sekarang ini belum tentu memiliki hubungan nasab, karena marga telah dapat dimiliki oleh orang dari luar suku, seperti orang jawa yang masuk dalam kawasan Tapanuli, baik Selatan ataupun Utara.

B. Larangan Perkawinan Satu Marga Menurut Pandangan Ulama dan

Tokoh Adat, desa Huta Pungkut a. Menurut Pandangan Ulama dan Tokoh adat desa Huta Pungkut Masyarakat batak pada umumnya dan masyarakat Huta Pungkut pada khususnya mengatut paham perkawinan eksogami dengan patriarkhat, yang mengharuskan perkawinan dengan beda marga, dengan kata lain perkawinan merupakan hal yang tabu apabila seseorang kawin dengan se-marga dengannya. 6 6 Banyak kita mendengar seseorang mengunakan marganya sebagai satu pengaruh terhadap orang lain karena marga memiliki suatu pengaruh yang amat sangat terhadap sistem kekerabatan Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan tokoh adat dan tokoh agama yang ada di wilayah Huta Pungkut, maka dapat dipahami bahwa alasan yang mendasar larangan perkawinan semarga adalah: a Hubungan Kerabat Yang dimaksud dengan hubungan kerabat secara umum adalah ayah, ibu dan anak, lalu kakek, nenek, saudara ayah dan saudara ibu. Namaun pada masyarakat Huta Pungkut kekrabatan itu lebih luas lagi dengan keluarga lain diluar ikatan sedarah. Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan genealogi dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan genealogi terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian padan antar marga tertentu maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat BatakTradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan yang dihubungkan dengan Dailan Na Tolu. Dan hal ini lah yang dijadikan suatu kekuatan politik di Negara kita ini. Sutan Baringin Lubis, wawancara: 29 Juli 2014. dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat Kekerabatan pada masyarakat Huta Pungkut memiliki dua jenis, yaitu kekerabatan yang berdasarkan pada garis keturunan atau geneologis dan berdasarkan pada sosiologis. Semua suku bangsa Batak memiliki marga, inilah yang disebut dengan kekerabatan berdasarkan geneologis. Sementara kekerabatan berdasarkan sosiologis terbentuk melalui perkawinan. Sistem kekerabatan muncul di tengah-tengah masyarakat karena menyankut hukum antar satu sama lain dalam pergaulan hidup. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah yang disebut dengan marga. Suku bangsa Batak terbagi ke dalam enam kategori atau puak, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Masing-masing puak memiliki ciri khas nama marganya. Marga ini berfungsi sebagai tanda adanya tali persaudaraan di antara mereka. Satu puak bisa memiliki banyak marga. Hubungan kerabat itu dalam adat mandailing secara umum disebut dengan sistem Dalian Na Tolu yang secara jelas harus tetap berdiri dan membuka hubungan kekerabatan dengan keluarga lain diluar ikatan darah yang disebabkan perkawinan. Dalian Na Tolu itu terdiri dari kaanggi, kedua mora, ketiga anak boru, dimana anak boru itulah yang mengambil atau dibuat dari mora sebagai istrinya, dan kaanggi ialah teman atau orang yang bisa diajak untuk bermusyawarah dan bermufakat atas segala hal. 7 Jadi dari ketiganya itu tidak ada yang boleh untuk ditukar- tukar, diadat Huta Pungkut ini dimana yang dihulu dan dimana yang di hilir dan ditengah-tengah itu tidak boleh ditukar-tukar. Sebab secara perasaan itu ayah lubis anak lubis yang di ambil lubis sedikit banyaknya itu ada perasaan tidak enak di dalam hati. Maka yang dibolehkan dalam adat adalah ayah lubis anak lubis yang di ambil boleh dari marga lain seperti nasution, batu bara siregar ataupun yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa alasan yang mendasari kenapa perkawinan satu marga itu dilarang di adat Huta Pungkut karena kekerabatan, atau yang lebih popurernya karena dongan sabutuho saudara kandung. 7 M. Yahya Lubis Tokoh Agama, wawancara: 29 Juli 2014.