Perkawinan adat mandailing disebut dengan perkawinan eksogami patriarchat, karena perkawinan tersebut wanita akan
meninggalkan clannya dan masuk kedalam clan suaminya. Dengan melepaskan si wanita ini masuk kemarga suaminya, orang tua si wanita
ini harus menerima imbalan untuk itu yang disebut dengan jujur. Jujur itu sendiri adalah untuk menjaga keseimbangan atas hilang seorang
anggota keluarganya yang masuk ke anggota keluarga suaminya. Adapun benda yang akan diberikan sebagai jujur ini berupa sere
emas, sehingga diberi nama emas kawin, dan sampai sekarang istilah menyerahkan uang jujur di Mandailing dengan sebutan manulak sere
menyerahkan emas kawin.
33
Dalam paradaton sistem adat Mandailing, si suami disebut sebagi bayo pangolin dan si istri adalah
baru nan i oli. Ada dua jenis sere yang akan diberikan sesuai dengan
fungsinya, yaitu: a.
Sere Namenek emas berukuran kecil Yaitu sejumlah emas atau uang diberikan oleh pihak laki-
laki kepada perempuan sesuai dengan yang telah disepakati. Disamping itu ada beberapa tambahan yng berupa kain tenunan
bugis yang jumlahnya ganjil. Ungkapan ini sebenarnya sebagai gamabaran bahwa, itu
merupakan sesuatu yang masih mungkin untuk dibayarkan oleh
33
Pandapaton Nasution, Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya, Jakarta: Widya Press, 1994, h. 54
pihak keluarga laki-laki. Dan sere namenek inilah nantinya yang akan diberikan langsung pada saat di langsungkan perkawinan.
b. Sere Nagodang emas dengaan ukuran besar
Yaitu beban yang dikenankan kepada keluarga laki-laki sehingga disebut ia dengan garda atau ompong-ompong. Garda ini
sebenrnya kalau dilihat dari jumlahnya tidaklah mungkin untuk dibayar oleh pihak laki-laki. Oleh sebab itulah disebut beban
sepanjang adat. Ini maksudnya karena anak boru menurut adat selamanya punya hutang yang tidak lunas-lunas kepada mora.
34
Dalam perkwinan adat Mandailing paling tidak dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pesta di rumah boru na ni
oli yang disebut dengan pesta pabuatkon dan pesta di rumah bayo na ni oli yang disebut dengan pabagaskon. Pabuatkon yaitu
rangkaian acara yang dilaksanakan di rumah keluarga perempuan, sedangkan pabagaskon dilaksanakan di rumah keluarga laki-laki.
Pada bagian pertama dapat digambarkan beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mangaririt Boru
Perkawinan bukanlah urusan individu dengan individu semata, akan tetapi hubungan antara keluarga dengan keluarga.
Oleh karena itu apabila sudah ada keinginan seorang laki-laki untuk menikah, maka tahapan pertama yang harus dilakukan
34
Hasil wawancara dengan Bapak M. Muksin batu bara pada tanggal 20 juli 2014.
adalah mangaririt boru, tujuan dari ini adalah untuk memastikan apakah gadis yang akan dilamar ini sudah
dilamarorang lain atau belum
35
. Biasanya hal ini dilakukan setelah mendapatkan
pemberitahuan dari anak laki-laki yang ingin menikah itu, bahwa dia ada kinginan untuk melamar gadis yang akan
didatangi tersebut. 2.
Manguso Boru Merupakan rangkaian acara yang dilakukan secara
berulang-ulang kerumah orang tua gadis untuk mematangkan pembicaraan mengenai:
a Kesedian si gadis untuk dijadikan teman hidup si laki-laki
b Berapa besarnya adat yang akan diadakan untuk
menyambut kedatangannya c
Besarnya beban yang akan ditimpahkan kepada si laki-laki Dalam prakteknya hal ini bisa berjalan dengan lancar,
dan terkadang akan sedikit alot. Karena tahapan ini merupakan
35
Hasil wawancara dengan Bapak M. Muksin batu bara pada tanggal 20 juli 2014.
tahapan yang akan menentukan jadi tidaknya diterima lamaran tersebut.
3. Patobang Hata
Apabila kedua tahapan di atas telah dilaksanakan maka masuklah untuk patobang hata melamar atau meminang
secara resmi. Hal ini dilaksanakan apabila antara keluarga laki-laki dan perempuan sudah mendapatkan mufakat. Dalam
permufakatan biasanya ada 3 hal yang diharapkan kelurga laki- laki kepda keluarga perempuan, yaitu:
a Lapok ni tobu suanon meminta si gadis untuk peneruskan
keturunan b
Andor na mangolu parsiraisan meminta keluarga si gadis menjadi mora “besan” keluarga tempet berlindung
c Titian batu nasoro buruk meminta kedua belah pihak agar
mengikat tali persaudaraan
36
4. Manulak Sere nyerahkan mahar
Dalam hal ini sudah ada kemufakatan dalam manulak sere baik sere namenek ataupun sere nagodang. Dan mahar itu
36
Pandapaton Nasution, Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya, Jakarta: Widya Press, 1994, h. 58.
berupa benda-benda yang akan diserahkan diletakkan diatas pahar sejenis nampan yang terbuat dari bambu yang sudah
dialasi dengan kain tenun petani, daun pisang yang ada ujungnya ditaburi beras kunyit, diatasnya diletakkan puntu
gelang dan keris yang pegangannya dihadapkan kepada mora besan dari pihak perempuan dan ujungnya dihadapkan
kepada anak boru besan dari pihak laki-laki. Hal ini melambangkan bahwa keluarga laki-laki siap menanggung
resio, jika mereak tidak menepati janji. Sedangkan gelang itu menandakan sudah ada ikatan.
5. Mangalehen Pangan Mamunan
Yang dimaksud adalah memberikan makanan anak gadisnya yang akan melangsungkan perkawinan. Pada acara
tersebut si gadis bersama-sama teman sepermainan makan bersama yang khusus dimasakkan istimewa. Makan bersama
ini merupakan makan pamitan mangan pamunan, karena si gadis akan meninggalkan masa gadisnya bersama orang tuanya
dan akan masuk ke dalam keluarga si suami.
Pada waktu ini para sanak keluarga diberi kesempatan memeri nasehat kepada si gadis, bahwa statusnya sekarang
bukan sebagai anak gadis lagi yang bisa beranja-manja apabila ia sudah berumah tangga. Sebagai anak ni mora orang
terhormat ia harus menunjukkan tabiat baik, sebagaimana ia berbuat baik kepada orang tuanya, demikian pula terhapad
keluarga suaminya. 6.
Menikah Sebelum calon istri boru nan i oli di bawa oleh calon
sumai bayo pangoli, tentunya secara agama tidaklah dibolehkan calon istri dibawa oleh calon suami sebelum
dinikahkan secara agama. Acara ini bisa dilakukan pada hari yang sama, atau pada satu hari sebelumnya, ataupun beberapa
hari sebelum pesta di rumah keluarga perempuan. Hanya saja dalam aturan adat mandailing, antara akad
nikah dengan pabuat boru tidak boleh terlalu lama, karena pada dasarnya setelah akad nikah dilangsungkan si gadis telah
menjadi hak laki-laki.
7. Pabuat Boru
Yaitu upacara adat penyerahan mempelai perempuan kepada pihak keluarga laki-laki, yang dilaksanakan di rumah
orang tua perempuan. Dalam hal ini pesta adat ini pihak laki- laki akan menuju rumah orang tua si gadis, apabila rumahnya
berbeda kampung. Mereka terlebih dahulu manopot kahanggi anak boru dari kelurga si gadis. Dari rumah kanggi clan
suami inilah mereka berangkat kerumah orang tua si gadis.
37
8. Pasahat Mara
Merupakan menyerahan si gadis kepada suaminya secra adat. Di sini keluarga perempuan akan menjelaskan bahwa
anak perempuan mereka jangan disia-siakan, dan disebut bahwa boru ini mempunyai nilai yang tinggi bagi mereka,
harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Setelah dengan kata- kata pesan, bahwa anak gadisya selalu dituntun, jangan karena
masih muda disayang-sayang. Setelah itu keluarga laki-laki pamitan dan akan turun dari rumah menunggu di tangga. Akan
37
L. S. Diapari, Perkebanagan Adat Istiadat Masyarakat Sukuu Batak Tapanuli Selatan Suatu Tinjauan, h. 138.
dilakukan penyerahan anak gadis dari pihak keluarga kepada keluarga laki-laki.
c. Perkawinan Masyarakat Desa Huta Pungkut
Tata cara perkawinan masyarakat desa Huta Pungkut beragam dan bervariasi.ada tata cara yang harus dilewati menurut adat sehingga
perkawinan tersebut dikatakan perkawinan yang sesuai dengan adat. Adapun tata cara dalam perkawinan di desa Huta Pungkut adalah
sebagai berikut: 1
Manangkasi hata pinomporoan memastikan kata-kata Anak Biasanya sebelum pihak keluaraga laki-laki mendatangi
ppihak keluarga perempuan, sang ayah sudah mendapat informasi dari laki-lakinya yang berkeinginan melepas masa lajangnya, dalam
informasi itu dapat diperoleh keterangan bahwa dia sudah mempunyai kesepakatan dengan si perempuan. Sehingga pada
tahap ini pihak keluarga laki-laki datang ke rumah keluarga perempuan guna memastikan apa yang diceritakan oleh anak laki-
lakinya
38
.
38
Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, h.30.
2 Manyapai Boban Siporsanon membicarakan mahar
Langkah selanjutnya setelah memastikan apa yang menjadi kesepakatan berdua yaitu anak laki-laki dan perempuan, adalah
berbicara tuhor mahar. Biasanya mahar disini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu sere namenek dan sere nagodang. Ada sebuah isyarat
apa bila seorang laki-laki tidak mampu membayar mahar yang besar, ungkapan berupa “mula dibutuhkan hami di sogot niari ro pe
hami di potang-potangi, mula dibutuhkan di potang ni ari ro pe hai di sogot ni ari i
” bila kami bibutuhkan diwaktu pagi hari kami sudah tiba sebelumnyasore hari sebelumnya, sedangkan
dibutuhkan di sore hari, maka akan datang di paginya
39
. Ini mengambarkan betapa besarnya mahar yang harus
dibayarkan oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan, sehingga tidak mungkin untuk membayarnya, dan akan menjadi
hutang sepanjang adat. Artinya sepanjang hubungan perkawinan itu masih ada, maka selama itu hutang masih ada.
Dalam peremuan ini biasanya terjadi permufakatan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.
39
Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, h. 35.
3 Patibal sere menyerahkan mahar
Tahapan berikutnya setelah mendapatkan kesepakatan pada malam sebelumnya, maka tibalah saatnya menyerahkan mahar,
yang tenetunya tata cara penyerahan tersebut mengunakan tata cara yang telah teradat.
4 Menikah
Walaupun masyarakat desa Huta Pungkut masih tergolong yang masih kuat memegang teguh aturan adat-istiadat dalam hal
perkawinan, namun dalam soal akad nikahperkawinannya sendiri, masih berpatokan kepada hukum Islam
40
. Setelah semua langkah- langkah yang disebutkan diatas, maka tiba saatnya untuk
memenuhi rukun nikah akad nikah. Ada dua tempat yang dapat dipilih oleh keluarga buat dilangsungkan perkawinan, ada yang
melangsungkan di KUA kecamatan dan ada yang di rumah mempelai perempuan.
5 Mangalehen Ajar dohot Poda Memberi Nasehat
Sebelum anak gadis dibawa ke rumah keluarga laki-laki, biasanya pada pesta pabuat boru pesta dirumah keluarga
40
Hasil wawancara dengan Bapak M. Muksin batu bara pada tanggal 20 juli 2014.
perempuan ada rangkaian acara yang disebut dengan mangalehen ajar dohot poda hal ini dimaksudkan memberi nasehat-nasehat
kepada kedua mempelai yang akan mengarungi bahtera hidup berumah tangga.
41
Pada kesempatan ini yang memberikan nasehat akan berberikan kesempatan bergiliran dari pihak keluarga perempuan
sendiri dan juga orang-orang yang dituakan secara adat di kampung itu
42
. 6
Do’a selamat Setelah memberikan nasehat-nasehat untuk mengambil
berkah, maka dibacakanlah do‟a oleh alim ulama yang ada dikampung itu, dengan harapan supaya perkawinan kedua
mempelai ini mendapat berkah dari Allah SWT. Sehingga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
7 Serah Terima
Saat pemberangkatan menuju rumah keluarga laki-laki, biasanya asih ada rangkaian acara terakhir dari piha keluarga
perempuan, yaitu penyerahan langsung di ayah perempuan kepada
41
Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, h.35.
42
Hasil wawancara dengan Bapak M. Muksin batu bara pada tanggal 20 juli 2014.
mempelai laki-laki, penyerahlkan secara adat yang menyimbolkan bahwa anak gadis yang selama ini menjadi tanggung jawabnya,
sekarang tanggung jawab tersebut akan diserahkan kepada suaminya.
Biasanya dalam serah terima tersebut dilangsungkan di depan pintu rumah, karena di kampung masih banyak rumah
panggung, maka sang ayah dan anak perempuannya berdiri di atas tangga dan mempelai laki-laki d bawah sambil menerima
penyerahan dari ayah perempuan tersebut. Sebelum anak gadis meninggalkan rumah orang tuanya,
biasanya untuk mengiringi keberangkatannya itu diiringi dengan lantunan azan, dengan harapan supaya perjalanannya untuk
menempuh bahtera hidup yang baru mendapat keselamatan
43
.
43
Hasil wawancara dengan Bapak M. Muksin batu bara pada tanggal 20 juli 2014.
77
BAB IV PERKAWINAN SATU MARGA DALAM ADAT MANDAILING
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Asal-usul Marga dalam adat Mandailing
Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah patrilineal Sistem kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan
selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang halak ita merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki laki yang meneruskan
marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu.
Orang-orang Mandailing mengelompokkan diri mereka dalam beberapa marga, sebagai keturunan dari pada seorang tokoh nenek
moyang. Masing-masing kelompok marga mempunyai seorang tokoh nenek moyangnya sendiri yang “berlainan asal”. Pendek kata, masyarakat
Mandailing merupakan kesatuan beberapa marga yang berlainan asalnya.
1
Silsilah keturunan itu dinamakan tarombo dan sampai sekarang masih banyak disimpan oleh orang-orang Mandailing sebagai warisan
turun-temurun yang dipelihara baik-baik. Melalui tarombo
2
, orang-orang Mandailing yang semarga mengetahui asal-usul dan jumlah keturunan
mereka sampai ini hari. Melalui jumlah keturunan dapat diperhitungan
1
http:id.wikipedia.orgwikiMarga_Mandahiling , di akses pada tanggal 30 Juni 2014,
pukul 18:38.
2
Tarombo ialah catatan tentang silsilah keterunan. Dengan adanya tarombo ini, setiap marga dapat mengetahui sal-usul dan jumlah keterunan mereka sampai sekarang. Tarombo
menjadi sumber sejarah asal-usul orang mandailing di masa lalu.
sudah berapa lama suatu kelompok marga mendiami wilayah Mandailing. Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil satu
sama lain dengan kahanggi saudara semarga, namboru atau bouk saudara perempuan Ayah, uda paman, saudara laki-laki Ayah, iboto
atau ito saudara perempuan, ompung, tulang, nantulang, borutulang, amangboru, amangtua, amanguda, nanguda, inangtua atau nattobang,
pariban, dan seterunya.
3
Suku Batak mempunyai lima sub suku dan masing-masing mendiami wilayah utama, sekalipun sebenarnya itu tidak sedemikian
batas-batas pada zaman dahulu. Sub suku yang dimaksud ialah: 1 Batak Karo yang mendiami wilayah dataran tinggi Karo, Deli Hulu, Langkat
Hulu, dan sebagian tanah Dairi, 2 Batak Simalungun yang mendiami wilayah induk Simalungun, Batak Pak Pak yang mendiami wilayah induk
Dairi, sebagian tanah Alas dan Goya, 4 Batak Toba yang mendiami wilayah meliputi wilayah tepi danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi
Toba dan Silindung, daerah pegunungan Pahae, Sibolga dan Habincaran, 5 Batak Angkalo Mandailing yang mendiami wilayah induk Angkalo
dan Sipirok, Batang Toru, Sibolga, Padang Lawas, Barumun, Mandailing, Pakantan, dan Batang Natal.
4
Dalam hal boleh tidaknya perkawinan dalam adat bila dilihat dari segi nasab dalam hukum Fiqh maka marga adalah nama persekutuan dari
orang-orang bersaudara, sedarah, seketurunan menurut garis bapak, yang
3
Sutan Baringin Lubis, Wawancara : 26 Juli 2014.
4
Basyaral Hamidy Harahap dan Nalom Siahaan, nilai-nilai Budaya Batak Toba, Mandailing dan Angkalo, Bandung : Pustaka 1982, h. X.
mempunyai hubungan erat dalam mengetahui siapa yang menjadi mahram atau orang yang haram dinikahi, karena marga sangat menentukan
partuturon.
5
Dasar pembentukan marga adalah keluarga, yaitu suami, istri dan putra-putri yang merupakan kesatuan yang akrab, yang mempunyai
kehidupan yang sama, yaitu kebahagian, kesenangan, kepemilikan benda, serta tanggungjawaban kelanjutan hidup keturunan. Untuk melestarikan
ikatan kelurga dan kekeluargaan, diadakan ruhut peraturan sebagai berikut: Marga sebagai identitas diri khususnya bagi masyarakat
mandailing, merupakan salah satu identitas dalam bina kekompakan serta solideritas sesama anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur,
sehingga keutuhan marga- marga itu dalam kehidupan sistem “Dalian Na
Tolu ”. Dengan adanya marga secara otomatis seseorang dapat mengetahui
pasisinya dalam struktur adat dalam masyarakat Huta Pungkut, apakah ia sebagai kahanggi dalam strata masyarakat, atau Mora, ataupun Anak Boru.
Misalnya seseorang tidak boleh duduk dengan mora-nya di lopo kedai kopi.
Kahanggi, dalam partuturon adat Huta Pungkut adalah orang yang satu marga sesamanya, misalnya, si A ber- kahanggi dengan si B, maka
secara otomatis antara si A dan B memiliki marga yang sama, maka dalam hukum adat apabila si A memiliki anak perempuan dan si B memiliki anak
5
Sutan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, Medan: CV. Media Persada, 2010, h. 6.
laki-laki, diantara anak berdua tidak boleh ada perkawinan, ataupun si B menikah dengan putra atau putri si A.
Pada dasarnya, dalam adat Huta Pungkut orang yang semarga adalah orang yang benar-benar memiliki hubungan nasab sesamanya,
maka dewasa ini, marga dapat dimiliki seseorang karena dimaksudkan sebagai gelar kehormatan belaka. Marga dijadikan sebagai sarana dalam
pendekatan terhadap suku mandailing, dan seiring dengan alkulturasi budaya mandailing dalam hal marga khususnya yang bisa dimiliki orang
dari luar suku, maka marga yang awalnya dapat menentukan nasab, dapat penulis simpulkan bahwa orang yang bermarga sekarang ini belum tentu
memiliki hubungan nasab, karena marga telah dapat dimiliki oleh orang dari luar suku, seperti orang jawa yang masuk dalam kawasan Tapanuli,
baik Selatan ataupun Utara.
B. Larangan Perkawinan Satu Marga Menurut Pandangan Ulama dan
Tokoh Adat, desa Huta Pungkut
a. Menurut Pandangan Ulama dan Tokoh adat desa Huta Pungkut
Masyarakat batak pada umumnya dan masyarakat Huta Pungkut pada khususnya mengatut paham perkawinan eksogami dengan
patriarkhat, yang mengharuskan perkawinan dengan beda marga, dengan kata lain perkawinan merupakan hal yang tabu apabila
seseorang kawin dengan se-marga dengannya.
6
6
Banyak kita mendengar seseorang mengunakan marganya sebagai satu pengaruh terhadap orang lain karena marga memiliki suatu pengaruh yang amat sangat terhadap sistem kekerabatan