Kondisi Geografis dan Sosial masyarakat desa Huta Pungkut
dan salah satunya ke daerah Tamiang, membawa marga Parinduri. Nenek moyang marga Batubara, Matondang dan Daulay bernama
Parmato Sopiak dan Datu Bitcu Rayo dua orang pemimpin serombongan orang Melayu berasal dari Batubara, Asahan
7
. Selain masyarakat bermarga, daerah Mandailing telah didiami
tiga suku lainnya, jauh sebelum abad ke-10, yaitu Suku Sakai, Suku Hulu Muarasipongi dan suku Lubu Siladang
8
. Suku Sakai bermukim di hulu-hulu sungai kecil, dan beberapa juga ditemukan di daerah Dumai
dan Duri Riau serta Malaysia. Suku Hulu Muarasipongi diduga berasal dari Riau, sedangkan bahasa dan adatnya, mirip dengan bahasa
dan adat Riau serta Padang Pesisir. Suku Lubu Siladang bermukim di lereng Gunung Tor Sihite, bahasa dan adatnya berbeda dengan bahasa
dan adat Mandailing dan Melayu. Begitu pula ciri fisiknya yang tegap, kekar, mata bulat berwarna coklat tua, dan sikap yang ramah, rajin,
selalu merendahkan diri. Masyarakat Mandailing
9
di dalam pelaksanaan adat dan hukum adatnya menggunakan satu struktur sistem adat yang disebut Dalihan
Natolu tungku yang tiga, yang mengandung arti bahwa masyarakat Mandailing menganut sistem sosial yang terdiri atas Kahanggi,
kelompok orang semarga, Mora kelompok kerabat pemberi anak gadis dan Anak Boru kelompok kerabat penerima anak gadis. Ketiga
unsur ini senantiasa selalu bersama dalam setiap pelaksanaan kegiatan
7
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 9
8
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 17-18
9
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 60-65
adat, seperti Horja pekerjaan, yaitu tiga jenis a Horja Siriaon adalah kegiatan kegembiraan meliputi upacara kelahiran tubuan anak,
memasuki rumah baru Marbongkot bagas na imbaru dan mengawinkan anak haroan boru; b Horja Siluluton upacara
Kematian dan c Horja Siulaon gotong royong. Sistem pemerintahan di Mandailing, sebelum datangnya
Belanda merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh pengetua- pengetua adat
10
, yaitu raja dan Namora Natoras sebagai pemegang kekuasaan dan adat. Raja di Mandailing terdiri atas beberapa jenis,
yaitu Panusunan raja tertinggi, Ihutan di bawah Panusunan, Pamusuk raja satu huta, tunduk pada Panusunan dan Pamusuk ,
Sioban Ripe di bawah raja Pamusuk dan Suhu di bawah Pamusuk dan Sioban Ripe, tetapi tidak terdapat di semua Huta. Semua raja
Panusunan yang ada di Mandailing berasal dari satu keturunan yaitu marga Lubis di Mandailing Julu dan marga Nasution di Mandailing
Godang yang masing-masing berdaulat penuh di wilayahnya. Namora Natoras terdiri atas Namora orang yang menjadi kepala dari tiap
parompuan kaum kerabat raja yang merupakan kahanggi raja, Natoras seseorang yang tertua dari satu parompuan, suhu orang yang semarga
dengan Raja PanusunanPamusuk tetapi bukan satu keturunan Raja dan Bayo-bayo Nagodang mereka yang tidak semarga dengan raja, yang
datang bersama-sama pada waktu tertentu ke huta tersebut.
10
http:hojotmarluga.wordpress.comdalihan-na-tolu-dan-budaya-kerja , di akses pada
tanggal 9 April 2014
Menurut catatan sejarah sebelum Belanda menduduki wilayah Mandailing menjelang pertengahan abad 19, di wilayah tersebut
terdapat banyak kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing diperintah oleh rajanya. Kerajaan-kerajaan kecil itu umumnya hanya terdiri dari
beberapa huta atau kampung. Raja-rajanya memerintah secara demokratis bersama satu lembaga perwakilan yang dikenal sebagai
lembaga Namora Natoras. Di dalam lembaga tersebut duduk Kepala- kepala Ripe, yaitu pimpinan kelompok orang-orang dari satu marga,
ataupun pimpinan komunitas-komunitas lain yang terdapat dalam satu huta. Di dalam lembaga Namora Natoras biasanya duduk pula tokoh-
tokoh adat, cerdik- cendekiawan dan tokoh-tokoh yang dituakan di tengah masyarakat. Tokoh-tokoh yang berkedudukan sebagai Namora
Natoras boleh dikatakan sebagai wakil rakyat. Bersama merekalah raja menyelenggarakan pemerintahan termasuk di dalam melaksanakan
pengadilan terhadap orang-orang yang berbuat kesalahan
11
. Kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Mandailing pada masa
yang lalu, masing-masing berdiri secara otonom, msekipun di antara raja-raja kecil itu pada dasarnya terdapat hubungan kekeluargaan
berdasarkan adat
12
. Salah satu dari kerajaan kecil yang terdapat di Mandailing
Julu, sebelum Belanda menduduki daerah tersebut ialah kerajaan Huta Godang di Kawasan Ulu Pungkut. Letaknya kurang lebih 20 kilo meter
11
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 73-75.
12
http:hojotmarluga.wordpress.comdalihan-na-tolu-dan-budaya-kerja, di akses pada tanggal 9 April 2014
dari Kotanopan, yang dari sejak dahulu menjadi tempat yang terpenting di Mandailing Julu.
Kurang lebih satu setengah abad yang lalu, Sutan Mangkutur berkedudukan sebagai raja di Huta Godang, Ulu Pungkut, untuk
menggantikan abang kandungnya Raja Gadombang, yang meninggal dunia pada tahun 1835 dalam perang Paderi
13
. Karena Sutan Mangkutur adalah raja dahulu di Huta Godang,
maka sebelum membicarakan perlawanan yang pernah dilakukannya terhadap Belanda, ada baiknya kalau dikemukakan serba sedikit hal-hal
yang berkaitan dengan kerajaan Huta Godang. Kapan berdirinya kerajaan Huta Godang di Ulu Pungkut tidak
diketahui dengan pasti. Tetapi menurut keterangan Raja Junjungan Lubis, yaitu raja terakhir dari Huta Godang, kerajaan tersebut didirikan
oleh nenek moyang ia yang berasal dari Manambin
14
. Manambin sendiri adalah salah satu kerajaan tertua di Mandailing Julu, dan tidak jauh
letaknya dari Huta Godang. Menurut tarombo atau daftar silsilah keluarga, atau marga,
semua raja-raja bermarga Lubis yang pernah berkuasa pada kerajaan- kerajaan yang terdapat di Mandailing Julu, adalah keturunan dari
seorang tokoh yang bernama Namora Pande Bosi
15
. Kapan mulai berkuasanya raja-raja bermarga Lubis pada
kerajaan-kerajaan kecil yang dahulu terdapat di daerah Mandailing Julu
13
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 87.
14
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 89.
15
M. Dolok Lubis, Mandailing : Sejarah, Adat dan Arsitektur, h. 91.
tidak diketahui dengan pasti. Tetapi menurut kebiasaan, setiap raja yang berkuasa di satu tempat, selalu memberikan kesempatan kepada
anggota keluarganya untuk pergi mamungka huta membuka daerah baru ke tempat lain. Biasanya anggota keluarga raja yang bertindak
sebagai sipamungka huta pembuka daerah baru di satu tempat akan mendapat kedudukan sebagai pemimpin atau raja di daerah yang
dibukanya. Demikian pulalah awal berdirinya kerajaan Huta Godang di Ulu
Pungkut, yang didirikan oleh keluarga raja bermarga Lubis dari Manambin beberapa abad yang lalu
16
. Namun demikian kerajaan Huta Godang bukan bahagian dari
kerajaan Manambin tetapi ia merupakan kerajaan yang berdiri sendiri dan terlepas dari kekuasaan raja Manambin.
Kerajaan Huta Godang, terletak di daerah Ulu Pungkut. Pada kenyataan hanya kerajaan tersebut yang ada pada masa sebelum abad ke
19 atau sebelum masuknya Kaum Paderi ke Mandailing. Fakta adanya kerajaan lain, hampir sama sekali tidak dapat diperoleh. Hanya
diketahui, bahwa sebelum Huta Godang yang berarti kampung besar didirikan, raja berkedudukan di satu tempat yang bernama Huta Dolok,
yang terletak di atas sebuah bukit tidak begitu jauh dari Huta Godang yang sekarang
17
.
16
Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, Medan: CV. Media Persada, 2010, h.6.
17
Sultan Baringin Lubis, Hobaran Adat Jamita, h. 12.
Kemudian, setelah
Islam masuk
dibawa orang-orang
Minangkabau ke Mandailing pada awal abad ke 19, Huta Dolok dipindahkan ke satu tempat yang baru, dan kemudian dinamakan Huta
Godang. Perpindahan terjadi sewaktu Raja Junjungan yang penghabisan.
Atas perintah Tuanku Rao, Huta Dolok ditinggalkan dan didirikanlah Huta na Godang, agar masyarakat dapat berdiam dekat sungai guna
mencuci diri untuk keperluan agama
18
. Melalui catatan yang demikian, dapatlah diketahui, bahwa Huta
Godang didirikan setelah Islam masuk ke Mandailing. Sebab dipindahkannya Huta Dolok, ke tempat yang sekarang bernama Huta
Godang, dengan tujuan agar orang dapat berdiam dekat sungai guna mencuci diri untuk keperluan agama, yaitu untuk mengambil air wuduk
untuk sembahyang. Selanjutnya, kurang lebih satu setengah abad yang lalu, di Huta
Godang lah Sutan Mangkutur, yaitu salah seorang raja bermarga Lubis di Mandailing Julu menyusun kekuatannya untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda.