Larangan Perkawinan Satu Marga Menurut Pandangan Ulama dan

persaudaraan di antara mereka. Satu puak bisa memiliki banyak marga. Hubungan kerabat itu dalam adat mandailing secara umum disebut dengan sistem Dalian Na Tolu yang secara jelas harus tetap berdiri dan membuka hubungan kekerabatan dengan keluarga lain diluar ikatan darah yang disebabkan perkawinan. Dalian Na Tolu itu terdiri dari kaanggi, kedua mora, ketiga anak boru, dimana anak boru itulah yang mengambil atau dibuat dari mora sebagai istrinya, dan kaanggi ialah teman atau orang yang bisa diajak untuk bermusyawarah dan bermufakat atas segala hal. 7 Jadi dari ketiganya itu tidak ada yang boleh untuk ditukar- tukar, diadat Huta Pungkut ini dimana yang dihulu dan dimana yang di hilir dan ditengah-tengah itu tidak boleh ditukar-tukar. Sebab secara perasaan itu ayah lubis anak lubis yang di ambil lubis sedikit banyaknya itu ada perasaan tidak enak di dalam hati. Maka yang dibolehkan dalam adat adalah ayah lubis anak lubis yang di ambil boleh dari marga lain seperti nasution, batu bara siregar ataupun yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa alasan yang mendasari kenapa perkawinan satu marga itu dilarang di adat Huta Pungkut karena kekerabatan, atau yang lebih popurernya karena dongan sabutuho saudara kandung. 7 M. Yahya Lubis Tokoh Agama, wawancara: 29 Juli 2014. b Untuk menjaga Partuturon 8 Adat Batak dan Mandailing sangat kental dengan Partuturon. Tutur merupakan kata kunci dari kekerabatan dalam masyarakat Huta Pungkut, kata tutur itu pula yang akan mementukan posisi orang dalam jaringan Dalian Na Tolu. Disini setiap seseorang betemu dengan sesame alak hita, maka ucapan yang pertama kali keluar adalah pertanyaan dan jawaban tentang marga masing-masing. Dan dari itulah orang tersebut tahu tutur yang tepat, dan kebiasan inilah yang disebut tarombo. Adapun tatanan partuturan Huta Pungkut sebagaimana yang disebutkan oleh Sutan Baringin Lubis: a Amang ayah dan Inangumaibu, keduanya istilah yang digunakan oleh anak menyapa orang tua mereka, dan orang tua mereka meyapa amang dan inang kepada anaknya b Abang dan kakak pangilan yang lebih kecil kepada yang lebih besar, dan panggilan yang tua untuk yang lebih kecil dengan anggi adik, sedangkan perempuan memangil saudara dengan ito atau iboto c Tulang dan nantulang, tulang itu pangilan kepada saudara ibu dan nantulang itu sendiri sebutan untuk istrinya. Adapun kepada 8 Partuturon, berasal dari kata tutur, yaitu istilah sapaan yang dipakai ketika akan menyapa orang lain. orang yang memanggil tulang sang tulang dan nantulang memanggilnya dengan bere atau babere d Amang boru, ialah pangilang seorang istri kepada orang tua suaminya, dan saudara ayah, adapun terhadap ibu suami dan istri saudara ayah istri memanggil namboru e Ompung atau oppungkakek-nenek pangilan untuk kedua orang tua dari ayah dan ibu, sebaliknya mereka akan memanggil pahoppu cucu f Uda dan nanguda, pangilan kepada saudara kecil ayah dan istrinya dipangil nanguda g Uwak dan uwak tobang, panggilan kepada saudara ayah yang lebih besar h Bou atau namboru panggilan kepada saudari ayah, dan kepada suaminya memanggil amang boru i Eda panggilan seorang istri kepada saudari suami dan sebaliknya 9 Perkawinan satu marga dilarang alasannya karena akan merusak tata cara adat Huta pungkut, dan satu marga itu akan merusak tata cara tutur Mandailing Huta pungkut. Maka dari itu jangan sampai yang kahanggi menjadi mora, mora menjadi anak boru, dan anak boru menjadi kahanggi 10 . Atau yang hulu ke hilir yang hilir ke hulu, jadi adat kita sangat menjaga susunan peradatan 9 Sultan Baringin Lubis tokoh adat wawancara: 29 Juli 2014. 10 M. Yahya Lubis wawancara: 29 juli 2014. tutur Huta Pungkut, dan sedapat mungkin akan terus dijaga dan dijalankan aturan dalam tatanan mandailing. Adapun hasil dari wawancara dengan salah satu masyarakat desa yang mengatakan hampir sama dengan tokoh adat dan tokoh agama yaitu Perkawinan satu marga itu tidak boleh dan dilarang sejak dulu sebab akan merusak peranan tutur adat dan tata cara adat itu sendiri. Pepatah Mandailing mandokon manurut jalur margai ngolongi margai partuturon, satu margai marusak tata cara adat dan tutur adat yang disebut dengan Dalian Na Tolu. 11 Dari penjelasan diatas dapat ditangkap bahwa pemeliharaan partuturan sebagai alasan dilarangnya perkawinan satu marga dalam adat Huta Pungkut. Sanksi Adat terhadap Perkawinan Satu Marga Pada Masyarakat Huta Pungkut. Adapun dalam hal Perkawinan, Masyarakat Huta Pungkut mengenal Setidaknya dua jenis Perkawinan yang dilarangan, yaitu: a. Kawin Sumbang, yaitu seseorang yang menikah dnegan satu marga, misalnya si A laki-laki bermarga silegar, dan si B perempuan bermarga sama dengan si A yaitu silegar dan mereka melakukan perkawinan maka itu disebut kawin sumbang b. Kawin Pabalik Hudon, yang dimaksud adalah laki-laki mengawini seorang perempuan, tapi perempuan itu anak 11 Bapak Darwis Batu bara wawancara: 30 Juli 2014. namborunya, atau dengan istilah lain seorang perempuan yang mengawini anak tulangnya. 12 Perkawinan sattu marga dalam adat Mandailing merupakan perkawinan yang tabu dan masu dalam katagori perkawinan yang dilarang, namun walaupun dia merupakan perkawinan yang dilarang terhadap beberapa di antara anggota masyarakatyang melanggar aturan ini sehingga mereka disebut dengan “Na So Mamboto Adat” atau orang yang tidak tahu dengan adat istiadat serta sopan santun. Orang yang melangsungkan perkawinan satu marga dihukum dengan hukuman adat yang berlaku, adat yang diperlakukan adalah sesuai dengan kedekatan hubungan kekeluargaan kedua pihak yang mengawinkan anaknya, dan seiring dengan perkembangan zaman adat yang diberlakukan pun mengalami perbubahan, adapun bentuk- bentuk hukuman adat yang diberikan terhadap orang yang melakukan perkawinan satu marga adalah 13 : 1. Disirang Mangolu dicerikan Maksudnya adalah diceraikan oleh pihak hatobangon sa huta, hukuman disirang diberlakukan kepada orang yang melakukan perkawinan satu marga, sementara asal-usul kekerabatan masih dekat.pemberlakuan hukuman adat ini pada saat ini sudah tidak dilakukan karena sebagian tokoh agama 12 L.S. Diapari gelar Patuan Naga Humala Parlindungan, Perkembangan Adat Istiadat Masyarakat Suku Batak Tapanuli Selatan Suatu Tinjauan, Jakarta: ttp, 1987, h.128. 13 Sultan Baringin Lubis tokoh adat wawancara : 29 Juli 2014. maupun adat yang sudah banyak mengetahui tentang ajaran agama Islam dalam hal Perkawinan 14 . Adapun pepatah atau ungkapan dalam adat Huta Pungkut sebagai berikut “Na hancit ma antong naso markula dongan, suada dongan tu si martulo, na hancit ma antong na mambuat dongan samargai dongan, ruhut ni adat angkon disirang mangolu ” 15 2. Diasingkan Dulu ada sanksi ini bagi mereka yang melakukan perkawinan satu marga yaitu diasingkan dari desa mereka atau juga diusir dari kediamannya. Maka dirumah adat ada gambar pahabang manuk na bontar ayam putih, maksud dari gambar tersebut ialah walaupun dia diusir atau diasingkan tetap diberikan bekal dan diberi nasehat agar suatu saat dia bisa menyadari kesalahannya dan ini hanya sekedar hukuman adat. Disini juga kenapa ayam putih menjadi simbolnya karena walupun dia ditempat gelap sekalipun akan tetap kelihatan itu maksud dari pahabang manuk nabontar. 16 Saat ini hukuman yang masih berlaku di adat Huta Pungkut adalah tidak bolehnya dia duduk dalam acara adat, tidak boleh mengasih solusi atau berbicara dalam forum adat, dan dalam 14 M. Yahya Lubis wawancara : 29 Juli 2014. 15 Maksud dari ungkapan diatas adalah alangkah sakitnya kawin dengan satu marga, gara- gara adat harus diceraikan diwaktu masih sama-sama hidup. 16 Sultan Baringin Lubis tokoh adat wawancara: 29 Juli 2014. sidang adat tidak ada kedudukan bagi orang yang menikah satu marga. Kecuali mereka hanya bisa datang dalam acara pesta dan makan-makan saja 17 . Menurut penulis ada beberapa faktor terjadinya perubahan adat terhadap yang melemah dalam hukuman adat, yaitu berkembangnya pola piker masyarakat, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap perinsip pokok dan tujuan diberlakukan sanksi adat, kurangnya minat masyarakat terhapat adat dianggap menghalangi perkembanagan, dan yang terakhir adalah tempat yaitu semakin majunya teknologi dan informasi di sebuah tempat turut serta memberikan pengaruh terhadap keruntuhan adat, misalnya eksistensi adat di perdesaan dan perkotaan itu berbeda.

C. Hukum Perkawinan Satu Marga dalam Pandangan Hukum Islam

Hukum Islam mengenal adanya larangan perkawinan yang dalam fiqh disebut dengan mahram orang yang haram dinikahi. Dikalangan masyarakat istilah ini sering disebut dengan muhrim, ulama fiqh telah membagi mahram kepada dua bagian yaitu mahram mu’aqqat larangan untuk waktu tertentu dan mahram mu’abbad larangan untuk selamanya 18 . Secara garis besar, larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan menurut syara’ dibagi dua, yaitu halangan abad dan halangan sementara. Diantara halangan-halangan abadi ada yang telah disepakati 17 M. Yahya Lubis wawancara : 29 Juli 2014. 18 Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 40. dan ada yang masih diperselisihkan. Yang telah disepakati adalah 19 : 1 nasab, 2 pembesanan karena pertalian kerabat dan 3 sesusuan. Orang yang tidak boleh dinikahi itu ada empat belas macam, yaitu : tujuh orang karena nasab, dua orang karena hubungan susuan, empat orang karena hubungan mushaharah besanan dan satu orang karena hubungan dengan istri 20 . Dalam al Qur’an tidak terdapatkan ayat yang mengaharkan Perkawinan satu marga atau perkawinan antar sepupu dan ini berarti keturunan daru saudara kandung dari pihak ayah maupun ibu yaitu tidak termasuk mahram. Dengan demikian seseorang boleh dan sah menikahi dengan adik atau kakak sepupu. 21 Adapun orang-orang yang haram dinikahi adalah sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nissa ayat 23:                                                         Artinya: “diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu; anak- anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara- saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang 19 Abd. Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, cet ke-2, h. 103. 20 Abdul Fatah Idris dan Abu Hamid, Fikih Islam Lengkap, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2004, h. 238. 21 Miftah Farid, 150 Masalah Nikah dan Keluarga, Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 17. perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki- laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu mertua; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu dan sudah kamu ceraikan, Maka tidak berdosa kamu mengawininya; dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu menantu; dan menghimpunkan dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Ses ungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dari ayat ini ada penjelasan yang dimaksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. Perkataan “ombar do adat dohot ugamo”, yang secara harafiah artinya “adat dan agama seiring-sejalan”, adalah sebuah ungkapan yang cukup sering diucapkan oleh orang Mandailing, baik itu warga masyarakat biasa, tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun tokoh agama. Ungkapan “ombar do adat dohot ugamo” atau ada juga yang mengatakannya dengan ungkapan “ombar do adat dohot ibadat” ini belum ada semasa orang Mandailing dahulu memeluk sistem kepercayaan lama animisme, melainkan muncul setelah orang Mandailing mayoritas memeluk agama Islam di sekitar awal abad ke-20 . 22 Dilihat dari istilah diatas kurang tepat kesesuaiannya dengan ajaran Islam, sebaiknya bahasanya disempurnakan, dalam hal ini penulis menyaankan “hombar do adat dohot syari’at” mengingat bahwa ibadah adalah sub dari sistem syari’at, contohnya dalam hal perkawinan, yang dimana pe rkawinan merupakan syari’ah namun melaksanakan perkawinan adalah ibadah. 23 Dilihat dari ungkapan di atas dapat dipahami makna seandainya hukum Islam bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam adat Huta Pungkut, maka hukum agama yang lebih didahulukan, artinya kalau tidak ada nilai ibadahnya dalam adat yang berlaku maka yang menjadi tolak ukur dalam mengambil keputusan adalah prinsip Islam, jika ajaran agama melarang maka adat tidak oleh menghalalkan, dan begitu sebaliknya jika ajaran agama menghalalkan maka adat pun tidak boleh mengharamkannya. Maka dari itu permasalahan perkawinan satu marga dalam adat Huta Pungkut, baik itu dari segi asal muasal marga, alasan dilarangnya perkawinan satu marga maupun sanksi adat yang diberikan, dari sini penulis ingin melihat sesuai dengan ajaran Islam, namun dari segi yang lain pelarangan itu terdapat kontra dengan ajaran Islam, dan kedua segi ini akan lebih terperinci dan jelas sebagai berikut, ini: 22 http:gondang.blogspot.com201211agama-adat-mandailing.html , diakses tanggal 15 Mai 2014 23 L. P. Hasibuan gelar Patuan Daulat Baginda Nalobi, Pangupa Buku Nenek Moyang Masyarakat Tapanuli Selatan Berisi Falsafah Hidup, Medan: Horas Tondi Madingin, Pir Tondi Matugo, 1989, h. 71