masyarakat umum seakan-akan barang atau jasa yang diproduksi sama dengan barang atau jasa yang tekenal.
2. Praktik Pemalsuan Merek Dagang Counterfeitng
Memproduksi barang-barang dengan menggunakan merek yang sudah ada atau dikenal masyarakat luas
tanpa ada izin dari pemiliknya. 3.
Perbuatan-Perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat dan asal-usul merek Imitation
of label and packaging Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan
tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan
barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah penghasil barang yang bermutu.
2.2.3.2 Doktrin Persamaan keseluruhan dan Identik
Doktrin ini digunakan untuk menilai peniruan merek yang jelas melanggar Pasal 6 Ayat 1 yang menyebutkan persamaan pada
pokoknya. Doktrin
tersebut diuraikan
sebagai berikut
Gunawan:2015 : 24 : a.
Doktrin persamaan keseluruhan,
Menurut doktin persamaan menyeluruh, persamaan merek ditegakkan di atas prinsip entireties similar yang berarti
antara merek yang satu dengan yang lain mempunyai persamaan yang menyeluruh meliputi semua faktor yang
relevan secara optimal yang menimbulkan persamaan. b.
Doktrin persamaan identik. Doktrin persamaan identik mempunyai pengertian lebih
luas dan fleksibel, bahwa untuk meneuntukan ada persamaan merek tidak perlu semua unsur secara
komulatif sama, tetapi cukup beberapa unsur atau faktor yang relevan saja yang sama sehingga terlihat antara dua
merek yang diperbandingkan identik atau sangat mirip. Jadi menurut doktrin ini antara merek yang satu dengan
yang lain tetap ada perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak menonjol dan tidak mempunyai kekuatan pembeda
yang kuat sehingga satu dengan yang lain mirip similar maka sudah dapat dikatakan identik.
2.2.3.3 Teori Etis
Teori etis memandang bahwa hukum ditempatkan pada perwujudan keadilan yang semaksimal mungkin dalam tata
tertib masyarakat. Dalam arti kata, tujuan hukum semata-mata untuk keadilan. Menurut Hans Kelsen, suatu peraturan umum
dikatakan adil jika benar-benar diterapkan kepada semua kasus, yang menurut isinya peraturan ini harus diterapkan. Suatu
peraturan umum dikatakan tidak adil jika diterapkan kepada suatu kasus dan tidak diterapkan kepada kasus lain yang sama.
2.2.3.4 Penyelesaian atas Pelanggaran Merek
Dalam penyelesaian
atas pelanggaran
ini dapat
menggunakan lembaga-lembaga yang ada di Indonesia. Lembaga yang dapat digunakan dalam menyelesaikan
pelanggaran merek adalah sebagai berikut Supramon,2008:50- 52 :
1. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa ini diatur di dalam Bab II Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase dengan menggunakan jalur ini biasanya para pihak ingin
menyelesaikan kasus dengan cara damai dan tidak menggunakan jalur hukum. Tapi biasanya dalam hal ini
yang sering dibahas hanya ganti rugi dan pembatalan pendaftaran merek.
2. Arbitrase
Arbitrase adalah
penyelesaian sengketa
dengan menggunakan arbiter atau wasit. Lembaga ini diatur
dalam Bab III dan seterusnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Tapi biasanya dalam menggunakan
lembaga ini menyelesaikan obyek sengketa merek dalam lingkup perdagangan.
3. Pengadilan
Pengadilan merupakan lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dan mempunyai tugas memeriksa
dan mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya. Dalam kasus pelanggaran atau sengketa merek
pengajuan gugatannya biasa kepada Pengadilan Niaga wilayah hukum setempat.
2.2.3.5 Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Niaga