Menurut Sanafiah Faisal 1990, observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap suatu
benda, kondisi atau situasi, dan proses atau perilaku. b.
Kuesioner angket Kuesioner angket merupakan instrumen penelitian yang berisi
seperangkat pertanyaan mengenai objek penelitian untuk ditujukan kepada responden. Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis kuesioner
tertutup peneliti menyediakan pilihan jawaban.
2. Literature Research penelitian kepustakaan, pengumpulan data
sekunder.
Peneliti mengumpulkan semua informasi penting dari buku – buku atau sumber – sumber yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti pada
objek penelitian.
3.6. Kawasan Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada kawasan Kampung Madras, yang terletak di Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan
gambar 3.1. Peneliti memilih Kampung Madras sebagai objek penelitian terhadap spirit of place dengan pertimbangan kawasan ini memiliki “spirit jiwa”
yang mampu memberikan “collective memory” bagi penduduk sekitar maupun masyarakat Kota Medan. Kawasan Kampung Madras ini juga telah menjadi
Landmark dari kota Medan. Oleh sebab itu, peneliti memilih lokasi ini untuk mengkaji unsur-unsur pembentuk spirit of place kawasan ini, agar identitas dari
Kampung Madras dapat dipertahankan.
Provinsi Sumatera Utara
Kelurahan Madras Hulu Gambar 3.1.
Peta Lokasi Penelitian sumber : www.google.com; cad Kota Medan
3.6.1. Sejarah Kedatangan Suku Tamil di Kota Medan
Jejak kedatangan bangsa India di Provinsi Sumatera Utara telah terekam dalam sebuah prasasti yang dibuat pada tahun 1010 Saka atau 1088 M, yang
mencatat tentang perkumpulan pedagang suku Tamil di kota Barus, yang ditemukan pada tahun 1873 di situs Lobu Tua Barus, yakni sebuah
perkampungan purba di pinggir pantai Samudera Hindia Y. Subbarayalu, 2002. Namun kedatangan bangsa India, khususnya suku bangsa Tamil secara
besar-besaran dan hingga saat ini menetap dan membentuk komunitas sendiri di berbagai wilayah di Sumatera Timur, khususnya Kota Medan baru terjadi pada
pertengahan abad ke-19, tepatnya pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yakni sejak dibukanya industri perkebunan tembakau di Tanah Deli Lubis, 2005.
Tercatat dalam Badan Warisan Sumatera BWS, rombongan pertama suku bangsa Tamil yang datang ke Kota Medan berjumlah sebanyak 25 orang, tepatnya
pada tahun 1873 Rehulina, 2010. Para kuli Tamil tersebut dipekerjakan oleh Nienhuys, yaitu seorang
pengusaha Belanda di bidang perkebunan tembakau yang terkenal dengan nama tembakau Deli. Hasil dari perkebunan tembakau inilah yang mengantarkan tanah
Deli menjadi termahsyur di dunia internasional, hingga pada akhirnya diberi julukan “Tanah Sejuta Dollar”. Semenjak saat tersebut, semakin banyak buruh
dan tenaga kerja yang didatangkan dari India untuk dipekerjakan di Tanah Deli sebagai buruh perkebunan, supir, penjaga malam, penarik kereta lembu, maupun
untuk membangun jalan dan waduk Lubis, 2005. Selain mengadu nasib menjadi kuli perkebunan, juga banyak imigran asal
India yang datang ke Sumatera Timur untuk tujuan berdagang, antara lain imigran yang berasal dari India Selatan Tamil Muslim, serta bangsa Bombay dan
Punjabi. Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Kota Medan mendorong banyaknya imigran asal India yang tergiur untuk berpartisipasi dalam memajukan berbagai
sektor usaha yang sedang berkembang di kota ini A. Mani, 1980:58. Seperti kaum “Chettiars” atau “Chettis”, yang berprofesi sebagai pengurup uang,
pedagang, dan juga pengusaha kecil; kaum “Vellalars” dan “Mudialars”, yang berasal dari kasta petani yang juga terlibat dalam usaha perdagangan; kaum
“Sikh” dan juga orang-orang yang berasal dari wilayah Uttar Pradesh. Namun masyarakat lokal umumnya tidak mengenali perbedaan antar kaum-kaum imigran
India ini. Masyarakat Kota Medan mempunyai banyak istilah yang digunakan untuk
memanggil warga keturunan India ini. Sebagian orang ada yang memanggil dengan istilah “keling” atau “chulia”, selain itu juga ada yang memanggilnya
dengan istilah “benggali” untuk menyebut mereka yang sesungguhnya penganut agama Sikh. Selain dari istilah-istilah tersebut di atas, umumnya masyarakat
memakai istilah orang “bombai”. Saat pemerintah Belanda membuka cabang De Jawasche Bank di Medan,
sejumlah Sikh dipekerjakan sebagai penjaga pada tahun 1879. Melihat situasi dan kesempatan ekonomi yang baik di kota Medan, beberapa Sikh membuka usaha
peternakan lembu untuk meningkatkan permintaan pasokan susu dari Belanda. Banyak sikh yang sukses pada bidang ini, hingga sekarang masyarakat keturunan
India terkenal sebagai produsen susu sapi murni. Saat ini, tidak terdapat data signifikan mengenai jumlah warga keturunan
India di kota Medan, mengingat sensus penduduk di kota Medan tidak lagi
memakai katergori etnik semenjak tahun 1930. A. Mani 1980 menyebutkan bahwa pada tahun 1930 terdapat kurang lebih 5000 orang kaum sikh di Sumatera
Utara. Sementara pada tahun 1986, jumlah bangsa Tamil di Kota Medan diperkirakan telah mencapai 30.000 jiwa Napitupulu, 1992.
Kedatangan suku bangsa Tamil sejak masa penjajahan kolonial Belanda telah melahirkan suatu multikulturalisme pada masyarakat Sumatera Utara,
khususnya kota Medan. Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perkembangan kebudayaan di Nusantara sejak
beberapa abad yang lalu, terutama sebagian masyarakat Pulau Sumatera. Seiring dengan proses migrasi tersebut, juga terjadilah proses difusi kebudayaan,
akulturasi dan juga asimilasi. Kisah kehadiran satu kaum di tengah-tengah kaum lain sebagai akibat dari gerak migrasi penduduk sudah lama menjadi perhatian
dan bahan kajian kalangan ilmuwan sosial. Di kota Medan sendiri, mereka hidup dalam keseharian dan melebur dengan masyarakat setempat. Terdapat sebuah
tempat dimana mereka beraktifitas, hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan kota Medan.
3.6.2. Sejarah Terbentuknya Kampung Madras
Pada masa kolonial, bangsa Tamil umumnya bermukim di lokasi-lokasi sekitar perkebunan yang berada di Kota Medan dan Sumatera Timur. Namun
semenjak kemerdekaan, mereka kebanyakan bermukim di wilayah pusat kota. Komunitas Tamil terbanyak dapat ditemukan di kota Medan, kota Binjai, kota
Lubuk Pakam, serta kota Tebing Tinggi.
Kampung Madras adalah salah satu pemukiman warga etnis Tamil yang tertua di Kota Medan. Kampung Madras terletak pada kawasan bisnis Jl. K.H.
Zainul Arifin, yang pada zaman dahulu bernama Jl. Calcutta. Lokasi dari perkampungan etnis India ini berada di pinggiran Sungai Babura, yakni sungai
yang membelah kota Medan, serta merupakan jalur utama transportasi air pada masa lampau. Perkampungan dengan luas kurang lebih 10 hektar ini lebih akbrab
di masyarakat kota Medan dengan sebutan “Kampung Keling”. Dahulunya Kampung Madras ini merupakan lahan liar yang tidak
berpenghuni. Namun seiiring dengan berkembang pesatnya perkembangan perkebunan tembakau di Tanah Deli, maka di kota Medan pun turut dibuka
beberapa daerah perkebunan baru, sehingga munculnya perkampungan- perkampungan baru di sekitar daerah perkebunan tersebut. Kampung Madras
mulai terbentuk ketika pemerintah Belanda merasa puas dengan hasil kerja para kuli Tamil dengan dibangunnya Kuil Shri Mahriamman sebagai tempat ibadah
bagi kuli-kuli Tamil yang beragama Hindu. Kuil inilah yang menjadi kuil hindu pertama di kota Medan. Selain itu, pemerintah Belanda juga menghadiahkan
sebidang tanah di sekitar kuil kepada kuli Tamil yang menikah sebagai tempat tinggalnya. Dan akhirnya kawasan ini pun berkembang menjadi perkampungan
bagi warga etnis Tamil, yang pada akhirnya di kenal dengan nama “Kampung Keling” Utami, 2008.
Setelah kemerdekaan, banyak warga Tamil yang kembali ke kampung halamannya, dan menjual tanah mereka kepada orang-orang pribumi. Namun,
juga masih banyak warga Tamil yang bertahan, karena alasan ekonomi yang
maju, dan juga adanya ikatan pernikahan. Semenjak saat tersebut, mulailah terjadi pembauran etnis di Kampung Madras. Kampung Madras yang sampai saat ini
masih bertahan antara lain yang terletak pada Jl. K.H. Zainul Arifin dan juga sekitar Jalan Teuku Umar Utami, 2008. Kampung Madras ini memiliki akses
langsung dengan pusat kota Medan, yakni kawasan Kesawan, yang hanya berjarak 1 km. Batas akhir dari Kampung Madras adalah Sungai Babura. Kampung Madras
ini termasuk kedalam Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia. Pada tahun 2008 Pemko Medan resmi mengesahkan nama “Kampung
Madras” menggantikan “Kampung Keling”. Hal ini disebabkan oleh kata “keling” yang berkonotasi menghina dan ditujukan kepada orang yang memiliki kulit
gelap. Pada awalnya kata keling berawal dari kata “klings”, yang merupakan panggilan dari orang Belanda terhadap imigran asal India yang datang ke
Indonesia Utami, 2008.
3.6.3. Observasi “ Spirit of Place” Terhadap Ruang di Kampung Madras
3.6.3.1. Observasi Path jalur
Path jalur merupakan salah satu elemen kota yang penting dalam membentuk citra kesan seseorang terhadap suatu tempat Lynch, 1960. Path
berperan penting karena Path menghubungkan seseorang dengan elemen-elemen lingkungan lainnya. Lynch 1960 juga mengatakan, sebuah Path akan memiliki
citra yang baik apabila Path tersebut memiliki ciri khas imageable. Berdasarkan hasil observasi, peneliti mengidentifikasi bahwa jalur jalan
yang paling berkesan imageable atau memiliki spirit pada kawasan Kampung Madras antara lain sebagai berikut :
i. Jl. K.H. Zainul Arifin
Koridor Jl. K.H. Zainul Arifin gambar 3.3 memiliki spirit tinggi karena kawasan ini merupakan pusat bisnis dari Kampung Madras. Jalan ini merupakan
akses utama menuju kawasan Kampung Madras. Disepanjang jalan ini terdapat ratusan pertokoaan, mulai dari menjual baju, perabot, sampai dengan makanan.
Dengan menyusuri jalan ini, pengunjung dapat merasakan atmosfir seperti berada di kota India. Di jalan ini juga terdapat bangunan bersejarah, yakni, Kuil Shri
Mahriamman, yang merupakan kuil Hindu pertama di Kampung Madras. Selain itu, jalan ini juga memiliki aktivitas unik, yakni banyaknya warga etnis tamil yang
berjualan kembang api disepanjang jalan gambar 3.2.
keyplan
Gambar 3.2. Jl. K.H. Zainul Arifin kiri, Pedagang kembang api
kanan ii.
Jl. Diponegoro Jl. Diponegoro memiliki kesan yang baik, karena kawasan ini merupakan
pusat pemerintahan kota Medan. dimana pada jalan ini terdapat banyak kantor pemerintahan, salah satunya Kantor Gubernur Sumatera Utara dan Kantor
Kementrian Keuangan RI gambar 3.3.
keyplan
Gambar 3.3. Kantor Pemerintahan di Jl. Diponegoro
iii. Jl. Jenderal Sudirman
Jl. Jenderal Sudirman ini identik dengan kawasan elitnya kota Medan. Dimana disepanjang jalan ini terdapat banyak bangunan-bangunan elite dan
megah, baik yang berfungsi sebagai perkantoran, maupun untuk hunian gambar 3.4.
keyplan
Gambar 3.4. Bangunan elit di sepanjang Jl. Jenderal Sudirman
iv. Jl. Pagaruyung
Jl. Pagaruyung gambar 3.5 merupakan salah satu jalan yang menjadi identitas dari Kampung Madras. Jalan ini terkenal dengan pusat jajanan
kulinernya yang telah berdiri sejak tahun 1990-an, dengan nama “Kuliner Pagaruyung”, yang berlokasi disepanjang jalan tersebut. Jalan ini sangat ramai
dikunjungi oleh warga maupun wisatawan pada malam hari, karena terdapat puluhan stand penjual makanan disana.
keyplan
Gambar 3.5. Jl. Pagaruyung
v. Jl. T. Cik Di Tiro
Jl. T. Cik Di Tiro memiliki kesan khusus, karena di sepanjang jalan ini terdapat banyak restoran yang menjual makanan khas India. Selain restoran, juga
banyak toko-toko yang menjual pernak-pernik khas yang diimpor langsung dari India gambar 3.6.
keyplan
Gambar 3.6. Toko Khas India Jl. T. Cik Di Tiro
Dari segi sirkulasi, peneliti melihat bahwa sistem sirkulasi di kawasan ini sangat buruk. Padatnya aktivitas warga di kawasan ini membuat kawasan ini
sering macet pada jam-jam tertentu. Dari pemetaan berdasarkan hasil observasi gambar 3.7 dapat dilihat bahwa hampir keseluruhan kawasan Kampung Madras
macet. Titik-titik kemacetan terlihat pada hampir seluruh jalan utama kawasan.
PETA TITIK KEMACETAN KAMPUNG MADRAS
keterangan :
Gambar 3.7. Peta titik kemacetan di kawasan Kp. Madras
Hal ini disebabkan oleh kondisi lebar jalan yang tidak memadai untuk mendukung aktivitas warga. Apalagi banyak kendaraan yang sembarangan
memarkirkan kendaraannya di bahu jalan semakin mempersempit badan jalan dan memperparah arus sirkulasi di kawasan ini. gambar 3.8.
Gambar 3.8. Kemacetan yang kerap terjadi di kawasan Kp.Madras
segmen A3 kiri; segmen C1 kanan
Dari segi jalur pejalan kaki pedestrian di kawasan ini tidak terlalu baik. Apabila dilihat dari gambar 3.9, terlihat bahwa sebagian jalur pedestrian di
kawasan ini masih bermasalah, namun sebagian lagi sudah cukup baik.
Gambar 3.9. Diagram kondisi Jalur Pedestrian di Kampung Madras
Kondisi jalur pejalan kaki pada koridor jalan Jendral Sudirman, jalan Diponegoro, dan jalan Imam Bonjol sudah baik. Pedestrian dengan lebar rata-rata
2 meter ini bebas dari gangguan yang dapat mengganggu kenyamanan pejalan
4
5 1a
1b
3
2
Jl. Diponegoro
Jl. Imam Bonjol
Jl. Jend. Sudirman Jl. K.H. Zainul Arifin
Jl. T. Cik Di Tiro
Jl. Kediri
6
kaki gambar 3.9, foto 4-6. Selain itu pedestrian di kawasan ini juga sangat teduh, karena terdapat vegetasi yang baik gambar 3.10..
Gambar 3.10. Potongan Jalan Diponegoro, Jl. Imam Bonjol, Jl. Sudirman
Pada koridor utama yakni Jl. K.H. Zainul Arifin tidak tersedia jalur pedestrian yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki. Jalur pedestrian yang
seharusnya menjadi hak pejalan kaki, malah beralih fungsi menjadi tempat berjualan Pedagang Kaki Lima PKL serta tempat parkir bagi kendaraan
bermotor gambar 3.9, foto 1a, 1b. Hal ini tentunya sangat mengganggu kenyamanan pejalan kaki, yang terpaksa harus berjalan di bahu jalan. Padahal dari
segi lebar, pedestrian di koridor ini sudah cukup baik, yakni memiliki lebar 3 meter gambar 3.11..
Gambar 3.11. Potongan Jalan K.H. Zainul Arifin
Apalagi pada jalan-jalan kecil, seperti Jl. T. Cik Di Tiro, Jl. Jenggala, Jl. Kediri dan sebagainya, bahkan tidak terdapat lagi jalur pejalan kaki khusus
gambar 3.12, karena kondisi jalan yang terlalu sempit, ditambah lagi dengan parkir kendaraan di bahu jalan, sehingga pejalan kaki mau tidak mau harus
berjalan di badan jalan. gambar 3.9, foto 2, 3
Gambar 3.12. Potongan Jalan kecil
Perletakan papan-papan reklame yang semrawut semakin menurunkan citra visual dari kawasan Kampung Madras ini. Kondisi terparah dapat dilihat
disepanjang koridor Jl. K.H. Zainul Arifin, papan-papan tanda dan reklame dengan berbagai ukuran hampir menutupi fasade bangunan-bangunan disana.
Tidak adanya peraturan ketat yang membatasi ukuran papan reklame yang diperbolehkan membuat masyarakat seakan berlomba-lomba untuk membuat
papan tanda yang lebih besar untuk menonjolkan identitas tokonya gambar 3.13. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan menurunnya kualitas estetika visual
kawasan.
Gambar 3.13. Kesemrawutan penataan papan tanda dan reklame di
kawasan Kp. Madras
Namun dari segi aksesibilitas kemudahan menjangkau kawasan ini, tergolong sangat baik, karena jalan-jalan di kawasan Kampung Madras ini
terhubung satu sama lainnya, dari jalan-jalan arteri seperti Jl. K.H. Zainul Arifin, Jl. Diponegoro, Jl. Sudirman, Jl. Imam Bonjol, sampai ke jalan-jalan
lingkungannya. Sehingga kita dapat berorientasi dengan baik di kawasan ini gambar 3.14.
Gambar 3.14.
Peta Kelurahan Madras Hulu sumber : cad Kota Medan
3.6.3.2. Observasi Edges batas
Edges tepian merupakan suatu elemen linear yang membedakan antara dua fase kegiatan. Elemen ini berperan penting karena dapat menentukan apakah
pengorganisasian kota baik atau tidak Lynch, 1960. Berdasarkan hasil observasi terhadap elemen Edges di kawasan Kampung
Madras ini, dapat dilihat bahwa kawasan ini telah terorganisir dengan baik dan jelas.
Koridor Jl. K.H. Zainul Arifin merupakan batas utara Kampung Madras, Edges ini dapat diidentifikasi dengan baik, karena memiliki kegiatan khusus,
yakni berupa kawasan perdagangan dan jasa. Pada sisi barat Kampung Madras dibatasi dengan Sungai Babura. Sungai
babura merupakan pembatas antara Kecamatan Medan Polonia dengan Kecamatan Medan Petisah. Sungai Babura ini memiliki sejarah penting, karena
merupakan jalur utama perdagangan dan transportasi air pada masa lampau. Sungai babura merupakan batas akhir, serta awal dimulainya Kampung Madras.
Jembatan Tjong Yong Hian atau jembatan kebajikan merupakan penghubung antara kedua kecamatan ini gambar 3.15, foto 1.
Sisi timur Kampung Madras dibatasi dengan Jl. Imam Bonjol, dimana jalan ini menghubungkan antara Kelurahan Madras Hulu dengan Kelurahan Suka
Damai. Jl. Imam Bonjol ini merupakan kawasan komersil. Batas awal Jl. Imam
Bonjol ini tandai dengan bangunan Bank Sumut, dan batas akhirnya ditandai dengan bundaran air mancur Bank Mandiri gambar 3.15, foto 2,4
Sedangkan pada sisi selatan Kampung Madras dibatasi oleh Jl. Jenderal Sudirman. Batas awal Jl. Jenderal Sudirman ini ditandai dengan taman kota
Beringin, dan juga berakhir pada bundaran air mancur Bank Mandiri gambar 3.15, foto 3,4 .
Gambar 3.15. Peta Edges Kampung Madras
3.6.3.3. Observasi District kawasan
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa pembagian kawasan di Kampung Madras ini terorganisasi dengan baik dan jelas, dapat dilihat pada peta
pembagian kawasan pada gambar 3.16. District kawasan di Kampung Madras
U
1. Jembatan Tjong Yong
3. Taman Beringin 2.Bank Sumut
4.Bundaran Air Mancur
ini memiliki identitas yang jelas dari segi bentuk bangunan yang homogen, serta memiliki fungsi yang jelas. Hal ini sejalan dengan pemikiran Lynch 1960 yang
mengatakan bahwa sebuah District kawasan harus mempunyai identitas yang baik, tampilan, serta fungsi yang jelas. Citra dari District kawasan ini tidak
boleh hilang, karena hal ini dapat mengakibatkan mengaburnya citra kawasan secara keseluruhan.
keterangan : 1.
Kawasan Perdagangan dan Jasa
2. Kawasan Komersil
3. Kawasan Fasilitas Umum
4. Kawasan Permukiman
Kepadatan Tinggi 5.
Kawasan Permukiman Kepadatan Sedang
6. Kawasan Permukiman
Kepadatan Jarang
Gambar 3.16. Peta Pembagian District Kelurahan Madras Hulu
i. Kawasan Perdagangan dan Jasa
Kawasan yang ditandai dengan warna merah pada peta di atas gambar 3.16 merupakan kawasan perdagangan dan jasa. Kawasan ini meliputi sebagian
koridor Jl. K.H. Zainul Arifin yang dimulai dari persimpangan Jl. Diponegoro dan berakhir pada Jembatan Tjong Yong Hian, Jl. T. Cik Di Tiro, Jl. Teuku Umar, Jl.
Jenggala, Jl. Kediri, serta Jl. Muara Takus.
U
Kawasan perdagangan ini berpusat pada koridor Jl. K.H. Zainul Arifin, merupakan pusat bisnis dari kawasan Kampung Madras. Kawasan ini dapat
dengan mudah diidentifikasi, karena memiliki bentuk bangunan yang homogen, yakni berupa ruko rumah toko, ketinggian 2-4 lantai, dengan fungsi yang jelas,
yakni sebagai tempat berdagang pada lantai dasarnya, dapat dilihat dari identitas berupa papan tanda yang terletak pada bagian depan bangunan gambar 3.17, dan
untuk lantai atasnya dihuni oleh pemiliknya.
keyplan
Gambar 3.17. Kawasan perdagangan dan jasa di Kampung Madras
ii. Kawasan Komersil
Kawasan komersil, ditandai dengan warna pink pada peta gambar 3.16. Kawasan ini meliputi Jalan Diponegoro, sebagian Jalan Zainul Arifin dan Jalan
Imam Bonjol. Kawasan ini dapat ditandai dengan bangunan-bangunannya yang besar dan
tinggi gambar 3.18. Adapun aktivitas yang dominan pada kawasan ini adalah aktivitas perbankan dan perkantoran.
keyplan
Gambar 3.18. Kawasan komersil di Kampung Madras
iii. Kawasan Fasilitas Umum
Kawasan fasilitas umum ini ditandai dengan warna biru pada peta. Kawasan ini berada pada Jalan Diponegoro dan sebagian Jalan T. Cik Di Tiro. Kawasan
fasilitas umum ini didominasi oleh kantor pemerintahan seperti kantor Gubernur Sumatera Utara, kantor Kementrian Keuangan RI, kantor Dinas Pendidikan
Sumatera Utara dan lain sebagainya gambar 3.19.
keyplan
Gambar 3.19. Kawasan fasilitas umum di Kampung Madras
iv. Kawasan Permukiman Kepadatan Jarang
Kawasan ini ditandai dengan warna jingga pada peta 3.16. Kawasan permukiman kepadatan jarang ini berlokasi pada seputaran jalan R.A. Kartini,
jalan Cut Nyak Dien, jalan Sam Ratulangi, dan jalan H. Agus Salim. Kawasan ini berada tepat di belakang kawasan komersil, yang hanya beroperasi dari pagi
hingga sore hari, sehingga kawasan ini sangat tenang pada malam hari.
Kawasan permukiman ini dapat diidentifikasi dengan mudah dari gaya bangunannya, yakni merupakan bangunan besar berbentuk villa dengan ketiggian
1-3 lantai gambar 3.20. Kawasan ini merupakan kawasan perumahan mewah. Tidak terdapat aktivitas khusus di kawasan ini, karena hanya dikhususkan sebagai
daerah permukiman.
keyplan
Gambar 3.20. Kawasan permukiman kepadatan jarang di
Kampung Madras v.
Kawasan Permukiman Kepadatan Sedang Kawasan ini ditandai dengan warna hijau muda pada peta gambar 3.16.
Kawasn permukiman kepadatan sedang ini meliputi Jalan Hang Tuah, jalan Hang Kesturi, jalan Hang Likiu dan jalan Uskup Agung.
Kawasan ini ditandai dengan bangunan perumahan berbentuk villa dengan ketingginan 2-3 lantai. Perumahan-perumahan ini saling berhadapan satu sama
lainnya, dan dipisahkan oleh jalan dengan lebar rata-rata 10 meter gambar 3.21. Tidak terdapat aktivitas khusus pada kawasan ini, hanya untuk hunian saja.
keyplan
Gambar 3.21. Kawasan permukiman kepadatan jarang di
Kampung Madras vi.
Kawasan Permukiman Kepadatan Padat Kawasan ini ditandai dengan warna kuning pada peta gambar 3.16.
Kawasan permukiman tinggi ini berada tepat pada pinggiran sungai Babura. Kawasan ini identik dengan bangunan rumah semi permanen sederhana yang
terbuat dari papan kayu, sehingga membuat kawasan ini terlihat sangat kumuh gambar 3.22. Warga biasanya melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menyuci
baju, mandi, dan sebagainya pada sungai Babura. Permukiman padat ini masih eksis diantara bangunan-bangunan tinggi dan
kawasan Kampung Madras yang telah berkembang pesat.
keyplan
Gambar 3.22. Kawasan permukiman kepadatan jarang di
Kampung Madras
3.6.3.4. Observasi Nodes simpul
Lynch 1960 mengatakan bahwa nodes merupakan sebuah simpul atau lingkaran, daerah strategis pada sebuah kota dimana arah atau aktivitas saling
bertemu. Berdasarkan
hasil observasi yang telah dilaksanakan, peneliti mengidentifikasi bahwa titik-titik yang memenuhi kriteria nodes simpul
berdasarkan teori pada kawasan Kampung Madras adalah sebagai berikut gambar 3.23 :
keterangan : 1.
Persimpangan Jl.
K.H. Zainul Arifin dan Jl. Diponegoro
2. Jembatan Tjong
Yong Hian 3.
Bundaran Air Mancur Sudirman
4. Taman Beringin
Gambar 3.23. Peta Nodes Kampung Madras
i. Persimpangan Jl. K.H. Zainul Arifin dan Jl. Diponegoro
Persimpangan Jl. K.H. Zainul Arifin dan Jl. Diponegoro gambar 3.24 ini merupakan persimpangan jalan dengan tingkat kepadatan tertinggi pada kawasan
Kampung Madras. Persimpangan ini merupakan simpul pergerakan aktivitas warga Kampung Madras, karena menghubungkan antara kawasan komersil
dengan kawasan perdagangan dan jasa, yang merupakan pusat bisnis dari Kampung Madras. Nodes simpul ini memiliki identitas jelas, karena terdapat
banyak bangunan tinggi, seperti bangunan Sun Plaza, Gedung BII, dan sebagainya.
keyplan
Gambar 3.24. Nodes Persimpangan Jl. K.H. Zainul Arifin dan Jl.
Diponegoro ii.
Jembatan Tjong Yong Hian Jembatan Tjong Yong Hian merupakan nodes simpul, karena jembatan ini
menghubungkan antara Jl. K.H. Zainul Arifin dengan Jl. Gajah Mada. Jembatan ini merupakan batas akhir dan sekaligus titik awal dari kawasan Kampung
Madras.
keyplan
Gambar 3.25. Nodes Jembatan Tjong Yong Hian
iii. Bundaran Air Mancur Sudirman
Bundaran air mancur Sudirman gambar 3.26 terdapat pada persimpangan Jl. Sudirman dan Jl. Imam Bonjol. Bundaran ini merupakan nodes simpul
Kampung Madras yang mengarah ke pusat kota dan juga ke Kelurahan Suka Damai.
keyplan
Gambar 3.26. Nodes Bundaran Air Mancur Sudirman
iv. Taman Beringin
Taman Beringin gambar 3.27 merupakan satu-satunya ruang terbuka hijau yang terdapat pada kawasan Kampung Madras. Taman Beringin merupakan salah
satu hutan kota di kota Medan. Taman Beringin ini berada tepat di pinggir sungai Babura yang merupakan awal dari Kampung Madras.
Letaknya yang strategis, membuat Taman Beringin ini bukan hanya sebagai sarana rekreasi dan edukasi bagi warga Kampung Madras saja, namun juga bagi
warga Kota Medan. Taman Beringin merupakan simpul aktivitas warga Kp. Madras. Setiap pagi banyak warga yang melakukan kegiatan olahraga pada taman
ini. Sedangkan pada siang hari, banyak pegawai kantor yang datang ke taman ini untuk makan siang. Dan pada sore hari, banyak warga yang membawa anak-anak
untuk datang bermain gambar 3.27.
keyplan
Gambar 3.27. Nodes Taman Beringin
3.6.3.5. Observasi Landmark penanda
Stankiewiez Kalia 2007 mengatakan bahwa Landmark merupakan sesuatu fitur unik pada suatu lingkungan yang mudah diingat dan berperan
sebagai penunjuk arah secara mental terhadap berbagai lokasi pada suatu lingkungan bagi seseorang. Sebuah Landmark memiliki daya tarik visual dan
penempatannya dapat menarik perhatian. Biasanya sebuah Landmark akan memiliki bentuk yang unik serta skala yang lebih menonjol daripada objek
lainnya pada sebuah lingkungan Lynch, 1960. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan, peneliti
mengidentifikasi bahwa bangunan objek yang memiliki ciri khas, dan mempunyai kriteria Landmark seperti yang dikemukakan oleh Lynch 1960 dan
Stankiewiez Kalla 2007 pada kawasan Kampung Madras adalah sebagai berikut gambar 3.28 :
keterangan : 1.
Sun Plaza 2.
Kuil Shri Mahriamman
3. Jembatan Tjong
Yong Hian 4.
Gereja Lama Immanuel
5. Vihara Gunung
Timur
Gambar 3.28. Peta Landmark Kampung Madras
i. Sun Plaza
Sun Plaza gambar 3.29 merupakan sebuah pusat perbelanjaan moderen yang terletak pada jalan K.H. Zainul Arifin. Sun Plaza ini didirikan pada tahun
2003 dan resmi dibuka pada tanggal 1 Januari 2004.
keyplan
Gambar 3.29. Landmark Sun Plaza Medan
Mall yang berdiri pada lahan seluas 29.000 m
2
ini memiliki desain yang moderen dan dinamis. Letaknya yang strategis membuat setiap orang yang
melintas pada jalan K.H. Zainul Arifin pasti akan melirik bangunan ini. Bangunan 6 lantai ini pun paling menonjol, baik dari segi skala maupun gaya bangunannya,
diantara deretan ruko dan bangunan lain yang berada pada jalan K.H. Zainul Arifin gambar 3.30.
Gambar 3.30. Tampak Sun Plaza Medan
Apalagi pada malam hari, gemerlap lampu yang menghiasi sisi depan bangunan semakin menarik perhatian setiap orang yang melintas pada jalan
tersebut gambar 3.29. Tidaklah heran apabila warga kota Medan maupun wisatawan akan menyebutkan Sun Plaza sebagai objek orientasi apabila
ditanyakan mengenai objek Landmark pada kawasan Kampung Madras.
Sun Plaza ini sangat ramai dikunjungi oleh warga kota Medan pada akhir pekan. Banyaknya pengunjung mall ini membuat jalanan disekitar Sun Plaza ini
sering dilanda kemacetan.
ii. Kuil Shri Mahriamman
Kuil Shri Mahriamman 3.31 merupakan kuil Hindu pertama dan tertua di Kampung Madras. Kuil Shri Mahriamman ini telah menjadi saksi bisu
perkembangan kawasan Kampung Madras sejak zaman kolonial. Kuil Shri Mahriamman didirikan pada tahun 1881, sebagai bentuk
penghormatan dan pemujaan kepada Dewi Kali. Gaya arsitektur dari kuil ini sangat kental dengan kebudayaan masyarakat India. Ciri khas utamanya adalah
pada hiasan gopuram gapura berwarna hijau yang terletak pada pintu gerbang kuil. Bagian atas pintu gerbang kuil ini terdapat dua buah patung gajah yang
melambangkan hewan suci dalam kepercayaan umat Hindu.
keyplan
Gambar 3.31. Landmark Kuil Shri Mahriamman
Kuil Shri Mahriamman ini terletak di Jalan K.H. Zainul Arifin. Kuil ini memiliki daya tarik visual sendiri, walaupun letaknya berseberangan dengan Sun
Plaza yang memiliki skala bangunan yang lebih menonjol. Namun, gaya arsitektur
yang unik membuat Kuil Shri Mahriamman ini tetap terlihat lebih menarik daripada bangunan-bangunan lain disekitarnya gambar 3.32. Sehingga kuil ini
sangat layak untuk dijadikan sebagai objek orientasi pada kawasan Kampung Madras.
Gambar 3.32. Tampak Kuil Shri Mahriamman
iii. Jembatan Tjong Yong Hian
Jembatan Tjong Yong Hian gambar 3.33 dibangun pada tahun 1916. Jembatan yang melintas di atas sungai Babura ini dibangun untuk mengenang jasa
Tjong Yong Hian yang telah berkontribusi banyak dalam pembangunan kota Medan, sehingga jembatan ini juga dikenal dengan sebutan jembatan kebajikan.
Dahulunya jembatan ini dijuluki dengan Titi Berlian. Hal ini karena pada malam hari lampu-lampu pada tiang jembatan bersinar seperti berlian.
Jembatan Tjong Yong Hian ini berperan penting sebagai objek orientasi bagi warga Kampung Madras karena jembatan ini menghubungkan antara jalan
K.H. Zainul Arifin Calcutta Straat dengan jalan Gajah Mada Coen Straat. Selain itu jembatan ini juga menghubungkan antara Kecamatan Medan Polonia
dengan Kecamatan Medan Petisah. Pada sisi kanan ujung jembatan terdapat sebuah prasasti yang menceritakan
tentang sejarah Tjong Yong Hian dan Tjong A Fie gambar 3.33. Jembatan ini telah mengalami renovasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
keyplan Titi Berlian 1916
Jembatan Tjong Yong Hian
Prasasti
Gambar 3.33. Landmark Jembatan Tjong Yong Hian
iv. Gereja Lama Immanuel
Gereja Immanuel atau gereja lama gambar 3.24 dibangun pada tahun 1921. Gereja ini merupakan gereja tertua di kota Medan. Gereja ini telah berdiri
sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, dengan nama Indische Kerk atau Staatskerk.
Gereja Immanuel ini berada tepat diseberang kantor Gubernur Sumatera Utara, di jalan Diponegoro. Gereja bergaya arsitektur renaissance ini memiliki
daya tarik visual yang tinggi, walaupun cat putih pada seluruh bangunan ini telah terlihat kusam. Gereja ini memiliki ciri khas dengan puncak menara yang
berbentuk kubah dengan ketiggian hampir mencapai 20 meter gambar 3.34. Pada puncak menara terdapat 4 buah jam yang berada pada keempat sisi menara.
Gereja Immanuel ini khas akan bangunan peningalan Belanda.
keyplan
Gambar 3.34. Landmark Gereja Lama Immanuel
v. Vihara Gunung Timur
Vihara Gunung Timur gambar 3.35 merupakan kelenteng Taoisme terbesar dan tertua di kota Medan. Vihara ini telah berdiri sejak tahun 1930.
Vihara Gunung Timur terletak pada jalan Hang Tuah, tepatnya berada di tepi sungai Babura.
Orientasi bangunan vihara yang menghadap ke sungai Babura, membuat setiap orang yang melintas akan dapat melihat keindahan arsitektur bangunan
vihara yang khas negeri China ini dari atas jembatan jalan Sudirman. Bangunan vihara ini sengaja dibuat menghadap ke sungai Babura, karena dalam Fengshui
dipercaya akan membawa kemakmuran bagi vihara.
keyplan
Gambar 3.35. Landmark Vihara Gunung Timur
3.6.4. Observasi “ Spirit of Place” Terhadap Karakter di Kampung Madras
3.6.4.1. Observasi Cara Membangun Waybuild
Waybuild cara membangun merupakan salah satu elemen penting yang dapat membentuk karakteristik suatu kawasan. Lukic 2011 mengatakan bahwa
ketinggian bangunan pada suatu kawasan dapat membentuk suatu skyline garis langit, dimana skyline ini yang akan mencerminkan karakteristik dari kawasan
tersebut. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan, dapat dilihat bahwa
kawasan Kampung Madras ini memiliki skyline garis langit yang cukup harmonis. Berikut ini hasil observasi terhadap cara membangun waybuild
Kampung Madras berdasarkan pembagian District kawasan gambar 3.36:
Gambar 3.36. Peta District Kampung Madras
keterangan : 1.
District Perdagangan dan
Jasa 2.
District komersil 3.
District fasilitas umum
4. District
permukiman kepadatan jarang
5. District
permukiman kepadatan sedang
6. District
permukiman kepadatan tinggi
i. District Perdagangan dan Jasa
1 2
3 4
5 6
Gambar 3.37. Waybuild pada District
perdagangan dan jasa District perdagangan dan
jasa, ketinggian bangunan berkisar antara 2-4 lantai.
Skyline pada kawasan perdagangan dan jasa ini
cukup harmonis, gambar 3.37, kecuali pada bangunan
yang berada pada sudut jalan K.H. Zainul Arifin,
merupakan bangunan tinggi, dengan jumlah lantai
mencapai 6 lantai. Skyline pada kawasan ini
memuncak pada bangunan Sun Plaza.
ii. District Komersil
District komersil, ketinggian bangunan yang bervariasi,
berkisar antara 2-10 lantai. Kawasan komersil ini
memiliki ciri khas, yakni skyline yang dinamis gambar
Gambar 3.38. Waybuild pada District komersil
3.38, karena ketinggian bangunan yang berbeda-beda.
iii. District Fasilitas Umum
Gambar 3.39. Waybuild pada District fasilitas
umum District fasilitas umum
gambar 3.39, ketinggian bangunan 3-6 lantai.
Skyline pada kawasan fasilitas umum ini cukup
harmonis. Tidak terdapat bangunan dengan ketinggian
yang mencolok.
iv. District Permukiman Kepadatan Jarang
District permukiman kepadatan jarang gambar
3.40, ketinggian bangunan 1- 4 lantai.
Skyline bangunan pada
Gambar 3.40. Waybuild pada District
permukiman kepadatan jarang kawasan ini terlihat tidak
teratur, karena ketinggian bangunan yang berbeda-beda.
v. District Permukiman Kepadatan Sedang
Gambar 3.41. Waybuild pada District
permukiman kepadatan sedang District permukiman
kepadatan sedang gambar 3.41, ketinggian bangunan 2-
3 lantai. Skyline bangunan harmonis,
bangunan-bangunan terlihat rapi dan tertata dengan baik.
vi. District Permukiman Kepadatan Tinggi
District permukiman keapadatan tinggi gambar
3.42, ketinggian bangunan 1- 2 lantai. Skyline bangunan
Gambar 3.42. Waybuild pada District
permukiman kepadatan tinggi pada kawasan ini sangat
tidak harmonis, terlihat sangat semrawut, karena
bangunan-bangunan tersebut tumbuh secara tidak
terencana.
3.6.4.2. Observasi Fasade Bangunan
Elemen penting yang dapat mempengaruhi karakter sebuah kota adalah fasade Robert Venturi, 1967. Jendela, pintu, maupun atap pada sekelompok
bangunan pada tempat tertentu dapat membentuk suatu motif yang dapat menjadi karakter ciri khas dari tempat tersebut, sehingga membedakannya dari tempat
yang lain. Berikut ini hasil observasi terhadap fasade bangunan-bangunan yang berada
pada Kampung Madras berdasarkan pembagian District kawasan : i.
District Perdagangan dan Jasa District perdagangan dan jasa yang berpusat di jalan K.H. Zainul Arifin ini
memiliki beragam bentuk fasade bangunan. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menilai bahwa bentuk fasade bangunan-bangunan pada kawasan ini terlihat
kontras karena memiliki bentuk yang berbeda-beda, walaupun bentuk dasarnya sama, yakni ruko gambar 3.43.
keyplan
Gambar 3.43. Fasade bangunan District perdagangan dan jasa
Adapun fasade bangunan yang paling menonjolkan identitas kawasan perdagangan dan jasa menurut peneliti adalah bangunan Sun Plaza. Hal ini karena
bangunan pusat perbelanjaan moderen ini paling menonjol secara skala dan kontras daripada bangunan lainnya pada kawasan ini gambar 3.44.
keyplan
Gambar 3.44. Fasade Sun Plaza
Fasade bangunan pada district perdagangan dan jasa ini saling menonjolkan identitasnya masing-masing gambar 3.45. Deretan bangunan pada jalan K.H.
Zainul Arifin ini memiliki ketinggian, warna, serta tekstur yang beragam, sehingga hubungan antar elemen-elemen bangunan pada kawasan ini tidak
menciptakan hubungan visual yang baik. Dari segi dimensi juga bangunan-bangunan di kawasan ini cenderung
berbeda, ada bangunan yang mengarah vertikal dan ada yang mengarah
horizontal. Bangunan-bangunan baru di kawasan ini tidak sesuai lagi dengan bangunan lamanya, sehingga pengamat dapat dengan kontras membedakan antara
bangunan lama dan bangunan baru gambar 3.45.
keyplan
segmen A
segmen B
Gambar 3.45. Fasade bangunan JL. K.H. Zainul Arifin
Bangunan di atas gambar 3.45 merupakan salah satu deretan ruko yang berada pada jalan K.H. Zainul Arifin. Dari gambar tersebut dapat dilihat
perbedaan jelas antara bangunan lama dengan bangunan baru. Bangunan- bangunan lama, segmen A dan segmen B bagian kanan gambar 3.45 memiliki
B A
Bangunan baru Bangunan lama
Bangunan lama
Penambahan lantai
Penambahan lantai
skala dan bentuk yang seragam, baik dari bentuk jendela, pintu, maupun atap bangunan. Beberapa bangunan lama telah dimodifikasi dengan menambahkan
jumlah lantai bangunan gambar 3.45. Sedangkan bangunan-bangunan baru terlihat kontras dengan bentuknya masing-masing. Bangunan-bangunan baru
tersebut tidak lagi sesuai dengan bentuk awalnya. Masing-masing bangunan memiliki gaya style-nya yang berbeda. Kondisi ini membuat kawasan ini
memiliki karakter fasade yang semrawut. Eksistensi bangunan-bangunan lama pada kawasan ini telah hampir
tergusur oleh kehadiran bangunan-bangunan baru. Hanya terdapat beberapa bangunan lama yang masih tersisa, salah satunya yang berada pada jalan Teuku
Umar dan jalan Jenggala gambar 3.46. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa elemen-elemen bangunan, seperti bentuk jendela, dan pintu, membentuk suatu
motif yang dapat mencerminkan karakter kawasan. Namun sayang, motif-motif tersebut telah hampir musnah, digantikan oleh bangunan-bangunan baru yang
tidak memiliki identitas khusus. Hal ini sangat disayangkan, mengingat bangunan- bangunan lama ini telah menjadi spirit of place dari kawasan Kampung Madras.
Apabila bangunan-bangunan lama ini dirawat dengan baik, maka dapat menjadi identitas kawasan, seperti pada kawasan Kesawan.
keyplan 1.
Jalan Teuku Umar
2. Jalan Jenggala
Gambar 3.46. Fasade bangunan lama
ii. District Komersil
District komersil yang berada di sekitar jalan Diponegoro sampai jalan K.H. Zainul Arifin ini memiliki beragam bentuk fasad. Kawasan ini didominasi oleh
bangunan tinggi dengan gaya arsitektur moderen, dan memiliki ciri-ciri fasade bangunan yang didominasi oleh penggunaan material panel kaca dan aluminium
composite panel gambar 3.47. Dari hasil observasi, peneliti menilai bahwa skala bangunan pada kawasan ini tergolong baik, sesuai dengan skala ruang jalan yang
lebar.
keyplan 1.
Bank Sumut, Jl. K.H. Zainul Arifin
2. Hotel Tiara, Jl. Imam Bonjol
Gambar 3.47.
Fasade bangunan District komersil
iii. District Fasilitas Umum
District fasilitas umum gambar 3.48 ini memiliki bentuk fasade dengan beragam bentuk. Bangunan-bangunan pada District fasilitas umum ini kontras
dengan bentuk fasade yang berbeda-beda. Berdasarkan observasi, peneliti menilai bahwa fasade bangunan yang paling
berkarakter dan menonjol secara proporsi maupun skala manusia adalah bangunan Kantor Gubernur Sumatera Utara. Hal ini karena bangunan Kantor Gubernur ini
dibuat set back, sehingga dapat memberikan kualitas visual yang baik bagi pengamat.
1
2
keyplan
Kantor Gubernur Sumatera Utara
Perbandingan skala manusia dengan bangunan
Gambar 3.48. Fasade bangunan District fasilitas umum
iv. District Permukiman Kepadatan Jarang
District permukiman kepadatan jarang gambar 3.49 ini memiliki bangunan bentuk fasade yang beragam. Hal ini karena pemilik bangunan umumnya
mendesain sendiri bangunan ataupun kavling tanah yang mereka beli sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Walaupun demikian, bangunan-bangunan
dikawasan ini tetap terlihat seimbang, karena tidak ada bangunan dengan dominan, baik dari segi ketinggian bangunan maupun dari segi luasaan tanah pun
cenderung sama. Kawasan ini memiliki luas persil kavling yang besar, dengan luas bangunan yang besar pula, sehingga kawasan ini memiliki karakter mewah.
keyplan
Gambar 3.49.
Fasade bangunan District permukiman kepadatan jarang
v. District Permukiman Kepadatan Sedang
District permukiman kepadatan sedang gambar 3.50 ini memiliki fasade bangunan yang beragam. Hal ini karena hampir semua bangunan-bangunan di
kawasan ini di bangun ulang oleh pemiliknya, dengan desainnya masing-masing. Namun dari segi proporsi dan skala bangunan di kawasan ini cenderung sama,
tidak ada bangunan yang mendominasi. Kawasan ini memiliki luas persil kavling yang cukup luas, namun memiliki luas jalan yang lebih sempit daripada kawasan
permukiman kepadatan jarang.
1 2
1
2
Gambar 3.50. Fasade bangunan District permukiman kepadatan
sedang
vi. District Permukiman Kepadatan Tinggi
District permukiman kepadatan tinggi yang berlokasi di pinggiran sungai Babura ini memiliki fasade bangunan yang sangat semrawut. Hal ini karena
permukiman ini terbentuk secara tidak terencana. Sebagian bangunan merupakan bangunan semi permanen yang terbuat dari kayu, sebagian lagi merupakan
bangunan permanen dengan tembok bata beratapkan seng gambar3.51. Bangunan-bangunan yang berdiri di pinggiran sungai ini memberikan kesan
visual yang buruk, sehingga kawasan ini berkarakter kumuh. Fasade bangunan- bangunan di kawasan ini tidak beraturan dan terkesan hanya sekedar dibangun
untuk melindungi penghuninya dari panas dan hujan saja.
keyplan
Gambar 3.51. Fasade bangunan District permukiman kepadatan
tinggi
3.6.4.3. Observasi Visualisasi
Schulz 1980 mengatakan bahwa visualisasi merupakan wujud penyesuaian antara manusia dengan alam lingkungan. Manusia akan membangun tempat
dengan memvisualisasikan apa yang ia lihat pada alam lingkungan dimana ia berada.
Bangunan-bangunan pada Kampung Madras merupakan wujud pelingkup pembatas enclosure, dimana bangunan-bangunan ini membentuk suatu ruang
linear berupa jalur Path. Karakter serta fungsi bangunan yang berbeda membentuk District-District kawasan yang semakin memperkuat batas
enclosure kawasan. Sedangkan simbolisasi symbolization berfungsi untuk melambangkan
eksistensi manusia. Manusia menggunakan dan menggabungkan berbagai elemen arsitektur untuk menyimbolkan identitas dari pemilik bangunan maupun kegiatan
yang berlangsung di dalamnya yang berbeda-beda.
Dan wujud visualisasi manusia yang terakhir adalah pelengkap compliment. Dimana pelengkap compliment ini berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang beragam. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan, peneliti melihat bahwa
bentuk visualisasi manusia pada kawasan Kampung Madras adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2. Observasi Visualisasi
Kawasan Kampung Madras
Visualisasi Pelingkup
enclosure Simbolisasi
s
ymbolization Pelengkap
compliment
1. Kawasan
perdagangan dan jasa
Bangunan ruko dibangun
berhimpitan menyesuaikan
dengan
luas kavling yang
kecil. penggunaan dan
penggabungan beragam material
mis: kaca, aluminium
composite, dll untuk menonjolkan
identitas toko. lantai dasar
bangunan digunakan sebagai
tempat usaha bagi pemiliknya dan
lantai atas sebagai tempat hunian.
2. Kawasan Komersil
Bangunan dibuat
menjulang tinggi
untuk mengatasi luas
bangunan mengingat
ukuran jalan yang tidak
terlalu lebar. Penggunaan
material kaca untuk memperkuat kesan
kokoh dan kuat pada
bangunan tinggi.
Bangunan dibuat berlantai banyak
untuk mengakomodasi
beragam kegiatan yang berlangsung
di dalamnya.
3. Kawasan Fasilitas
Umum Bangunan
dengan kavling yang luas.
Penggunaan dan penggabungan
berbagai elemen arsitektur untuk
menegaskan kekuasaan, karena
Bangunan berlantai banyak
untuk mengakomodasi
kegiataan yang beragam.
kawasan ini didominasi oleh
fungsi pemerintahan.
4. Kawasan
Permukiman Jarang Bangunan
berbentuk villa pada
kavling yang luas
Penggunaan dan penggabungan
berbagai elemen arsitektur untuk
menegaskan identitas sosial
pemilik bangunan. Bangunan dibuat
besar dan mewah untuk
mengakomodasi kebutuhan
pemiliknya.
5. Kawasan
Permukiman Sedang
Bangunan berbentuk villa
pada kavling yang tidak
begitu luas Penggunaan dan
penggabungan berbagai
elemen arsitektur untuk
menegaskan identitas sosial
pemilik bangunan. Luas
bangunan disesuaikan
dengan kebutuhan pemiliknya.
6. Kawasan
Permukiman Padat Bangunan
sederhana pada bantaran sungai
Babura. Permukiman ini
muncul karena keterbatasan
lahan kosong. penggunaan
material sederhana berupa kayu dan
atap seng. konsep dasar
dwelling, untuk melindungi
manusia dari panas dan hujan.
3.7. Metode Analisa Data