dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan memberikan
tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah penyimpangan hazard dari
agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost Hendriksen, 2000: 221. Secara umum tidak mungkin bagi prinsipal atau agen,
pada tingkat biaya sebesar nol, dapat menjamin bahwa agen akan membuat keputusan optimal dari sudut pandang prinsipal.
Pada suatu perusahaan, konflik kepentingan ini terjadi antara manajemen dan pemegang saham atau stock holders. Konflik kepentingan tersebut dapat timbul
dari adanya kelebihan aliran kas atau excess cash flow. Kelebihan arus kas cenderung akan diinvestasikan melebihi tingkat yang optimum dan sering
digunakan untuk konsumsi secara berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan atau excessive perquisites. Konflik tersebut juga dapat
disebabkan perbedaan antara pemegang saham yang lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi, sementara
manajemen lebih memilih investasi dengan resiko lebih rendah untuk melindungi posisinya Keown, 2000: 609
G. Cara-cara Mengatasi Konflik Agensi
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan atau agency cost :
Universitas Sumatera Utara
1. Meningkatkan kepemilikan dari dalam insider ownership atau kepemilikan
manajerial, menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Imanda dan Nasir 2006. 2.
Dengan menggunakan kebijakan hutang. Easterbrook 1984 dalam Imanda dan nasir 2006 berargumen bahwa pemegang saham akan melakukan monitoring
terhadap manajemen namun bila biaya monitoring terssebut terlalu tinggi maka mereka akan menggunakan pihak ketiga untuk membantu mereka melakukan
monitoring. 3.
Melalui peningkatan Divident Payout Ratio DPR atau rasio terhadap laba bersih. Crutchley dan Hansen 1989 menyatakan bahwa pembayaran dividen
akan menjadi alat monitoring sekaligus bonding bagi manajemen. 4.
Dengan cara mengaktifkan monitoring melalui investor- investor institusional. Adanya kepemilikan oleh institusional investor akan mendorong
pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen Imanda dan Nasir, 2006
Konflik agensi antara pemilik dengan manajer menurut Mardiyah 2002 dalam Shelly 2009 dapat diatasi dengan beberapa cara : pemilik menempatkan
fungsi monitoringpemantauan yaitu dengan penyusunan laporan keuangan periodik untuk kepentingan pemilik, dan menempatkan fungsi auditing yang
bersifat independen dalam menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan.
Menurut Irfan 2002 dalam Shelly 2009, ada beberapa mekanisme yang dapat digunakan untuk memotivasi para manajer agar mereka bertindak sesuai
dengan keinginan pemegang saham, diantaranya adalah : a. ancaman pemecatan; b. ancaman pengambilalihan takeover; dan c. kompensasi manajerial.
Alternatif yang pertama pemecahan mungkin sulit dilakukan dalam sebuah perusahaan yang telah benar-benar go public dan tidak ada pemegang saham yang
Universitas Sumatera Utara
mayoritas. Namun dalam kondisi yang sebaliknya ada pemegang saham yang mayoritas maka mekanisme bisa dijalankan. Biasanya perusahaan-perusahaan di
Indonesia memiliki struktur seperti kondisi yang kedua. Alternatif yang kedua yaitu takeover juga merupakan motivasi bagi manajer. Oleh karena itu, jika
sampai terjadi pengambilalihan perusahaan oleh pihak lain karena kinerjanya yang buruk maka mungkin sekali ia tidak dipakai oleh pemilik baru di perusahaan
tersebut dan sebaliknya jika masih dipakai oleh pemilik baru, kewenangannya mungkin akan jauh berkurang atau tidak lagi seperti sebelumnya. Namun pada
sisi lain manajer dimungkinkan juga melakukan strategi perlawanan dengan melakukan taktik poison pill atau greenmail. Poison pill adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh manajemen untuk membuat sebuah perusahaan menjadi tidak menarik bagi calon pembeli sehingga terhindar dari pengambilalihan. Greenmail
adalah situasi dimana perusahaan dengan maksud untuk mencegah pengambilalihan membeli kembali saham dari pihak penyerangnya dengan harga
di atas harga pasar. Alternatif yang ketiga sebagai sarana untuk mengendalikan manajemen dapat dijalankan dengan melakukan suatu paket kompensasi berupa
program exsecutive stock option, yaitu penawaran insetif yang memungkinkan para manajer untuk membeli saham perusahaan pada waktu tertentu di masa yang
akan datang dengan harga tertentu atau bisa juga dalam bentuk alternatif lainnya, yaitu performance share, dimana manajer diberi imbalan berupa saham atau
imbalan lainnya berdasarkan kinerja perusahaan pada suatu waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Penelitian Terdahulu