adanya kepemilikan saham oleh pihak insiders, maka insiders akan ikut memperoleh manfaat langsung atas keputusan-keputusan yang diambilnya,
selain itu para manajer juga akan semakin hati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena mereka akan memeperoleh manfaat langsung dari
keputusan yang mereka ambil serta akan menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Sehingga kebangkrutan
perusahaan bukan lagi menjadi tanggung jawab pemilik utama. Trisyanti 2009 dalam Diah 2009 menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial itu sendiri dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan atau prosentase saham yang dimiliki oleh dewan direksi dan manajemen.
Prosentase tersebut diperoleh dari banyaknya jumlah saham yang dimiliki oleh manajerial. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada
perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham dimana pemegang saham adalah dirinya sendiri.
3. Free Cash Flow
Free cash flow merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan
lagi untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap Ross et al, 2000 dalam Tarjo dan Jogiyanto 2003. Aliran kas bebas merupakan bagian arus kas
perusahaan yang tidak diinvestasikan secara menguntungkan Keown et al, 2000. Kas tersebut biasanya akan menimbulkan konflik kepentingan antara
manajer dan pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
Konsep free cash flow FCF adalah perluasan dari konsep biaya keagenan ke dalam manajemen struktur modal dengan pengertian sebagai
berikut. ”Arus kas bebas adalah arus kas lebih yang dibutuhkan untuk mendanai semua proyek yag memiliki nilai sekarang NPV positif saat
diskonto dengn biaya modal yang relevan. ” Jensen, 1986: 323. Penman 2001 mendefinisikan ” free cash flow sebagai kas dari laba
operasi setelah menahan sebagian laba tersebut sebagai asset dan merupakan kas bersih yang dihasilkan dari operasi yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar klaim atas hutang dan ekuitasnya”. Arus kas bebas yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan
keputusan yang buruk yang bukan demi kepentingan pemegang saham biasa perusahaan. Dengan kata lain, manajer memiliki kecenderungan untuk
menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku opportunistik yang lain karena mereka menerima manfaat yang penuh dari
kegiatan tersebut tetapi kurang mau menanggung resiko dari biaya yang dikeluarkan. Ini mengarah pada yang disebut sebagai hipotesis kontrolnya
untuk penciptaan maupun peningkatan hutang Jensen, 1986. Cara mengatasi dugaan penggunaan free cash flow oleh manajer seperti
yang diuraikan di atas, Jensen 1986 mengusulkan perlunya pembentukan hutang yab disebut ”control hypothesis”. Dengan demikian, pemegang
saham perusahaan akan memiliki control yang meningkat atas tim manajemen mereka. Sebagai contoh, jika perusahaan mengeluarkan hutang
baru dan menggunakan hasilnya untuk menarik saham yang beredar atau
Universitas Sumatera Utara
membayar deviden, manajemen diwajibkan untuk mengeluarkan uang kas untuk membayar bunga dan pokok atas hutang tersebut yang secara
bersamaan mengurangi jumlah free cash flow Isrina, 2006.
B. Kebijakan Hutang