Pernikahan Dini dan Disfungsinya dalam Keluarga

30 dewasa baik bagi perempuan maupun laki-laki. Padahal aqil baliq bukanlah tanda seseorang sudah dewasa tetapi tanda seseorang memasuki masa remaja atau transisi. Adapun anggapan masyarakat ini muncul dari adanya perspektif agama yang tidak membatasi usia seseorang untuk menikah, misalnya agama Islam yang dalam perspektif hukumnya mengatakan bahwa pernikahan yang dilakukan pada usia remaja atau muda, bukan usia tua hukumnya sunnah atau mandub, karena tidak ada alasan menunda-nunda pernikahan selama tetap melangkah dengan iringan niat tulus melaksanakan syariat Islam Dwi Rifiani, 2011.

2.2 Pernikahan Dini dan Disfungsinya dalam Keluarga

Dalam beberapa penelitian sebelumnya, pernikahan dini dikatakan mampu membantu ikatan suci dalam membentuk keluarga harmoni, dimana beberapa peneliti menyakini bahwa pernikahan dini masih berfungsi dalam membangun ikatan suci dan harmoni, seperti yang diungkapkan Sawardi 2009 dalam penelitiannya yang menemukan bahwa pernikahan dini mampu membantu ikatan suci keluarga karena mampu membangun rasa setia dan keberkahan yang di pancarkan setelah terjadi jalinan pernikahan. Hal senada juga ditemukan oleh Rofidah, dkk 2009, yang dalam penelitian mereka mendapati bahwa pernikahan dini terbukti dapat menciptakan sikap arif terdapat pasangan nikah yang ditunjukkan sikap menerima keadaan akan tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan dan keadaan ekonomi. Pasangan nikah muda mampu menerima segala kondisi pasangannya sehingga terbentuk keluarga yang harmonis. Namun, tidak semua pernikahan dini berjalan dengan harmonis, dimana banyak kritikan yang ditempatkan pada mereka yang menikah di usia dini. Beberapa penelitian menemukan kebalikan dari penemuan pertama, yaitu bahwa Universitas Sumatera Utara 31 pernikahan dini mampu meruntuhkan ikatan suci berkeluarga. Disfungsi pernikahan dini telah terbukti dengan ditemukannya keluarga yang berantakan dalam menjalani tatanan yang harmoni. Keluarga yang tidak harmoni akan merujuk pada keluarga yang broken home, dimana fungsi dari terbentuknya sebuah keluarga melalui pernikahan atau perkawinan tidak dapat berjalan sesuai fungsinya. Adapun fungsi- fungsi dari sebuah keluarga dari pernikahan dini yang tidak terpenuhi hingga sulit membentuk keluarga harmonis adalah sebagai berikut: a. Fungsi ekonomi, dimana mereka yang menikah dini cenderung berada dalam ekonomi menengah ke bawah miskin sehingga sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara materi. Seperti yang diungkapkan Ardhikari 1996 dalam penelitiannya, yang menemukan bahwa pernikahan dini cenderung melahirkan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan seseorang untuk bekerja malas, melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan seseorang itu dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu menguhubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Hal inilah yang terjadi pada pasangan pernikahan dini, dimana mereka yang merupakan pasangan nikah dini atau muda cenderung merupakan orang yang tidak terpelajar dan tidak terlatih, sehingga tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang layak. Akibatnya kebanyakan dari mereka berkerja sebagai buruh, pemulung, penggali pasir dengan pendapatan yang rendah dan hidup dalam keterbatasan ekonomi. Universitas Sumatera Utara 32 b. Fungsi sosialisasi dan afeksi, dimana keluarga merupakan tempat pertama anak bersosialisasi dan menerima afeksi atau kasih sayang dari orang tuanya. Mereka yang menikah di usia muda cenderung susah untuk menjaga dan memelihara anak-anaknya seperti orang tua yang menikah di usia dewasa atau matang karena mereka sendiri cenderung berada dalam posisi yang masih labil secara psikisnya, sehingga dalam adat, banyak masyarakat yang telah meninggalkan tradisi menikah di usia muda. Seperti penelitian Pasaribu 2009 yang menyimpulkan terjadi banyak pasangan nikah yang meninggalkan tradisi pernikahan dini dengan alasan karena berbuah pada rumitnya menjalin hubungan yang harmoni. Dimana Pasaribu menemukan bahwa sekarang calon pasangan lebih suka melestarikan adat perkawinan lain yaitu menikah pada usia diatas batas yang telah mentradisi. Artinya masyarakat suku Pakpak Kelasen mulai menyadari bahwa menikah di usia dini memberikan resiko yang lebih besar tertutama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga karena cenderung mereka yang menikah usia muda berada pada masa yang labil sehingga mereka mulai meninggalkan tradisi pernikahan dini. Zuklifi 2011 juga menemukan bahwa masyarakat yang melakukan pernikahan usia dini setelah menjalani kehidupan rumah tangga sulit untuk memberikan sosialisasi nilai dan norma keluarga dan masyarkat karena mereka sendiri menghadapi permasalahan seperti stress dan mudah marah yang sering memicu terjadinya konflik. Stress di sini terjadi karena emosi mereka yang masih labil dikarenakan adanya sikap egois yang masih tinggi dan adanya pemikiran yang belum matang atau dewasa dalam menghadapi segala permasalahan bahtera rumah tangga terutama dalam permasalahan Universitas Sumatera Utara 33 penyesuaian karakter masing-masing dan komunikasi, sehingga mereka terutama perempuan yang menikah dini sering mengalami gangguan pada kesehatan psikologisnya, dimana mereka yang labil dan menjadi stress. c. Fungsi reproduksi dan keturunan, dimana sebuah keluarga dibentuk sebagai tempat melepaskan hawa nafsu dan menghasilkan anak sebagai penerus keturunan dalam keluarga. Namun pada mereka yang menikah muda, untuk alat reproduksi dan kehamilan bagi perempuan cenderung beresiko lebih besar dibandingkan mereka yang menikah di usia yang sudang matang. pernikahan dini bagi perempuan sangat perlu diperhatikan, karena perempuan yang masih dalam pertumbuhan biasanya baik secara fisik maupun biologis belum cukup matang untuk memiliki anak sehingga rentan menyebabkan kematian anak dan ibu pada saat melahirkan. Selain itu, perempuan dengan usia kurang dari 20 tahun yang menjalani kehamilan sering mengalami kekurangan gizi dan anemia. Gejala ini berkaitan dengan distribusi makanan yang tidak merata, antara janin dan ibu yang masih dalam tahap proses pertumbuhan Noveri Aisyaroh, 2010. Hal ini juga diungkapkan Shawaky dan Milaat 2000 dalam penelitiannya yang menemukan bahwa pernikahan dini bukan hanya menciptakan status buruh, tetapi juga keguguran saat kehamilan, hingga kematian janin dan kematian bayi. Banyak pasangan yang menikah muda terpaksa bekerja sebagai buruh untuk menghidupi keluarganya baik itu buruh tani atau pun buruh pabrik. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan para pasangan pernikahan dini rendah sehingga sulit mencari perkerjaan yang lebih baik. Kehamilan usia muda dan kemiskinan menjadi pemicu tingginya tingkat keguguran dan kematian bayi dan ibu hamil. Hal ini dikarenakan secara Universitas Sumatera Utara 34 biologis organ produksi belum siap untuk melahirkan dan secara ekonomi pasangan pernikahan dini tidak memiliki biaya sehingga sulit untuk mencukupi gizi anak dan ibu hamil serta sulit untuk membiayai prosesi kelahiran ibu di rumah sakit.

2.3 Pernikahan Dini Sebagai Media Peraih Kuasa dan Simbol Kemuliaan