56
b. Perkawinan dengan etnis di luar lingkungan batak, yaitu dengan etnis
Jawa, Minang, Melayu, Manado dan sebagainya.
4.2 Konsep Perkawinan Ideal pada Masyarakat Karo Di Desa Suka Dame
Suatu perkawinan dikatakan ideal dalam masyarakat karo bila memenuhi semua aspek dan tidak melanggar aturan atau norma yang ada di dalam masyarakat,
dimana bila dilihat dari aspek umur sesuai dengan topik penelitian pernikahan di usia dini bukan merupakan pernikahan yang ideal bagi masyarakat karo, karena
sesuai dengan beberapa penjelasan orang Karo seperti Bapak Salim Ginting bahwa: “Orang tua dalam masyarakat Karo tidak ada yang senang anaknya
menikah di usia muda apalagi masih sekolah karena orang tua merasa anaknya belum siap untuk berkeluarga.”
Adapun dalam masyarakat Karo,seorang perempuan dan laki-laki dikatakan
ideal menikah di usia 21 tahun ke atas, namun untuk laki-laki selain umur kemapananya juga dilihat sebagai suatu syarat perkawinannya dikatakan ideal.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat karo menganut sistem patrilineal yang mana laki-laki sebagai kepala keluarga bertanggung jawab penuh
untuk memenuhi segala kebutuhan keluarganya. Oleh sebab itu, seorang laki-laki dikatakan sudah ideal menikah jika dia sudah mandiri dengan mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri dan keluarganya nantinya. Dalam penjelasan singkatnya perempuan dan laki-laki dalam masyarakat Karo sudah ideal menikah jika sudah
menginjak umur dewasa yaitu 21 tahun keatas, karena diumur tersebut seseorang mulai dewasa dalam berpikir dan bersikap sehingga dianggap sudah bisa masuk ke
dalam dunia keluarga, ditambag laki-lakinya harusmemiliki pekerjaan tetap sehingga nantinya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
57
Bila dilihat dari aspek adat masyarakat Karo, perkawinan tersebut dapat dikatakan ideal, apabila melalui proses yang mehamat bagus yaitu melalui proses
lamaran atau nungkuni dalam bahasa Karo, dimana pihak cowok beserta dengan anak berunya datang ke rumah orang tua cewek untuk mengutarakan maksud dan
tujuannya yaitu meminang putrinya. Proses ini dilakukan untuk meminta izin kepada orang tua perempuan untuk menikahi anaknya. Jika telah mendapat persetujuan
biasanya dilanjutkan dengan pudun untuk menentukan hari pernikahannya. Selain itu, perkawinan dalam masyarakat Karo dapat dikatakan ideal bila tidak
menyalahi aturan dari adat orang karo. Dimana aturan terpentingnya adalah tidak boleh menikah dengan sesama merga atau turangnya karena dianggap saudara
sedarah terkecuali marga sembiring dan perangin-angin seperti yang dijelaskan sebelumnya. Selain itu, ada juga yang berbeda marga tidak boleh menikah karena
tutur di dalam keluarga mereka adalah turang. Mereka yang melanggar akan terkena sanksi. Di zaman dahulu orang-orang yang menikah dengan sesama marga akan
dihukum dengan diusir dari kampung dan mereka akan dibuang ke daerah sunggal, namun sekarang aturan adat Karo yang tidak seketat dulu, sehingga orang yang
menikah dengan sesama marga tidak lagi diusir tetapi tetap dikucilkan di dalam masyarakat.
Dari ulasan tersebut maka dapat disebutkan ada 3 hal dasar dalam masyarakat karo, dimana suatu perkawinan dapat dikatan ideal, yaitu:
1. Dilakukan di umur yang sudah cukup dewasa dimana idealnya sesuai
dengan Undang-Undang yaitu 21 tahun untuk perempuan dan laki-laki. Laki-laki harus sudah mandiri dan mapan sudah berkerja.
Universitas Sumatera Utara
58
2. Adanya proses lamaran atau meminta izin terlebih dahulu kepada orang tua
secara baik-baik yang dalam masyarakat Karo disebut dengan “nungkuni” dan bukan melalui “nangkih”.
3. Tidak melanggar aturan atau norma adat yang ada di dalam masyarakat
yaitu tidak satu merga atau mereka yang dalam tutur orang Karo erturang.
4.3 Adat “Nangkih” Sebagai Jalan Tengah Mengatasi Perkawinan di Desa Suka Dame