Pernikahan Dini Sebagai Media Peraih Kuasa dan Simbol Kemuliaan

34 biologis organ produksi belum siap untuk melahirkan dan secara ekonomi pasangan pernikahan dini tidak memiliki biaya sehingga sulit untuk mencukupi gizi anak dan ibu hamil serta sulit untuk membiayai prosesi kelahiran ibu di rumah sakit.

2.3 Pernikahan Dini Sebagai Media Peraih Kuasa dan Simbol Kemuliaan

Suhadi mengatakan beberapa penelitian menemukan bahwa pernikahan dini adalah media peraih kuasa, dimana pernikahan dini terjadi karena pergulatan akan kekuasaan dan pengendalian peran. Seperti penelitian Muda 2008 yang menegaskan bahwa fenomena pernikahan dini bukanlah pilihan pasangan pengantin. Muda lebih fokus pada kajiannya tentang pergulatan dalam mendapatkan status sosial di suatu sistem sosial ketika terjadi pernikahan dini. Menurut Muda, anggota masyarakat yang memiliki akses untuk mendapatkan status sosial, cenderung segera melakukan pernikahan dini. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki relasi dan status sosial dalam sistem sosial cenderung menunda dengan berbagai alasan dan syarat yang rumit, seperti meminta untuk dibawakan barang mahal seperti emas, perak, perhiasan, ternak dan sebagainya sebagai alat pertukaran anggota mereka yang akan melangsungkan pernikahan dini mahar. Dimana keluarga wanita akan melihat calon besan atau menantunya. jika merupakan orang penting atau terhormat di dalam masyarakat yang memiliki relasi dan status sosial yang tinggi maka mereka akan mengizinkan anaknya menikah dini dengan tujuan agar dapat menaikkan statusnya dalam masyarakat dan meraih kekuasaan dari relasi besannya yang kuat. Dalam penelitian Wardhany 2009 juga menemukan bahwa kekuasaan sebagai kado spesial saat menikahi perempuan di bawah umur, dimana dengan menikah seseorang akan mendapat peran yang lebih dibanding peranan mereka Universitas Sumatera Utara 35 sebelum menikah. Adapun Wardhany menemukan bahwa kekuasaan tersebut di dapat oleh laki-laki dimana tanda-tanda kekuasaan pada saat menikah yaitu: berprilaku agresif, berkepuasan, bebas meluap rasa jengkel, selalu menang sendiri, rasa menekan, dan luapan kemarahan. Perempuan sebagai pihak yang tidak mendapatkan kekuasaan selalu berada di bawah dan di tindas oleh laki-laki sehingga tidak jarang pernikahan dini menciptakan Kekerasan dalam Rumah Tangga KDRT kepada pihak perempuan dan anak. Pernikahan dini memiliki relasi dengan kekuasaan juga dapat dilihat dalam temuan Suhadi dengan penelitiannya pada masyarakat Baduy 2010 yang menemukan bahwa masyarakat baduy hanya melakukan pernikahan endogami dan menghindari pernikahan eksogami. Hal ini dikarenakan mereka yang melakukan pernikahan eksogami akan kehilangan kekuasaan secara adat, dimana mereka harus keluar dari mandala atau dilarang memasuki lagi daerah mandala kawasan yang dianggap suci dan kehilangan hak sosial dan budaya istimewa prihal pemilikan tanah adat, rumah dan upaca ritus hidup yang mampu menumbuhkan emosi, moral, hingga ilmu kekebalan fisik. Akibatnya tidak diperbolehkan perkawinan eksogami, banyak penduduk Baduy yang melakukan pernikahan dini untuk menjaga persatuan dan tali persaudaraan agar tidak dapat diganggu oleh orang dari suku luar dan untuk meneruskan garis keturunan masyarakat Baduy. Selain hal yang telah diungkapkan di atas, pernikahan dini juga dianggap sebagai simbol kemuliaan seperti penelitian Leleury 2010 tentang reproduksi kemuliaan sebagai defenisi akan ritual perkawinan, dimana Leleury dalam penelitiannya tentang kewajiban perkawinan levirat menyimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah menghasilkan keturunan untuk meneruskan nama dari orang Universitas Sumatera Utara 36 yang telah meninggal sehingga namanya tidak hilang. Pernikahan ini juga berperan melanjutkan hak waris atau harta milik keluarga yang telah meninggal. Dengan demikian, pernikahan akan secepatnya dilakukan jika ada keinginan untuk mendapatkan keberlangsungan status sosial sebagai simbol.

2.4 Pernikahan Dini Sebagai Penghambat Pembangunan