bereaksi untuk mengatasi keadaan tersebut. Pada waktu tanaman inang gugur daunya, benalu akan mengikuti cara tersebut sehingga
penguapan air terbatas. Pengaruh musim kemarau panjang sering menyebabkan benalu yang tumbuh di dekat batang lebih kuat
mengatasi situasi yang tidak menguntungkan tersebut. Pada daerah- daerah yang bulan keringnya sedikit, serta di daerah yang lembab
pertumbuhan benalu lebih baik daripada di daerah kering. e.
Hubungan antara inang dan benalu Hubungan antara tumbuhan benalu dengan tanaman inangnya telah
lama dipertanyakan oleh ahli botani, apakah hubungan tersebut seperti okulasi pada tanaman. Docters Van Leeuwen 1945 dalam tulisannya
tentang benalu di jawa, pernah menyinggung kemungkinan adanya hubungan timbal balik, seperti hubungan okulasi pada benalu
dendrophthoe magna yang hidup di atas Quereus pseudomoliveca yang hampir semua tajuknya didominasi oleh benalu tersebut. Pada
peristiwa autoparasit atau hiperparasit yang pendukungnya sama-sama benalu diduga keras hubungannya seperti okulasiPitojo,1996.
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan yang dapat larut sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sampel yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, protein dan lain – lain. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai sampel dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain – lain.
Prosedur ekstraksi yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari
tanaman menggunakan pelarut yang selektif. Tanaman yang diekstrak mengandung campuran kompleks dari metabolit seperti alkaloida, glikosida,
terpenoid, flavonoid.
Universitas Sumatera Utara
Metode ekstraksi dengan maserasi adalah proses pengekstrakkan sampel dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau
pengadukan pada temperature ruangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukkan yang kontinu terus – menerus. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya Depkes, 2000.
2.3 Senyawa Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit pada makhluk hidup dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit
primer didefinisikan sebgai produk akhir dalam proses metabolisme makhluk hidup yang fungsinya sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme
tersebut, serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya, protein, lemak, karbohidrat dan DNA. Sedangkan senyawa metabolit sekunder dapat
didefenisikan sebagai suatu produk metabolic yang dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder makhluk hidup, dimana produk tersebut bukan merupakan
kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh, serta terbentuk secara ekstraseluler. Metabolit sekunder banyak bermanfaat bagi manusia, dan makhluk hidup lain
karena banyak diantaranya bersifat sebagai obat, vitamin, pigmen Pratiwi, 2008 Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan kimia dalam suatu
tumbuhan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Senyawa metabolit sekunder yang
memiliki khasiat untuk kesehatan diantaranya, alkaloid, flavonoid, terpenoid,
tannin, dan saponin.
2.3.1 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu
atau lebih gugus hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tumbuhan termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid dapat bekerja
sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak Sirait, 2000. Sejumlah
Universitas Sumatera Utara
flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat menolak sejenis ulat tertentu Sastrohamidjojo, 1996. Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan
menambahkan larutan besi III klorida 1 dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau, merah ungu, ataupun hitam kuat Mailandari, 2012.
2.3.2 Alkaloid
Alkaloid adalah metabolit basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam gabungan berbentuk siklik.. Alkaloid umumnya memiliki
sifat padatan kristal, sedikit alkaloid berbentuk amorf, dan sebagian ada yang cair, bersifat basa, berasa pahit, kebanyakkan alkaloid tidak berwarna. Pada umumnya
basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, tetapi ada beberapa yang dapat larut dalam air Sastrohamijdojo, 1996. Alkaloid dapat dideteksi dengan
menggunakan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Bouchardat Mailandari,2012.
2.3.3 Saponin
Pembentukkan busa sewaktu mengesktraksi tumbuhan atau pada saat memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Uji saponin yang sederhana
adalah mengocok ekstrak alcohol – air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan diperhatikan apakah terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan. Saponin
juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah Harborne, 1996.
2.3.4 Terpenoid
Terpenoid adalah suatau senyawa yang tersusun atas isoprene dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C
5
. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpene dan seskuiterpen yang
mudah menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap triterpene dan sterol. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dn terdpat
dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diidentifikasi dengan pereaksi Liberman-Bouchard anhidrat asetat-asam sulfat yang memberikan
warna hijau kehitaman sampai biru Mailandri,2012.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Toksitologi
Toksitologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya Tjay, 2002. Toksikologi merupakan ilmu yang lebih tua dari Farmakologi. Disiplin ini mempelajari sifat-
sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Sedikitnya 50.000 zat kimia kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat dihindarkan, maka
kita harus sadar tentang bahayanya Ganiswarna, 1995. Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek
toksik. Pada umumnya, hebatnya reaksi toksis berhubungan langusng dengan tingginya dosis, bila dosis diturunkan, efek toksis dapat dikurangi pula
Tjay, 2002. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan
ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan bahwa dosis
menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun dosis sola facit venenum. Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat
racun, namun dosis tepat merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama
sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang kuat dapat
menimbulkan efek farmakoterapeutik Ganiswarna, 1995. Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun,
menyebabkan toksikologi tidak hanya meliputi sifat-sifat racun, tetapi lebih penting lagi mempelajari keamanan setiap zat kimia yang dapat masuk ke dalam
tubuh. Zat-zat kimia itu disebut xenobiotik xeno = asing. Setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara
luas Ganiswarna, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik adalah dengan uji toksisitas terhadap larva udang dari Artemia Salina Leach
Brine ShrimpLethality Test. Metode ini sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah,