Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor terstruktur untuk meningkatkan aktivitas belajar matemetika siswa (penelitian tindakan kelas di SMP Islam al-Ikhlas Cipete)

(1)

SKRIPSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE KEPALA BERNOMOR TERSTRUKTUR

UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR

MATEMATIKA SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete)

Oleh:

MARIYATUL QIBTHIYAH

NIM: 105017000428

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2010


(2)

ABSTRACT

MARIYATUL QIBTHIYAH (105017000428), "Application of Model Cooperative Learning Thype Structured Numbered Heads to Improve Student Mathematics Learning Activities." Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, August 2010.

The purpose of this study is to study “Does model Cooperative Learning Thype Structured Numbered Heads can enhance mathematics learning activities”. This research was conducted in SMP Islam Al-Ikhlas Cipete in academic Year 2009/2010. The method used in this study is the Classroom Action Research, which consists of four stages of planning, execution, observation, and reflection. The research instrument used is the observation sheet activities, the daily student journals, interview, field note, and test questions. Research results revealed that the application of Model Cooperative Learning Thype Structured Numbered Heads can enhance mathematics learning activities, from the percentage average in first cycle is 58,4% could improve to 75% in second cycle. The activities which improved such as visual activities 80%, oral activities 70%, writing activities 75%, mental activities 70%, and emotional activities 80%. Hopefully this research can be useful to improve the quality of education in Indonesia.


(3)

ABSTRAK

MARIYATUL QIBTHIYAH (105017000428), ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, 2) Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur pada pelajaran matematika, 3) Apakah model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas, jurnal harian siswa, wawancara, catatan lapangan, dan tes. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, dari persentase rata-rata sebesar 58,4% pada siklus I meningkat menjadi 75% pada siklus II. Aktivitas-aktivitas yang meningkat pada penelitian ini diantaranya aktivitas visual 80%, aktivitas oral 70%, aktivitas menulis 75%, aktivitas mental 70%, dan aktivitas 80%. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya meningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan, dan sebagai dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,

dan sebagai dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika.

4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.

5. Bapak Drs. H. Prasetyo, selaku kepala SMP Islam Al-Ikhlas Cipete yang telah

banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

6. Bapak Drs. H. Muchroji, selaku guru pamong tempat penulis mengadakan

penelitian.

7. Ayahanda (H. Ahmad Supandi) dan ibunda (H. Siti Mas’ulah) tercinta yang

senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakakku (Abdul Luthfi, S.Pd.I) dan adikku (Sirojul Kahfi) tercinta yang

senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

9. Untuk masku (Teguh Imam Santoso, S.Kom) yang selalu memberi support dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi dan keluarga yang telah banyak mendoakan.

10.Siswa dan siswi kelas VII-B SMP Islam Al-Ikhlas Cipete, yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

11.Sahabat-sahabat terbaikku Novi, Rindy, Fitria, Dewi, Ina, Mila, Dini, Ria, Qory dan Ade serta seluruh teman-teman ku tercinta, mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, khususnya kelas A, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

12.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi

serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, 20 Agustus 2010

Penulis

Mariyatul Qibthiyah


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 4

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 5

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 9

A. Deskripsi Teoritik ... 9

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 9

a. Pengertian Matematika... 9

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika... 11

c. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Matematika ... 14

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur ... 18


(7)

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 18

b. Pengertian Kepala Bernomor Terstruktur ... 21

3. Aktivitas Belajar... 24

a. Pengertian Aktivitas Belajar ... 24

b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar ... 25

c. Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika ... 29

B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ... 32

D. Hipotesis Tindakan ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan ... 35

1. Metode Penelitian... 35

2. Desain Penelitian... ... 37

C. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 38

D. Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian... 39

E. Peran dan posisi Peneliti dalam Penelitian... 39

F. Tahapan Intervensi Tindakan ... 40

G. Data dan Sumber Data ... 46

H. Teknik Pengumpulan Data ... 46

I. Instrumen Penelitian ... 47

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthinees) Study ... 51

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 52

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 53

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN ... 55

A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan ... 55

1. Survei Pendahuluan ... 55


(8)

2. Tindakan Pembelajaran pada Siklus I ... 57

3. Tindakan Pembelajaran pada Siklus II... 84

B. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 101

C. Analisis Data ... 102

D. Pembahasan Temuan Penelitian ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 114


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Penelitian... 35

Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus I... 48

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siklus II... 49

Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematika... 50

Tabel 5 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus I... 72

Tabel 6 Rekapitulasi Observasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam Kelompok Siklus I... 76

Tabel 7 Respon Siswa terhadap Tindakan Pembelajaran Siklus I... 78

Tabel 8 Rekapitulasi Respon Siswa selama Siklus I... 79

Tabel 9 Nilai Tes Akhir Siklus I... 82

Tabel 10 Refleksi & Rencana Perbaikan Kegiatan Tindakan Siklus I... 82

Tabel 11 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus II... 95

Tabel 12 Rekapitulasi Observasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam Kelompok Siklus II... 98

Tabel 13 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Siklus II... 99

Tabel 14 Hasil Belajar Matematika pada Akhir Siklus II... 100

Tabel 15 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan II... 103

Tabel 16 Rekapitulasi Peningkatan Aktivitas Kerjasama Siswa dalam Kelompok... 105

Tabel 17 Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa... 106

Tabel 18 Rekapitulasi Persentase Respon Siswa Siklus I dan II... 108


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Aktivitas Mengerjakan Tugas pada Penelitian Pendahuluan... 57 Gambar 2 Guru sedang Memberi Pengarahan kepada Kelompok... 80 Gambar 3 Siswa Nomor 2 sedang Menjelaskan Penyelesaian Soal

kepada Teman Kelompoknya... 80 Gambar 4 Siswa Nomor 3 sedang Mencatat Jawaban LKS yang Diarahkan

oleh Siswa Nomor 2... 81 Gambar 5 Aktivitas Siswa Nomor 4 pada saat Presentasi di Depan

Kelas... 81


(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Diagram Batang Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar ... 104

Diagram 2 Diagram Batang Peningkatan Persentase Aktivitas Kerjasama

Siswa dalam Kelompok ... 106

Diagram 3 Diagram Batang Peningkatan Hasil Belajar Matematika

Siswa ... 107 Diagram 4 Diagram Garis Persentase Respon Siswa ... 108


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Alur Prosedur Pelaksanaan PTK ... 38 Bagan 2 Desain Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 40


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 114

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa (LKS)... 136

Lampiran 3 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Pra Penelitian... 161

Lampiran 4 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa... 164

Lampiran 5 Lembar Observasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam Kelompok... 167

Lampiran 6 Lembar Jurnal Harian Siswa... 168

Lampiran 7 Lembar Catatan Lapangan... 169

Lampiran 8 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Guru... 170

Lampiran 9 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa... 171

Lampiran 10 Lembar Wawancara setelah Penelitian dengan Guru... 172

Lampiran 11 Lembar Wawancara setelah Penelitian dengan Siswa... 173

Lampiran 12 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I setelah Uji Validitas... 174

Lampiran 13 Jawaban Tes Hasil Belajar Matematika Siklus I... 176

Lampiran 14 Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II setelah Uji Validitas……….. 179

Lampiran 15 Jawaban Tes Hasil Belajar Matematika Siklus II... 181

Lampiran 16 Daftar Nilai Tes Siklus I dan Siklus II... 185

Lampiran 17 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II... 186

Lampiran 18 Rekapitulasi Aktivitas Kerjasama Siswa dalam kelompok Siklus I dan Siklus II... 188

Lampiran 19 Rekapitulasi Respon Siswa Siklus I dan Siklus II... 196

Lampiran 20 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Guru... 197

Lampiran 21 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa... 199

Lampiran 22 Hasil Wawancara dengan Guru setelah Penelitian... 202

Lampiran 23 Hasil Wawancara dengan Siswa setelah Penelitian…... 204


(14)

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari apa yang perlu diketahui agar dapat berpikir cerdas dan bertindak cepat. Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut, perlu adanya peninjauan berbagai aspek yang mendukung usaha tersebut, terutama dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran antara lain adalah guru, siswa, tujuan, metode, kurikulum dan media. Faktor-faktor tersebut merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dan faktor guru memegang peranan penting dalam upaya tercapainya tujuan pembelajaran.

Peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran memberikan andil yang besar untuk dapat terus meningkatkan aktivitas belajar siswanya, hal ini berkaitan dengan tanggung jawabnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Seorang guru diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang dapat       

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008), h. 2.


(15)

 

meningkatkan keterlibatan siswa secara langsung dan bertanggung jawab terhadap proses belajar itu sendiri. Selain faktor guru, siswa sebagai subyek dalam pembelajaran merupakan faktor yang harus mendapat perhatian cukup besar, hal ini dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi untuk belajar.

Pengajaran matematika menuntut siswa menunjukkan sikap yang aktif, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika belum tercapai sebagaimana yang diharapkan. Seringkali guru menemukan siswa tidak berani mengemukakan pendapat maupun bertanya. Dalam bekerja kelompok banyak dari anggota kelompok yang hanya mencantumkan nama saja tanpa ikut berpartisipasi dalam kelompok. Tanggung jawab dan aktivitas siswa rendah baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap kelompok.

Berdasarkan pengamatan dalam penelitian PPKT bulan Maret tahun 2009, peneliti menemukan bahwa siswa SMP Islam Al-Ikhlas kelas VII seringkali kurang merespon terhadap pelajaran matematika dan tidak disiplinnya siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa tidak fokus mengikuti pembelajaran, beberapa siswa berbincang dengan siswa lainnya ketika guru menyampaikan materi, kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari sehingga kemampuan bertanya mereka rendah dan rendahnya perhatian siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa kurang diberikan kesempatan melakukan aktivitas belajar atau dengan kata lain peran guru dalam pembelajaran terlihat lebih dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal.

Aktivitas dalam pembelajaran sangat diperlukan. Sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Dalam pembelajaran, yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan


(16)

 

bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Pentingnya aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika, karena kelas dapat dipandang sebagai suatu konteks sosial dalam memahami matematika dengan cara dikonstruksi dan dinegosiasi.

Pembelajaran intinya bagaimana menyiapkan SDM sehingga seseorang yang belajar (matematika) harus tahu, merasakan dan menyadari bagaimana belajar itu. Proses pembelajaran berpusat pada siswa yang berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, menantang dan pedagogis. Siswa diharapkan dapat belajar secara aktif sehingga dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh, mandiri dan hidup bermasyarakat yang selaras dengan perkembangan psikisnya.

Mengajarkan matematika memerlukan model dan pendekatan agar siswa lebih mudah memahami materi dan meyelesaikan masalah mengenai materi yang diajarkan. Model pembelajaran matematika harus mengubah situasi guru mengajar kepada situasi siswa belajar. Guru memberikan pengalamannya kepada siswa sebagai pengayom, sebagai sumber tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator, dan sebagai organisator dalam belajar.

Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan berganti dengan model yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning.

Pembelajaran Kooperatif merupakan konsep baru dalam pembelajaran yang dapat membantu memecahkan kebuntuan yang sering dihadapi dalam penggunaan model pembelajaran yang sudah usang. Pembelajaran Kooperatif menjadi model pembelajaran baru yang didukung oleh teori-teori pendidikan. Model pembelajaran ini merupakan sebuah metode mengajar yang mampu membangkitkan semangat pada anak didik untuk melakukan pekerjaan secara bersama-sama (teamwork). Menurut Rong, yang dikutip oleh Yudha dan Iis


(17)

 

mengungkapkan bahwa ”Pembelajaran Kooperatif menghasilkan dampak pembelajaran yang lebih baik dibandingkan pembelajaran lainnya”.2

Model Pembelajaran Kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas pembelajarannya. Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak tipe dan strategi, salah satunya adalah Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered Heads Terstruktur. Tipe ini modifikasi dari tipe Kepala Bernomor yang dipakai Spencer Kagan. Dengan tipe ini siswa bisa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya.

Berdasarkan uraian diatas, model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian mengenai hal tersebut dan memilih judul: Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa.”

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran matematika?

       2

Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung: CV.

Bintang Warli Artika, 2008), h. 65. 


(18)

 

2. Apakah model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat diterapkan pada pelajaran matematika?

3. Bagaimana respon siswa terhadap pelajaran matematika dengan menggunakan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur?

4. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa?

5. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

6. Jenis-jenis aktivitas apakah yang dapat ditingkatkan melalui penerapan modelPembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur?

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete. Adapun fokus penelitian adalah meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa melalui model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalah di atas, dapatlah terlihat luasnya permasalahan yang didapat. Karena adanya keterbatasan waktu dan pengetahuan yang penulis miliki serta untuk memperjelas dan memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Kooperatif yang digunakan adalah tipe Kepala Bernomor Terstruktur yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tipe Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan siswa dalam pembagian tugas.

2. Aktivitas belajar yang di observasi adalah jenis-jenis aktivitas belajar berdasarkan teori Paul D. Diedrich. Penulis membatasi pada 5 jenis aktivitas belajar yaitu:


(19)

 

a. Visual activities; membaca LKS dan memperhatikan penjelasan materi yang guru sampaikan.

b. Oral activities; mengajukan pertanyaan dan menanggapi laporan kelompok.

c. Writing activities; mencatat materi. d. Mental activities; memecahkan soal.

e. Emotional activities; minat/antusias dan perasaan senang.

3. Siswa: Siswa yang dimaksud adalah siswa SMP Islam Al-Ikhlas kelas VII-B.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan fokus penelitian di atas, maka peneliti merumuskan masalah ”Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa?”. Dari perumusan masalah maka dijabarkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas visual siswa dalam pembelajaran matematika?

2. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas oral siswa dalam pembelajaran matematika?

3. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas menulis siswa dalam pembelajaran matematika?

4. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas mental siswa dalam pembelajaran matematika?


(20)

 

5. Apakah penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas emosional siswa dalam pembelajaran matematika?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar matematika siswa melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur. Aktivitas yang akan ditingkatkan melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Tertsruktur terdiri dari lima aktivitas yaitu aktivitas visual, aktivitas oral, aktivitas menulis, aktivitas mental, dan aktivitas emosional siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini memberikan manfaat dalam membangun motivasi belajar siswa dalam pelajaran matematika, mengembangkan kemampuan sosialisasi siswa, membantu mengembangkan daya berpikir kreatif, serta meningkatkan aktivitas belajar siswa.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk mengetahui model pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar matematika siswa.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan manfaat bagi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang bersangkutan dan sekolah-sekolah lain pada umumnya.


(21)

 

4. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat menambah informasi mengenai penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

5. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan bahan referensi untuk diadakan penelitian lebih lanjut.


(22)

 

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A. Deskripsi Teoritik

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathematike, yang berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata

mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu

mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).1 R. Soedjadi menyatakan bahwa “Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir”. Menurut Chanles Echels matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya. Sedangkan Herman Hudoyo mendefinisikan ”Matematika sebagai sesuatu yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”.2

Johnson dan Rising mengatakan bahwa “Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol”. James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai       

1

Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung :

JICA-UPI, 2001), h. 18. 

2

Sri Anitah, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka,

2008), h. 7.4. 


(23)

10 

 

bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri".3

Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas disebut matematika sekolah. Matematika Sekolah berorientasi kepada kepentingan dan perkembangan IPTEK. Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal “(1) penyajian, (2) pola pikirnya, (3) keterbatasan semestanya. (4) tingkat keabstrakannya”.4 Oleh karena itu matematika sekolah memiliki peranan penting bagi kehidupan siswa. Tidak hanya memenuhi kebutuhan praktisnya saja, tetapi juga untuk mengembangkan sikap kritis, logis, sistematis, dan kreatif.

Perkembangan kognitif siswa dalam mengkonkritkan objek matematika yang abstrak menjadi mudah dipahami oleh siswa perlu diusahakan dalam pembelajaran matematika. Selain itu “struktur sajian matematika sekolah tidak harus menggunakan pola pikir deduktif semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif. Ini tidak berarti bahwa kemampuan berpikir deduktif dan memahami objek abstrak boleh ditiadakan begitu saja”.5

Beberapa uraian di atas tentang matematika, penulis menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang logika mengenai ide-ide, bilangan, bentuk, susunan dan besaran yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Dengan matematika kita dapat berlatih berpikir secara logis dan dengan matematika ilmu pengetahuan yang lainnya bisa berkembang dengan cepat.

       3

Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran..., h. 18. 

4

Wati Susilawati, Belajar & Pembelajaran Matematika, h.7. 

5

R. Soedjadi dan Djoko Musno, Matematika 2: Petunjuk Guru Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama, (Jakarta: Balai Pustaka,1996), h. 1. 


(24)

11 

 

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

Banyak para ahli dalam bidang pendidikan yang mengemukakan tentang definisi atau pengertian belajar. Menurut Walker, ”Belajar adalah suatu perubahan-perubahan sebagai akibat dari mengalami”. Sedangkan menurut Houle, Belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku baik pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Bahkan ada yang mendefinisikan bahwa ”Belajar adalah usaha aktif seseorang, artinya tanpa adanya usaha aktif tidak akan terjadi proses belajar pada diri orang tersebut”.6

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri karena siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Skinner berpandangan bahwa ”Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”.7

Belajar sering diartikan sebagai penambahan pengetahuan. Ada pula yang berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku karena pengalaman. Pengertian belajar yang lain dikemukakan oleh Fontana. Menurut Fontana, belajar adalah ”suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman”.8 Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

       6

Soedijanto Padmowihardjo, Psikologi belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka,

2008), h. 1.18. 

7

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002),

h. 9. 

8

Udin S. Wiranataputra, dkk., Hakikat Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas

Terbuka, 2007), h. 1.2. 


(25)

12 

 

Berdasarkan perbedaan-perbedaan pendapat di atas mengenai pengertian belajar, penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah usaha aktif yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sedangkan proses yang terjadi yang membuat seseorang melakukan proses belajar disebut pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.9

Istilah pengajaran bergeser menjadi pembelajaran yang diartikan sebagai proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk merubah perilaku siswa ke arah positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Menurut Gagne dalam pembelajaran, ”peran guru lebih ditekankan kepada bagimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu”.10

Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya kita menggunakan istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager, pembelajaran adalah ”serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”.11

Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dari       

9

UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika,

2008), h. 5. 

10

Wati Susilawati, Belajar & Pembelajaran..., h. 23-24. 

11

Udin S. Wiranataputra, dkk., Belajar..., h. 1.6. 


(26)

13 

 

pengertian tersebut pembelajaran matematika meliputi guru, siswa, proses pembelajaran, dan materi matematika sekolah. Dan dapat dikatakan pembelajaran matematika sekolah merupakan suatu proses yang sangat kompleks.

Pada pembelajaran matematika prinsip belajar adalah “berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan”.12 Berbuat salah satunya menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran matematika di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya. Oleh karena itu, materi yang diberikan kepada siswa bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini, guru lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.

Paradigma pembelajaran bercirikan adanya aktivitas siswa agar siswa belajar bagaimana belajar itu, bahkan merasakan munculnya habit learning bagaimana belajar itu. Bagaimana guru membelajarkan siswa. Hal ini bisa terlaksana bila proses pembelajaran dapat mengajak siswa terlibat mengkonstruk konsep/prinsip matematika sejalan dengan pandangan konstrukvis, untuk mengerti merupakan proses adaptif dengan mengorganisasikan pengalaman siswa.

Pembelajaran terdiri dari semua aktivitas bertujuan dari guru yang diarahkan untuk mempermudah belajar oleh siswa. Pembelajaran menurut Wahyudin, adalah ”suatu proses aktif dan menuntut supaya para siswa ikut serta dalam aktivitas yang tidak mesti bersifat lahir dan fisik, dapat saja berupa menyimak, membaca, dan berpikir”.13

       12

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo

Persada,2008), h. 95.  

13

Wati Susilawati, Belajar & Pembelajaran..., h. 26. 


(27)

14 

 

Aktivitas pembelajaran tidak terlepas dari adanya interaksi. Dalam pembelajaran, interaksi sangat diperlukan. Karena tanpa interaksi proses pembelajaran tidak akan berlangsung maksimal. Menurut Wiranataputra, ”Pembelajaran adalah adanya interaksi”. Interaksi tersebut antara siswa yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, siswa lainnya, tutor, media, atau sumber lainnya. Ciri lain dari pembelajaran adalah ”adanya komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran”.14

Merujuk pada pengertian pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang mengacu pada tujuan yang sistematik dan terarah untuk mewujudkan perubahan tingkah laku yang positif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pembelajaran harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman dalam belajar.

c. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Matematika

Indonesia telah mempunyai tujuan pendidikan yang tercantum dalam GBHN. Semua kegiatan dan usaha pendidikan harus diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan yang dimaksud dalam kegiatan pembelajaran adalah tujuan pengajaran, atau yang umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan sekarang lebih dikenal dengan istilah

kompetensi.

Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang dikutip dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia bahwa mata

       14

Udin S. Wiranataputra, dkk., Belajar…, h. 1.6. 


(28)

15 

 

pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:15

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma atau secara luas, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan-gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya dalam pemecahan masalah.

Menurut Muttaqin, “pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas mengajar dan aktivitas belajar”. Aktivitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara belajar dan mengajar. Jalinan komunikasi ini menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pengajaran yang berlangsung dengan baik.16

       15

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Badan Standar Nasional

Pendidikan, 2006, h. 346. 

16

http://muttaqinhasyim,wordpress.com/2009/06/14/tujuan-pembelajar... , 13 Agustus

2009 at 10:23, h. 2. 


(29)

16 

 

Antara nilai dan tujuan pendidikan memang erat hubungannya. Seseorang ingin mencapai atau mendapatkan sesuatu karena ia menganggap hal itu bernilai baginya. Kita berminat atau mengarahkan perhatian kita pada pengajaran matematika karena kita tahu nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Pengertian seseorang tentang manfaat matematika dan kegunaan matematika akan meningkatkan minatnya terhadap matematika. Guru harus dapat menjelaskan kepada siswa mengapa ia belajar matematika, bahwa dengan mempelajarinya ia mendapat banyak keuntungan. Pengetahuan seorang guru akan berbagai nilai yang terdapat dalam matematika akan membimbing dan merangsangnya untuk mencari metode dan media yang efektif dalam mengajarkannya. Nilai-nilai tersebut dapat dijadikan kriteria dalam mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan suatu usaha pendidikan. Pengetahuan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam matematika ini akan membuat pengajaran matematika lebih terarah dan bermakna.

Nilai-nilai yang terdapat dalam matematika yang membuktikan tentang pentingnya peranan matematika dalam pendidikan, diantaranya:

1. Nilai Praktis

Membilang, menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, menimbang, mengukur, menjual, membeli kesemuanya itu adalah istilah yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diberikan dan ditanamkan secara efektif dan sistematik dengan mengajarkan matematika di sekolah.


(30)

17 

 

2. Nilai Disiplin

Locke menyatakan bahwa “matematika merupakan sarana untuk menanamkan kebiasaan menalar di dalam pikiran orang”.17 Jadi matematika melatih dan mendisiplin pikiran. Matematika merupakan pengetahuan yang eksak, benar, dan langsung menuju sasaran dan karenanya dapat menyebabkan timbulnya disiplin dalam pikiran. Para siswa harus dapat menunjukkan kebenaran atau kesalahan sebuah pernyataan, sehingga kebenaran dalam matematika adalah eksak dan pasti.

3. Nilai Budaya

Perkembangan dan kemajuan berbagai macam ilmu pengetahuan memerlukan bantuan matematika, jadi tergantung juga kepada kemajuan matematika. Sehingga tidak berlebihan bila ada orang yang menyatakan bahwa matematika merupakan cermin dari peradaban umat manusia. Matematika memiliki nilai budaya, dan kebudayaan ini akan terus berkembang. Matematika membantu manusia dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Kesejahteraan umat manusia dan kemajuan kebudayaan banyak didukung oleh kemajuan matematika.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa aspek penting dari warisan budaya umat manusia berbentuk matematika, dan belajar serta mengajar matematika itu merupakan proses pewarisan kepada generasi yang akan datang.

       17

Sujono, Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah, (Jakarta: 1988), h. 8. 


(31)

18 

 

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Terstruktur a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Slavin, yang dikutip oleh Isjoni, mengemukakan, “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initiallt presented by the teacher”.18 Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Menurut Lie, “Pembelajaran Kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator”.19

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model Pembelajaran Kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.

       18

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok,

(Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. 2, h. 15. 

19

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta : Bumi Aksara,

2009), h. 189-190. 


(32)

19 

 

Menurut Stahl, ”dengan melaksanakan model cooperative learning

memungkinkan siswa meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill),20 seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatifadalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Menurut Johnson dan Johnson ,”Tidak semua kerja kelompok dapat dianggap pembelajaran kooperatif”. Kerja kelompok dapat menjadi pembelajaran kooperatif, jika ada hal-hal sebagai berikut:21

1) Saling ketergantungan positif

Fokus dari pembelajaran kooperatif adalah pencapaian keberhasilan kerja sama kelompok. Keberhasilan kelompok ini sangat tergantung pada kerja sama dan usaha setiap anggota kelompok. Setiap anggota memiliki peran yang sama besar dan semuanya bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama. Artinya, setiap anggota harus memberikan kontribusi yang sama dalam setiap upaya kelompok dalam mengerjakan tugasnya.

       20

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan..., h. 23. 

21

Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran ..., h. 60-63. 


(33)

20 

 

2) Tanggung jawab perseorangan

Aspek ini merupakan akibat langsung dari aspek pembelajaran kooperatif yang pertama yaitu ketergantungan positif. Artinya, setiap siswa memiliki tanggung jawab pribadi atau perseorang dalam ikatan kerja sama yang memunculkan rasa saling ketergantungan yang bernilai positif karena masing-masing memiliki peran untuk bersama-sama.

3) Tatap muka

Tatap muka merupakan salah satu faktor penting yang harus ada dalam setiap penerapan strategi pembelajaran kooperatif. Kegiatan ini memberikan kesempatan yang sangat besar bagi para peserta didik untuk saling bertemu muka dan mendiskusikan ha-hal penting yang berkaitan dengan kepentingan kelompok mereka dalam mencapai tujuan bersama.

Inti dari kegiatan tatap muka adalah kemampuan untuk menghargai berbagi perbedaan pendapat yang muncul dari setiap anggota kelompok. Selain itu juga kemampuan siswa untuk dapat memanfaatkan berbagai pendapat itu untuk mengisi kekurangan masing-masing. Hal ini mengingat setiap anggota kelompok memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini tentu saja menjadi modal utama dalam memperkaya pengetahuan kelompok.

4) Komunikasi antar anggota

Komunikasi ini diperlukan untuk mendukung keberhasilan suatu kelompok agar dapat mengutarakan pendapat mereka serta mendengarkan pendapat dari orang lain. Keterampilan berkomunikasi merupakan modal yang penting agar dapat menjalankan interaksi sosial yang baik meskipun keterampilan ini


(34)

21 

 

tidak begitu saja dikuasai oleh anak. Tetapi paling tidak, dengan strategi ini anak memiliki pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para anak.

5) Evaluasi proses kelompok

Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, strategi pembelajaran kooperatif juga memiliki evaluasi yang dilaksanakan secara langsung atau yang lebih dikenal dengan penilaian terus-menerus. Penilaian yang dilakukan oleh guru tidak hanya penilaian terhadap hasil kerja kelompok itu saja, tetapi juga penilaian terhadap masing-masing individu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, dimana siswa belajar dan bekerja sama dengan siswa lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

b. Pengertian Kepala Bernomor Terstruktur

Tipe belajar mengajar Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered Heads Terstruktur merupakan modifikasi Kepala Bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan. Tipe Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas.22 Dengan tipe ini siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.

Lie mengemukakan beberapa aktivitas Pembelajaran Kooperatif dengan tipe Kepala Bernomor Terstruktur, diantaranya:23

1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

       22

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), Cet ke-6, h. 60. 

23

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan…, h. 60. 


(35)

22 

 

2. Penugasan diberikan kepada setiap kelompok berdasarkan nomornya. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.

3. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa bisa diminta keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil karja mereka.

Untuk efisiensi pembentukan kelompok dan penstrukturan tugas, tipe Kepala Bernomor Terstrukturini dapat dipakai dalam kelompok yang dibentuk permanen. Dengan kata lain, anak didik diminta mengingat kelompok dan nomornya sepanjang catur wulan atau semester. Supaya ada pemerataan tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor dapat diubah-ubah. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas mengumpulkan data kali ini, tetapi akan disuruh melaporkan pada kesempatan yang lain.

Sebagai variasi tipe Kepala Bernomor Terstruktur ini juga dapat dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok dengan cara yang efisien. Pada saat-saat tertentu, anak didik dapat keluar dari kelompok yang biasanya dan bergabung dengan anak didik–anak didik lain yang bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini dapat digunakan untuk mengurangi kebosanan atau kejenuhan jika guru mengelompokkan anak didik secara permanen.


(36)

23 

 

Sedangkan Yatim menyatakan langkah-langkah tipe Kepala Bernomor Terstruktur, diantaranya:24

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

2. Penugasan diberikan kepada siswa berdasarkan nomor terhadaap tugas yang berangkai. Misalnya: siswa nomor 1 bertugas mencatat soal. Siswa nomor 2 mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.

3. Jika perlu, guru bisa meminta kerja sama antar kelompok. Siswa keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa dengan tugas yang sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.

4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.

5. Merumuskan rangkuman.

Berdasarkan uraian di atas mengenai langkah-langkah tipe Kepala Bernomor Terstruktur, maka penulis menyimpulkan langkah-langkah tersebut berdasarkan pendapat Lie dan Yatim, sebagai berikut:

1. Guru mengarahkan siswa ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 4 orang siswa. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

2. Guru memberikan lembar kerja yang berisi materi dan latihan soal kepada siswa. Penugasan diberikan kepada setiap kelompok berdasarkan nomornya. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas       

24

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru Pendidik

dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. 1,

h. 277-278. 


(37)

24 

 

membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat jawaban akhir penyelesaian soal, dan siswa nomor 4 melaporkan hasil kerja kelompok ke depan kelas.

3. Setelah semua kelompok mengerjakan lembar kerja yang telah di bagikan oleh guru, siswa nomor 4 dari semua kelompok maju ke depan secara bergiliran untuk melaporkan hasil kerja mereka dan siswa yang lainnya memberi tanggapan. Siswa nomor 3 bertugas mencatat tanggapan yang diberikan oleh siswa lain.

4. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan jawaban yang benar.

3. Aktivitas Belajar

a. Pengertian Aktivitas Belajar

Aktivitas artinya “keaktifan/kegiatan”.25 Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.

Aktivitas dalam belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari-hari di dalam kelas atau dalam istilah kata proses belajar mengajar. Aktivitas dalam belajar dilakukan bila keduanya hadir, adanya guru dan siswa. Aktivitas itu sendiri berupa: kehadiran, pembahasan materi pelajaran, adanya diskusi antara guru dan siswa, dan lain sebagainya.

Interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran akan menimbulkan aktivitas. Di bawah ini beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar diantaranya26:

       25

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Cet. ke-3, h. 23. 


(38)

25 

 

1. Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa.

2. Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat. Setiap saat kebutuhan dapat berubah dan bertambah, sehingga variasinya semakin banyak dan beraneka ragam pula. Menurut beberapa pengertian aktivitas di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa aktivitas merupakan inti dari suatu proses belajar, karena belajar merupakan suatu kegiatan. Dapat dikatakan bahwa aktivitas merupakan asas yang terpenting karena belajar merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan atau bergerak tak mungkin seorang dikatakan belajar.

Aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar mengajar, kedua aspek harus selalu berkaitan. Dengan begitu apapun yang dilakukan tidak terlepas dari tujuan belajar yang sebenarnya karena aktivitas dan keduanya akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal.

b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas.27 Oleh sebab itu, banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional.

        26

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Cet. II,

h. 170. 

27

Sardiman , Interaksi dan Motivasi..., h. 100. 


(39)

26 

 

Seorang guru harus mampu membedakan jenis-jenis aktivitas apa yang dilakukan siswa serta menentukan aktivitas apa saja yang hendak dicapai dalam tujuan pembelajaran. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:28

1. Visual activities

Membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pendapat orang lain.

2. Oral activities

Menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listening activities

Mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities

Menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin.

5. Drawing activities

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, dan pola.

6. Motor activities

Melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental activities

Menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

       28

Sardiman, Interaksi dan Motivasi..., h. 101 


(40)

27 

 

8. Emotional activities

Minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Jadi dengan klarifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal.

Sedangkan secara lebih sederhana, contoh berbagai aktivitas belajar menurut Djamarah yaitu:29

1) Mendengarkan

Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan.

2) Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu mata yang memegang peranan penting.

3) Meraba, membau, mencicipi/mengecap.

Aktivitas meraba, membau, mencicipi adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar.

4) Menulis atau mencatat

Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar.

       29

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2002), Cet I, h.

38-45.

 


(41)

28 

 

5) Membaca

Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah.

6) Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi

Ikhtisar atau ringkasan memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang.

7) Mengamati tabel-tabel, diagaram-diagram dan bagan-bagan

Aktivitas mengamati tabel-tabel, diagaram-diagram dan bagan-bagan jangan diabaikan untuk diamati, karena ada hal-hal tertentu yang tidak termasuk dalam penjelasan melalui tulisan.

8) Menyusun paper atau kertas kerja

Dalam penyusunan paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis.

9) Mengingat

Mengingat merupakan gejala psikologis. Perbuatan mengingat dilakukan bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang telah dipunyai.

10)Berpikir

Berpikir termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu.

11)Latihan atau praktek

Latihan merupakan cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Dengan banyak latihan kesan-kesan yang diterima lebih


(42)

29 

 

fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.

Dari contoh-contoh aktivitas di atas, perlu diperhatikan bahwa peserta didik belajar dengan gaya mereka masing-masing. Sehingga kepekaan dan keahlian guru dalam menentukan strategi pembelajaran sangat penting agar aktivitas belajar siswa dapat optimal. Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan (mendengar, melihat, dan sebagainya) sendiri dan pengalaman sendiri.

c. Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika

Aktivitas dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Tanpa aktivitas siswa tidak akan belajar, karena belajar merupakan bagian dari aktivitas.

Aktivitas banyak macamnya. Dalam penelitian ini, jenis-jenis aktivitas yang dapat diukur penulis dalam pembelajaran matematika antara lain:

a) Visual Activities

Visual activities yang akan diteliti oleh guru adalah sejauh mana aktivitas siswa dalam membaca LKS dan sejauh mana siswa memperhatikan guru pada saat menjelaskan materi dan pada saat diskusi. Karena sebelum langkah-langkah Kepala Bernomor Terstruktur dilakukan siswa diharuskan untuk membaca LKS yang telah guru bagikan terlebih dahulu hal ini bertujuan agar siswa lebih dapat memahami materi yang akan dipelajari. Begitupula dengan aktivitas memperhatikan, siswa diharuskan memperhatikan guru pada saat menjelaskan materi dan pada saat diskusi berlangsung dengan teman kelompok maupun di luar kelompok.


(43)

30 

 

b) Oral Activities

Oral activities yang akan diteliti oleh guru adalah sejauh mana siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang materi yang tidak dipahaminya dan mencari bantuan dalam memecahkan masalah, serta sejauh mana siswa menanggapi siswa lain dalam melaporkan hasil kerjanya sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok. Dari kedua aktivitas tersebut, guru dapat melihat sejauh mana siswa dapat mengembangkan aktivitasnya dalam mengajukan pertanyaan dan menanggapi hasil kerja kelompok lain dalam belajar.

c) Writing Activities

Menurut Djamarah, ”menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar”.30 Mencatat termasuk sebagai aktivitas belajar apabila dalam mencatat siswa dapat menyadari kebutuhan dan tujuannya. Dalam tipe Kepala Bernomor Terstruktur kegiatan mencatat dilakukan pada saat guru menjelaskan materi di awal pertemuan.

d) Mental Activities

Mental activities yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah berupa soal yang diberikan oleh guru dalam LKS. Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur menuntut siswa dapat  memecahkan masalah yang terdapat dalam LKS atau dari pertanyaan teman yang lain.

e) Emotional Activities

Minat dan antusias, jika siswa ada kemauan dalam mengikuti pelajaran matematika dan sangat bersemangat ketika sedang melaksanakan diskusi.

       30

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi..., h. 40. 


(44)

31 

 

Senang, aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa dalam mengikuti pelajaran dapat memberikan respon yang baik atau sebaliknya. Dengan adanya Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat mengetahui antusias siswa dan rasa senang siswa terhadap pembelajaran matematika.

B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

1. Ciswandi, dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, memberikan kesimpulan bahwa Pembelajaran Kooperatif model SNH memberikan dampak positif terhadap hasil belajar matematika siswa.31

2. Penelitian yang dilakukan oleh Reny Subarkah Jurusan Pendidikan Matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program S1. Penelitian tersebut berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”. Penelitian tersebut dilakukan di SMP Nusantara Ciputat Tangerang Selatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata persentase aktivitas belajar siswa meningkat, yaitu pada siklus I sebesar 36,6% menjadi 74,0% pada siklus II.32

       31

Ciswandi, “Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

(Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 62. 

32

Reny Subarkah, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 100.

 


(45)

32 

 

C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Belajar pada dasarnya merupakan suatu perubahan. Proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar sering kali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Terutama pada mata pelajaran matematika. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.

Sementara itu, setiap siswa untuk mencapai kesuksesan dalam belajar mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.

Siswa yang mempunyai kesulitan dalam belajar, biasanya lebih senang mengobrol, mengganggu temannya dalam belajar, bahkan tidak memperhatikan guru pada saat menerangkan pelajaran. Hal ini membuat siswa tidak dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik.

Sistem pembelajaran di sekolah-sekolah kita kebanyakan menggunakan model pembelajaran yang cenderung membuat siswa hanya diam menerima informasi yang diberikan guru. Siswa tidak berperan banyak dalam model pembelajaran seperti ini. Secara teori, siswa seharusnya dibuat aktif dalam pembelajaran karena keaktifan siswa dalam belajar membuat kegiatan belajar mengajar di kelas akan lebih efektif. Keaktifan yang dimaksud adalah keingintahuan siswa terhadap materi yang disajikan, diimplementasikan dalam bentuk pertanyaan dan kemauan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan pada saat pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat dan dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

Salah satu model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning. Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang berorientasi pada kerja kelompok, dengan kata lain pada pembelajaran di kelas siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok


(46)

33 

 

kecil. Namun Pembelajaran Kooperatif tidak sekedar kerja kelompok biasa. Dalam Pembelajaran Kooperatif peran dan keaktifan siswa diutamakan. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pemikirannya dan kemudian mengembangkan pemikirannya tersebut.

Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak tipe dan strategi, salah satunya adalah Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered Heads Terstruktur. Tipe ini modifikasi dari tipe Kepala Bernomor yang dipakai Spencer Kagan. Dengan tipe ini siswa bisa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya.

Proses pembelajaran yang akan terjadi terdiri dari beberapa siklus. Pada siklus I, siswa akan dibentuk menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri atas empat orang siswa. Setiap siswa dalam setiap kelompok akan mendapatkan nomor sesuai dengan tugas Kepala Bernomor Terstruktur. Pembagian anggota kelompok dalam penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan tipe Kepala Bernomor Terstruktur dilakukan secara heterogen, baik dari segi kemampuan akademik maupun jenis kelamin. Dalam melaksanakan tugasnya, diharapkan siswa dapat bekerja sama dan saling membantu sehingga tercipta interaksi yang dinamis antara siswa dengan kelompok belajarnya serta siswa dapat mengeluarkan ide-ide mereka dengan berbagi kepada teman sekelasnya. Jika pada siklus I target yang diinginkan belum tercapai, maka peneliti akan melanjutkannya ke siklus II.

Tindakan yang akan dilakukan pada siklus II harus memiliki perbedaan dengan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan tindakan pada siklus II merupakan refleksi tindakan dari siklus I. Pada siklus II ini, peneliti harus lebih memfokuskan lagi aktivitas apa yang harus ditingkatkan melalui refleksi tindakan pada siklus I. Selain itu pada siklus II ini peneliti akan memberikan reward berupa nilai tambah kepada kelompok siswa yang telah mengerjakan tugas LKS tepat waktu dan nilai tambah bagi siswa yang aktif dalam menanggapi laporan kelompok. Hal ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi lagi dalam belajar matematika melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala


(47)

34 

 

 

Bernomor Terstruktur. Jika pada siklus II ini target yang diinginkan belum terpenuhi, maka penelitian ini akan dilanjutkan ke siklus III dengan tindakan siklus II sebagai refleksinya. Tetapi jika pada siklus II ini target yang diinginkan sudah tercapai, maka penelitian ini akan dihentikan dan berakhir pada siklus II.

Pada penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur, setiap siswa akan diobservasi untuk diamati pada setiap aktivitas yang dilakukannya di dalam kelas seperti aktivitas visual, aktivitas oral, aktivitas menulis, aktivitas mental, dan aktivitas emosional. Dengan cara ini guru dapat mengetahui aktivitas belajar apa yang dilakukan oleh masing-masing siswa. Dengan cara ini juga setiap siswa dapat mengetahui bahwa dalam memahami sesuatu banyak cara dan aktivitas yang dilakukannya. Dengan demikian, berarti model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka peneliti mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Diduga penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur pada pelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.


(1)

fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan dapat mendukung belajar yang optimal.

Dari contoh-contoh aktivitas di atas, perlu diperhatikan bahwa peserta didik belajar dengan gaya mereka masing-masing. Sehingga kepekaan dan keahlian guru dalam menentukan strategi pembelajaran sangat penting agar aktivitas belajar siswa dapat optimal. Prinsip aktivitas yang diuraikan di atas didasarkan pada pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan (mendengar, melihat, dan sebagainya) sendiri dan pengalaman sendiri.

c. Aktivitas dalam Pembelajaran Matematika

Aktivitas dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Tanpa aktivitas siswa tidak akan belajar, karena belajar merupakan bagian dari aktivitas.

Aktivitas banyak macamnya. Dalam penelitian ini, jenis-jenis aktivitas yang dapat diukur penulis dalam pembelajaran matematika antara lain:

a) Visual Activities

Visual activities yang akan diteliti oleh guru adalah sejauh mana aktivitas siswa dalam membaca LKS dan sejauh mana siswa memperhatikan guru pada saat menjelaskan materi dan pada saat diskusi. Karena sebelum langkah-langkah Kepala Bernomor Terstruktur dilakukan siswa diharuskan untuk membaca LKS yang telah guru bagikan terlebih dahulu hal ini bertujuan agar siswa lebih dapat memahami materi yang akan dipelajari. Begitupula dengan aktivitas memperhatikan, siswa diharuskan memperhatikan guru pada saat menjelaskan materi dan pada saat diskusi berlangsung dengan teman kelompok maupun di luar kelompok.


(2)

b) Oral Activities

Oral activities yang akan diteliti oleh guru adalah sejauh mana siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang materi yang tidak dipahaminya dan mencari bantuan dalam memecahkan masalah, serta sejauh mana siswa menanggapi siswa lain dalam melaporkan hasil kerjanya sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok. Dari kedua aktivitas tersebut, guru dapat melihat sejauh mana siswa dapat mengembangkan aktivitasnya dalam mengajukan pertanyaan dan menanggapi hasil kerja kelompok lain dalam belajar.

c) Writing Activities

Menurut Djamarah, ”menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar”.30 Mencatat termasuk sebagai aktivitas belajar apabila dalam mencatat siswa dapat menyadari kebutuhan dan tujuannya. Dalam tipe Kepala Bernomor Terstruktur kegiatan mencatat dilakukan pada saat guru menjelaskan materi di awal pertemuan.

d) Mental Activities

Mental activities yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah berupa soal yang diberikan oleh guru dalam LKS. Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur menuntut siswa dapat  memecahkan masalah yang terdapat dalam LKS atau dari pertanyaan teman yang lain.

e) Emotional Activities

Minat dan antusias, jika siswa ada kemauan dalam mengikuti pelajaran matematika dan sangat bersemangat ketika sedang melaksanakan diskusi.

      

30


(3)

Senang, aktivitas siswa dikelompokkan ke dalam kategori ini, jika siswa dalam mengikuti pelajaran dapat memberikan respon yang baik atau sebaliknya. Dengan adanya Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat mengetahui antusias siswa dan rasa senang siswa terhadap pembelajaran matematika.

B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

1. Ciswandi, dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, memberikan kesimpulan bahwa Pembelajaran Kooperatif model SNH memberikan dampak positif terhadap hasil belajar matematika siswa.31

2. Penelitian yang dilakukan oleh Reny Subarkah Jurusan Pendidikan Matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program S1. Penelitian tersebut berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”. Penelitian tersebut dilakukan di SMP Nusantara Ciputat Tangerang Selatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata persentase aktivitas belajar siswa meningkat, yaitu pada siklus I sebesar 36,6% menjadi 74,0% pada siklus II.32

      

31

Ciswandi, “Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 62. 

32

Reny Subarkah, “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 100.


(4)

C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Belajar pada dasarnya merupakan suatu perubahan. Proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar sering kali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Terutama pada mata pelajaran matematika. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.

Sementara itu, setiap siswa untuk mencapai kesuksesan dalam belajar mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.

Siswa yang mempunyai kesulitan dalam belajar, biasanya lebih senang mengobrol, mengganggu temannya dalam belajar, bahkan tidak memperhatikan guru pada saat menerangkan pelajaran. Hal ini membuat siswa tidak dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik.

Sistem pembelajaran di sekolah-sekolah kita kebanyakan menggunakan model pembelajaran yang cenderung membuat siswa hanya diam menerima informasi yang diberikan guru. Siswa tidak berperan banyak dalam model pembelajaran seperti ini. Secara teori, siswa seharusnya dibuat aktif dalam pembelajaran karena keaktifan siswa dalam belajar membuat kegiatan belajar mengajar di kelas akan lebih efektif. Keaktifan yang dimaksud adalah keingintahuan siswa terhadap materi yang disajikan, diimplementasikan dalam bentuk pertanyaan dan kemauan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan pada saat pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat dan dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

Salah satu model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning. Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang berorientasi pada kerja kelompok, dengan kata lain pada pembelajaran di kelas siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok


(5)

kecil. Namun Pembelajaran Kooperatif tidak sekedar kerja kelompok biasa. Dalam Pembelajaran Kooperatif peran dan keaktifan siswa diutamakan. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pemikirannya dan kemudian mengembangkan pemikirannya tersebut.

Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak tipe dan strategi, salah satunya adalah Kepala Bernomor Terstruktur atau Numbered Heads Terstruktur. Tipe ini modifikasi dari tipe Kepala Bernomor yang dipakai Spencer Kagan. Dengan tipe ini siswa bisa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya.

Proses pembelajaran yang akan terjadi terdiri dari beberapa siklus. Pada siklus I, siswa akan dibentuk menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri atas empat orang siswa. Setiap siswa dalam setiap kelompok akan mendapatkan nomor sesuai dengan tugas Kepala Bernomor Terstruktur. Pembagian anggota kelompok dalam penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan tipe Kepala Bernomor Terstruktur dilakukan secara heterogen, baik dari segi kemampuan akademik maupun jenis kelamin. Dalam melaksanakan tugasnya, diharapkan siswa dapat bekerja sama dan saling membantu sehingga tercipta interaksi yang dinamis antara siswa dengan kelompok belajarnya serta siswa dapat mengeluarkan ide-ide mereka dengan berbagi kepada teman sekelasnya. Jika pada siklus I target yang diinginkan belum tercapai, maka peneliti akan melanjutkannya ke siklus II.

Tindakan yang akan dilakukan pada siklus II harus memiliki perbedaan dengan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan tindakan pada siklus II merupakan refleksi tindakan dari siklus I. Pada siklus II ini, peneliti harus lebih memfokuskan lagi aktivitas apa yang harus ditingkatkan melalui refleksi tindakan pada siklus I. Selain itu pada siklus II ini peneliti akan memberikan reward berupa nilai tambah kepada kelompok siswa yang telah mengerjakan tugas LKS tepat waktu dan nilai tambah bagi siswa yang aktif dalam menanggapi laporan kelompok. Hal ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi lagi dalam belajar matematika melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala


(6)

Bernomor Terstruktur. Jika pada siklus II ini target yang diinginkan belum terpenuhi, maka penelitian ini akan dilanjutkan ke siklus III dengan tindakan siklus II sebagai refleksinya. Tetapi jika pada siklus II ini target yang diinginkan sudah tercapai, maka penelitian ini akan dihentikan dan berakhir pada siklus II.

Pada penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur, setiap siswa akan diobservasi untuk diamati pada setiap aktivitas yang dilakukannya di dalam kelas seperti aktivitas visual, aktivitas oral, aktivitas menulis, aktivitas mental, dan aktivitas emosional. Dengan cara ini guru dapat mengetahui aktivitas belajar apa yang dilakukan oleh masing-masing siswa. Dengan cara ini juga setiap siswa dapat mengetahui bahwa dalam memahami sesuatu banyak cara dan aktivitas yang dilakukannya. Dengan demikian, berarti model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka peneliti mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Diduga penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Terstruktur pada pelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.