Deklarasi Rio Tahun 1992, Konvensi Stokholm 2001, Konvensi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis mengambil kesimpulan, sebagai berikut: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat masalah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tidak saja berskala nasional tetapi juga internasional dan menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia seperti teknologi, perdagangan, kesehatan, kebijaksanaan pemerintah dan hukum, maka diperlukan kerjasama negara-negara dan peraturan perundang-undangan untuk mengatasinya. Adapun berbagai instrumen yang mengatur Bahan Berbahaya dan Beracun meliputi: Konvensi Basel Tahun

1989, Deklarasi Rio Tahun 1992, Konvensi Stokholm 2001, Konvensi

Rotterdam 1998 yang disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya 67 Universitas Sumatera Utara Tertentu Dalam Perdagangan Internasional dan Peraturan lainnya yang berkaitan dengan Bahan Beracun dan Berbahaya. 2. Adapun mekanisme untuk bahan kimia yang dilarang atau dibatasi menjelaskan bahwa setiap pihak yang telah mengadopsi suatu ketetapan peraturan final wajib memberitahukan Sekretaris secara tertulis dari tindakan tersebut. Sekretariat wajib, sesegera mungkin, dan dalam setiap waktu tidak melewati enam bulan setelah menerima notifikasi berdasarkan ayat 1 dan 2, memeriksa apakah notifikasi memuat informasi yang diisyaratkan dalam Lampiran I. Sekretariat wajib setiap enam bulan mengkomunikasikan kepada Para Pihak suatu ringkasan informasi yang diterima sesuai dengan ayat 1 dan 2, yang meliputi informasi mengenai notifikasi yang tidak memuat semua informasi yang disyaratkan dalam Lampiran I. selanjutnya Sekretariat wajib meneruskannya pada Komisi Pengkaji Bahan Kimia. Selanjutnya mekanisme untuk formulasi pestisida sangat berbahaya menjelaskan bahwa Pihak manapun yang merupakan negara berkembang atau negara dengan ekonomi transisi yang sedang mengalami masalah yang diakibatkan oleh formulasi pestisida yang berbahaya dalam kondisi penggunaan di teritorialnya, dapat mengusulkan kepada Sekretariat daftar formulasi pestisida yang berbahaya.Sekretariat wajib, sesegera mungkin, dan dalam setiap waktu tidak melewati enam bulan setelah penerimaan suatu usulan berdasarkan ayat 1, memeriksa apakah usulan memuat informasi yang disyaratkan dalam bagian 1 Lampiran IVSekretariat wajib mengumpulkan informasi tambahan yang tercantum dalam bagian 2 Lampiran IV mengenai usulan yang Universitas Sumatera Utara diteruskan berdasarkan ayat 2.Sekretariat wajib meneruskan usulan dan informasi terkait kepada Komisi Pengkaji Pengkaji Bahan Kimia. 3. Penandatanganan konvensi Rotterdam memberikan landasan hukum yang kuat kepada Indonesia sebagai pengguna dan penghasil bahan kimia dan pestisida dalam melakukan pengawasan terhadap lalu lintas perdagangan internasional bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu serta meningkatkan kerja sama antarnegara dalam perdagangan internasional dengan memfasilitasi pertukaran dan penyediaan informasi bagi proses pengambilan keputusan ekspor dan impor bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu. Terkait kasus penemuan kontainer impor besi tua yang berasal dari Irlandia, Bahrain, Inggris, Afrika Selatan dan Perancis yang terjadi di Pelabuhan Belawan, Medan pada bulan Mei Tahun 2012 dimana, berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual didapati beberapa kontainer yang berisi limbah non-B3 dalam kondisi yang tidak bersih dan terdapat limbah yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No, 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta ketentuan atau persyaratan sehubungan dengan izin impor Bahan Berbahaya dan Beracun yang diatur dalam Konvensi Rotterdam 1998. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di NKRI, maka pihak importir dapat dikenakan sanksi pidana dan kewajiban mere-ekspor ke negara asal.Didalam penyelesaian kasus ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Universitas Sumatera Utara Perdagangan Internasional mengamanatkan agar diselesaikan melalui perundingan atau cara damai lain yang dipilih. Didalam penerapannya Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA menginstruksikan agar importir berkewajiban mere-ekspor ke negara asal

B. Saran