Konvensi Stokholm 2001 Stockholm Convention on Persistent Organic

D. Konvensi Stokholm 2001 Stockholm Convention on Persistent Organic

Pollutant Dalam beberapa dekade terakhir ini masyarakat dunia telah secara luas mengembangkan 100.000 bahan kimia sintesis yang digunakan untuk mengendalikan penyakit, meningkatkan produksi pangan dan memberikan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari.Angka tersebut belum termasuk pertambahan sekitar 1500 bahan kimia baru setiap tahunnya.Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan perubahan pola perilaku ekonomi berbasis karbohidrat ke arah pola perilaku berbasis bahan kimia. Dari bahan kimia yang dihasilkan tersebut ada yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten atau lebih dikenal dengan POPs. POPs memiliki sifat beracun, sulit terurai, bioakumulasi dan terangkut, melalui udara, air dan spesies berpindah dan melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat bahan tersebut harus diwaspadai mengingat dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 34 Penggunaan bahan kimia yang bersifat persisten baru dimulai pada awal abad ke 21.Bahan kimia ini banyak digunakan dalam bidang industrial dan agrikultur sehingga ketika kedua sektor ini mulai berkembang pada tahun 1940an, eksistensi zat-zat beracun ini semakin banyak dilingkungan sekitar. Perkembangan seperti ini sangat menghawatirkan karena kadar racun dan tingkat persisten yang tinggi menyebabkan bahan-bahan kimia ini mengancam lingkungan. Beberapa zat kimia beracun ini kemudian dikelompokan kedalam 34 Setia, Hadi Tunggal, Peraturan Lingkungan Hidup 2014, Harvarindo, Jakarta 2014, Hal. 375. Universitas Sumatera Utara suatu golongan yang dikenal sekarang dengan istilah Persisten Organic Pollutant POPs.Sifat nya yang persisten menyebabkan POPs mempengaruhi kesehatan manusia diseluruh dunia. Jika salah satu zat dalam kelompok POPs dilepaskan dinegara lain misalnya, kerugian tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dinegara tersebut. Zat ini dapat dibawa oleh udara, air, bahkan binatang-binatang yang bermigrasi melewati batas-batas negara yang pada akhirnya berefek pada kehidupan darat maupun laut di negara tersebut. 35 Hal tersebut diatas menjadikan POPs sebagai masalah yang bersifat global. Upaya pembentukan rezim pengelolaan POPs dimulai pada bulan Mei 1995 ketika dewan kerja UNEP memerintahkan suatu tindakan internasional terhadap 12 bahan kimia POPs. Langkah ini kemudian ditindaklanjuti oleh IFCS Intergovermental forum on chemical safety yang menawarkan rekomendasi “international action” kepada UNEP untuk dipertimbangkan. 36 Instrumen hukum yang mengimplementasikan tindakan internasional terhadap POPs disusun pada pertemuan di Montreal Kanada pada Juni 1998.Pada pertemuan ini negosiasi-negosiasi berhasil disepakati.Stocholm Convention on Persistent Organic Pollutant kemudian diadopsi dikonferensi luar biasa yang diselenggarakan di Stocholm Swedia pada 22, 23 Oktober 2001. Tujuan utama POPs konvensi ini antara lain : 37 1. Melenyapkan zat-zat POPs yang berbahaya dari lingkungan hidup. 35 Sejarah Stockholm Convention on Persisten Organic Pollutants Dalam Konvensi Internasional Mengenai Limbah B3 Bahan Beracun dan Berbahaya. 36 Ibid. 37 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Mengusahakan penggunaan bahan kimia alternatif yang lebih ramah lingkungan 3. Melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. 4. Mengupayakan pembersihan terhadap tumpukan bahan kimia berbahaya yang ada di lingkungan 5. Memastikan kerja sama seluruh negara dalam upaya pengelolaan zat-zat POPs Konvensi ini mengatur tindakan-tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan produksi terhadap: 38 1. Zat-zat kimia yang bersifat persisten yang dihasilkan secara sengaja Zat-zat kimia yang termasuk dalam kategori ini meliputi zat kimia yang dilarang yang diatur dalam Annex A dan zat kimia yang penggunaannya harus dibatasi yang pengaturannya terdapat di Annex B. 2. zat-zat kimia yang bersifat persisten yang dihasilkan secara tidak sengaja zat-zat kimia ini biasanya dihasilkan dari proses industrial atau pembakaran yang tidak sempurna yang tercantum dalam Annex C 3. Zat-zat kimia bersifat persisten yang dihasilkan dari timbunan limbah Tindakan-tindakan yang diatur dalam konvensi ini juga meliput i pengelolaan tumpukan limbah yang mengandung zat-zat kimia beracun yang bersifat persisten. 38 Ibid Universitas Sumatera Utara Negara peserta dalam konvensi ini dapat mengajukan zat kimia baru yang dianggap menjadi bahan kimia yang digolongkan dalam Annex A, B, dan C. Dalam hal ini, negara peserta harus menyampaikan proposal yang berisi berbagai informasi mengenai zat kimia yang baru kesekretariat komite. Jika informasi yang tercantum dalam proposal sudah memenuhi syarat, maka sekretariat komite akan mengajukannya ke POPs Review committe. Jika komite memutuskan bahwa proposal layak dan memenuhi syarat, maka komite mempublikasikan proposal dan hasil evaluasi dari zat tersebut kepada negara peserta lainnya.Sebaliknya, jika komite memutuskan proposal belum memenuhi kriteria, maka proposal tersebut disisihkan. 39 1. Negara peserta wajib melakukan pertukaran informasi melalui sekretariat komite. Dalam konvensi ini diatur tindakan-tindakan negara peserta yang wajib dilakukan, meliputi : 40 2. Negara peserta wajib menyediakan informasi publik, peningkatan kesadaran dan edukasi berkaitan dengan bahan POPs. 41 3. Sesuai dengan kemampuan, tiap negara wajib melakukan penelitian, pengembangan dan pengawasan serta kerjasama mengenai bahan POPs 39 Ibid 40 Pasal 9 Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional. 41 Pasal 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional. Universitas Sumatera Utara yang meliputi sumber dan pelepasan bahan POPs kedalam lingkungan hidup, kesehatan manusia, serta dampak sosial ekonomi dan budaya. 42 4. Konvensi ini juga mengatur mengenai bantuan teknis yang diberikan oleh para pihak negara maju dan para pihak lainnya sesuai dengan kemampuannya. 43 5. Setiap negara pihak wajib menyediakan dukungan keuangan sesuai dengan kemampuannya dalam rangka mencapai tujuan konvensi. 44 6. Setiap negara pihak wajib melaporkan kepada sidang para pihak secara berkala sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh sidang para pihak. 45 7. Diadakannya evaluasi efektifitas dalam jangka waktu 4 tahun setelah konvensi ini berlaku. Evaluasi ini akan diadakan selanjutnya secara berkala yang intervalnya ditentukan oleh theconference of parties .The conference of partiesadalah badan yang dibentuk sesuai dengan mandat dari pasal 19 dari konvensi ini. Fungsi dari badan ini adalah: a. Mendirikan suatu badan subsider yang berfungsi melaksanakan mandat dari pasal 6 konvensi ini. 42 Pasal 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional. 43 Pasal 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional. 44 Pasal 13 Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional. 45 Pasal 15 Undang-Undang No. 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional. Universitas Sumatera Utara b. Bekerja sama dengan organisasi internasional dan badan antar pemerintah maupun non-pemerintah c. Melakukan peninjauan ulang terhadap laporan-laporan informasi dari negara peserta d. Meninjau dan menetapkan tindakan-tindakan tambahan yang dirasa perlu dilakukan guna mencapai tujuan konvensi Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang