18 3 membuat partai baru yang memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama.
Kritik internal merupakan manifestasi ketidaksetujuan akan sebuah kebijakan partai politik atau seorang kontestan. Ketika pemilih merasa kritikannya tidak difasilitasi oleh mekanisme
internal partai politik, mereka cenderung menyuarakannya melalui mekanisme eksternal partai, umpamanya melalui media massa seperti televisi, radio, dan sebagainya. Frustasi
merupakan posisi yang sulit bagi pemilih jenis ini. Di satu sisi, mereka merasa bahwa ideologi suatu partai atau seorang kontestan adalah yang paling sesuai dengan karakter
mereka, tapi di sisi lain mereka merasakan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan yang akan dilakukan partai. Biasanya pemilih ini akan melihat-lihat dahulu wait and see sebelum
munculnya ide kemungkinan yang ketiga, yaitu membentuk partai baru. Pembuatan partai biasanya harus dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak puas atas kebijakan suatu partai.
Mereka memiliki kemampuan untuk menggalang massa, ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai tandingan dengan nilai ideologi yang biasanya tidak berbeda jauh dengan
partai sebelumnya.
I. 6.3.3 Pemilih Tradisional
Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam
pengambulan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial- budayanya, nilai, asalusul, faham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai
politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih jenis ini
lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah
tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.
Universitas Sumatera Utara
19
I. 6.3.4 Pemilih Skeptis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting.
Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan
„platform‟ dan kebijakan sebuah partai politik. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa
siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu, mereka tidak memiliki ikatan emosional
dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan.
I. 6.4 Pemilihan Umum Kepala Daerah
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah atau disingkat Pilkada. Kemudian menurut Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu 22 tahun 2007 berubah menjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah atau disebut Pemilukada, yang
selanjutnya terbit undang-undang baru, UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu tidak lagi disebut dengan pemilu kepala daerah tetapi disebut dengan pemilihan gubernur, pemilihan bupati,
atau pemilihan walikota.
26
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 56 joPasal 119 dan Peraturan Pemerintah PP No. 6
Tahun 2005 tentang Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang pilkada secara langsung tercermin dalam
cara pemilihan dan asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pilkada. Dalam pasal 56 ayat 1 disebutkan :
26
www.kpu.go.id
Universitas Sumatera Utara
20 “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. ”
Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam menentukan wakil- wakilnya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif, juga merupakan sarana ikut
serta berpartisipasi dalam kegiatan politik. Demokrasi Indonesia mengalami perubahan signifikan pasca runtuhnya orde baru. Kehidupan berdemokrasi menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan bebas
menyalurkan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sangat dibatasi pada orde baru.
Pemilihan kepala daerah langsung juga merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat, karena melalui pemilihan kepala daerah langsung ini menandakan terbukanya
ruang yang cukup agar rakyat bebas memilih pemimpinnya. Kelahiran pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan salah satu kemajuan dari proses demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan
kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak- hak dasar masyarakat di daerah untuk menentukan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mereka kehendaki.
Proses pemilihan kepala daerah di laksanakan melalui beberapa tahapan. Dimulai dari tahap pendaftaran, penyaringan, penetapan pasangan calon, rapat paripurna khusus, pengiriman berkas
pemilihan, pengesahan dan pelantikan. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, kepala daerah dan wakil kepala daerah memiliki peranan yang sangat penting
dibidang penyelenggaraan pemerintahan, pengembangan dan pelayanan masyarakat dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah.
27
I. 6.5 Etnis