13 Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis”.
16
“Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu
tersebut”.
17
I. 6.2.1 Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis berasal dari Eropa Barat yang dikembangkan oleh ahli ilmu politik dan sosiologi. Mereka memandang bahwa masyarakat sebagai sesuatu yang bersifat
hirarkis terutama berdasarkan status, karena masyarakat secara keseluruhan merupakan kelompok orang yang mempunyai kesadaran status yang kuat. Para pendukung mahzab ini
percaya bahwa masyarakat telah tersusun sedemikian rupa sesuai dengan latar belakang dan karakteristik sosialnya, maka memahami karakteristik sosial tersebut merupakan sesuatu yang
penting dalam memahami perilaku politik individu. Secara singkat, aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis
perilaku pemilih menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di kotak pemilihan merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi di mana dia berada
seperti profesi, kelas sosial, agama dan seterusnya. Dengan kata lain latar belakang seseorang atau sekelompok orang atas dasar jenis kelamin, kelas sosial, ras, etnik, agama, pekerjaan,
idiologi bahkan daerah asal menjadi variabel yang mempengaruhi terhadap keputusannya untuk memberikan suara pada saat pemilihan.
I. 6.2.2 Pendekatan Psikologis
Munculnya pendekatan psikologis merupakan reaksi atas ketidakpuasan ilmuan politik terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan
konsep psikologi terutama sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih. Menurut
16
Afan Gaffar. Javanese Voters: a Case Study of Election under a Hegemonic Party System. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 1992. Hal 4- 9
17
Ramlan Surbakti. Op. Cit. Hal 187
Universitas Sumatera Utara
14 pendekatan psikologis, pada pemilih di Amerika Serikat menentukan pilihan karena
pengaruh kekuatan psikologi yang berkembang dalam dirinya sebagai produk sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang
merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis berasumsi bahwa keputusan seorang individu dalam
memberikan suara kepada kandidat tertentu merupakan persoalan respons psikologis. Pendekatan psikologis mensyaratkan adanya “kecerdasan” dan rasionalitas pemilih dalam
menentukan pilihannya. Pada pendekatan psikologis penekanan lebih pada individu itu sendiri. Menurut psikologis, ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih. Tiga
faktor tersebut adalah identifikasi partai, orientasi isu atau teman dan orientasi kandidat. Indentifikasi partai yang dimaksud disini adalah bukan sekedar partai apa yang dipilih tetapi
juga tingkat identifikasi individu terhadap partai tersebut. Menurut Philip Converse dalam Affan Gaffar, “identifikasi partai diartikan sebagai keyakinan yang diperoleh dari orang tua
dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan tersebut tetap membekas sepanjang hidup, walaupun s
emakin kuat atau memudar selama masa dewasa”.
18
Kemudian, yang dimaksud dengan orientasi isu atau tema adalah tema atau isu- isu apa saja yang diangkat oleh parpol tersebut. Sedangkan, yang dimaksud dengan orientasi
kandidat adalah siapa saja yang mewakili parpol tersebut. Greenstein menyatakan dalam menjelaskan perilaku dalam kaitannya dengan
pendekatan psikologis seseorang terdapat dua konsep khusus yaitu, “konsep sikap dan
sosialisasi”. Konsep sikap merupakan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih, karena menurut Greenstein ada tiga fungsi sikap yakni:
19
Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap suatu objek diberikan berdasarkan motivasi, minat
dan kepentingan orang tersebut. Kedua sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama dan tidak sama
18
Ibid. Hal 10
19
Muhamad Asfar. Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Prilaku Pemilih. Jurnal Ilmu Politik Edisi No. 16. Jakarta. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Hal 52
Universitas Sumatera Utara
15 dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap merupakan ekternaliasasi dan
pertahanan diri, artinya sikap seseorang merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan.
Pembentukan sikap tidaklah bersifat begitu saja terjadi, melainkan proses sosialisasi yang berkembang menjadi ikatan psikologis yang kuat antara seseorang dengan partai politik
atau kandidat tertentu. Kedekatan inilah yang menentukan seseorang memilih atau tidak. “Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan
seseorang terlibat dalam pemilihan”.
20
I. 6.2.3 Pendekatan Rasional