Upaya Pencegahan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Bank

5. Ketika Korban menelpon pelaku 4 yang bertindak sebagai operator bank. Operator palsu akan menyakan nomor rekening dan meminta nomor pin. Alasannya untuk kepentingan pemblokiran kartu. Korban disuruh ke bank untuk melapor. 6. Ketika Korban meninggalkan ATM, pelaku 1 akan menarik kartu yang tersangkut menggunakan benang wol. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigadir Jenderal Victor Panggabean menuturkan sejak 2012 hingga 2015 telah terjadi kerugian sebesar Rp33 miliar akibat kejahatan perbankan. Modus terbesar yang digunakan ialah skimming. Total ada 497 pelaku yang sudah tertangkap. 130

C. Upaya Pencegahan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Bank

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Jadi perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum maupun undang- undang untuk melindungi kepentingan manusia agar kehidupan manusia dapat berlangsung normal, tentram dan damai. Permasalahan secara yuridis untuk menjerat pelaku kejahatan ini biasanya dikaitkan dengan berbagai persoalan yang berhubungan dengan kejahatan cyber crime yaitu siapa yang berwenang mengatur atau membuat regulasi yang berkaitan dengan kejahatan di internet mengingat 130 Ibid. Universitas Sumatera Utara kejahatan ini melintasi batas teritorial atau borderless territory, atau bahkan bisa dikatakan di luar teritorial negara out of the state territory. 131 Dalam upaya Pencegahan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam hal ini bank berhak untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan informasi danatau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. 132 Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 133 Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan laporan kepada Konsumen tentang posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, aset, atau kewajiban Konsumen secara akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen. 134 Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib mencegah pengurus, pengawas, dan pegawainya dari perilaku: 135 a. memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya,yang dapat merugikan Konsumen. 131 Mahesa Jati Kusuma, Op. Cit, hlm.37 132 Republik Indonesia, Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1POJK072013 Tentang, Pasal 3. 133 Ibid, Pasal 25. 134 Ibid, Pasal 27. 135 Ibid, Pasal 30. Universitas Sumatera Utara Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penggunaanTeknologi Informasi.Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling kurang mencakup: 136 a. Pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi; b. Kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi; c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan danpengendalian risiko penggunaan Teknologi Informasi; dan d. Sistem pengendalian intern atas penggunaan Teknologi Informasi. Penerapan manajemen risiko harus dilakukan secara terintegrasi dalam setiap tahapan penggunaan Teknologi Informasi sejak proses perencanaan, pengadaan, pengembangan, operasional, pemeliharaan hingga penghentianan penghapusan sumber daya Teknologi Informasi. 137 Bank wajib mengidentifikasi dan memantau serta mengendalikan risiko yang terdapat pada aktivitas operasional Teknologi Informasi, pada jaringan komunikasi serta pada end user computing untuk memastikan efektifitas, efisiensi dan keamanan aktivitas tersebut antara lain dengan : 138 1. menerapkan pengendalian fisik dan lingkungan terhadap fasilitas Pusat Data Data Center dan Disaster Recovery Center; 2. menerapkan pengendalian hak akses secara memadai sesuai kewenangan yang ditetapkan; 136 Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 9152007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, BAB, II, Pasal 2. 137 Ibid, Pasal 2 ayat 3. 138 Ibid , Pasal 12. Universitas Sumatera Utara 3. menerapkan pengendalian pada saat input, proses, dan output dari informasi; 4. memperhatikan risiko yang mungkin timbul dari ketergantungan Bank terhadap penggunaan jaringan komunikasi; 5. memastikan aspek desain dan pengoperasian dalam implementasi jaringan komunikasi sesuai dengan kebutuhan; 6. melakukan pemantauan kegiatan operasional Teknologi Informasi termasuk adanya audit trail; 7. melakukan pemantauan penggunaan aplikasi yang dikembangkan atau diadakan oleh satuan kerja di luar satuan kerja Teknologi Informasi. Bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut: 139 1. pengamanan informasi ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan confidentiality, integritas integrity dan ketersediaannya availability secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; 2. pengamanan informasi dilakukan terhadap aspek teknologi, sumber daya manusia dan proses dalam penggunaan Teknologi Informasi; 3. pengamanan informasi mencakup pengelolaan aset bank yang terkait dengan informasi, kebijakan sumber daya manusia, pengamanan fisik, pengamanan akses, pengamanan operasional, dan aspek penggunaan Teknologi Informasi lainnya; 139 Ibid , Pasal 14. Universitas Sumatera Utara 4. adanya manajemen penanganan insiden dalam pengamanan informasi; 5. pengamanan informasi diterapkan berdasarkan hasil penilaian terhadap risiko risk assessment pada informasi yang dimiliki Bank. Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan BI ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapatdikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubahdengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa: 140 a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus dalam daftar tidak lulus melalui mekanismeuji kepatutan dan kelayakan fit and proper test. BI dapat melakukan pemeriksaan atau meminta Bank untuk melakukan pemeriksaan terhadap aspek-aspek terkait penggunaan Teknologi Informasi. Bank wajib menyediakan akses kepada BI untuk dapat melakukan pemeriksaan pada seluruh aspek terkait penyelenggaraan Teknologi Informasi baik yang diselenggarakan sendiri maupun yangdiselenggarakan oleh pihak lain. 141 140 Ibid, BAB, VIII, Pasal 30. 141 Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 9152007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, BAB, VIII, Pasal 29. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENANGANAN KEJAHATAN PERBANKAN KONVENSIONAL BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN A. Perlindungan Nasabah yang Menjadi Korban Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Bank Dasar hukum hubungan bank dengan nasabah penyimpan dana dapat dilihat dalam literatur hukum perbankan banking law yang dikemukakan oleh Remy Sjahdeini, bahwa sekalipun dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak mengatur lembaga khusus tentang simpanan nasabah penyimpan kepada bank giro, deposito, atau tabungan atau yang khusus mengatur hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana. 142 Secara umum hubungan hukum mereka sebagai perjanjian pinjam-meminjam, atau lebih spesifik sebagai perjanjian peminjaman uang. 143 Karena hal tersebut merupakan perjanjian pinjam- meminjam, sesuai dengan ketentuan Pasal 1755 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dana yang disimpan oleh nasabah dianggap sebagai milik bank selama dalam penyimpanan bank. Dengan kata lain, sebelum ditagih oleh nasabah, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut untuk kepentingannya seperti layaknya 142 Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,Penerbit: Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 154. 143 Ibid. Universitas Sumatera Utara seorang pemilik. Apakah untuk disalurkan sebagai kredit ataupun untuk investasi dan biaya-biaya bank. 144 Dengan demikian, dapat diketahui hubungan antar bank dengan nasabah berdasarkan perjanjian. Arti perjanjian di sini adalah suatu peristiwa antara seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian itu berbentuk suatu rangkaian perkataan yang mengandung janjikesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 145 Akibat hukum dari peristiwa tersebut para pihak ialah nasabah penyimpan dana dan bank mempunyai hak dan kewajiban. Nasabah menjadi korban kejahatan carding yaitu atas hilangnya atau dicurinya rekening yang disimpan pada perusahaan perbankan. Maka dalam hal ini adapun hak- hak dan kewajiban nasabah, antara lain: 146 1. Nasabah berhak mendapatkan perlindungan atas tabungan atau rekening yang disimpan pada suatu bank. Berdasarkan Pasal 29 ayat 3 Undang- undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UU Perlindungan Konsumen. Berdasarkan prinsip kehati- hatian. 2. Nasabah berhak mendapatkan inforasi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. 3. Nasabah berhak mendapatkan ganti kerugian atas dana atau rekening yang hilang atau dicuri dari bank pemegang hak simpanan. Selain itu juga 144 Ibid. 145 R. Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit: Alumni, Bandung, 1976, hal. 1. 146 Mahesa Jati Kusuma, Op. Cit, hlm. 13. Universitas Sumatera Utara perlindungan hukum yang diterima nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum. Sedangkan kewajiban nasabah adalah : 1. Nasabah berkewajiban aktif memberitahukan informasi atas kejanggalan atau kerugian yang dideritanya kepada pihak bank, sehingga dapat di proses lebih lanjut. 2. Nasabah juga berkewajiban memberikan keterangan dalam proses peradilan sebagai saksi apabila terjadi masalah hukum,dalam hal ini adanya kejahatan percurian rekening carding dari bank yang bersangkutan. Perlindungan hukum pada korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga internasional. Oleh karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Pentingnya perlindungan korban kejahatan memperoleh perhatian serius. 147 Perlindungan hukum pada korban kejahatan tersebut merupakan bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia atau kepentingan hukum seseorang yang sudah seharusnya perlu mendapatkan perhatian serius dan penting adanya perluasan bentuk perlindungannya, mengingat dewasa ini bentuk kejahatan dan korbannya begitu kompleks seiring dengan majunya peradaban. 148 Bentuk kejahatan baru yang seringkali disebut dengan istilah white collar crime, mempunyai modus operandi yang sangat susah dalam pengungkapan kasusnya, 147 Ibid. 148 Ibid. Universitas Sumatera Utara karena dilakukan secara profesional di bidangnya dan juga seringkali melibatkan kekuasaan power. Korban kejahatan perbankan sulit untuk diketahui atau korban baru nampak pada waktu yang cukup lama setelah terjadinya kejahatan dan lebih parah lagi kadang korban tidak mengetahui kalau dirinya telah menjadi korban dari suatu perbuatan tertentu. 149 Kepercayaan merupakan inti dari perbankan sehingga sebuah bank harus mampu menjaga kepercayaan dari para nasabahnya. Hukum sebagai alat rekayasa social Law as a tool of social engineering terlihat aktualisasinya di sini. Di tataran undang-undang maupun PBI terdapat pengaturan dalam rangka untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan dan sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah. 150 Dalam memberikan perlindungan hukum khususnya bagi nasabah deposan, UU Perbankan mengamanatkan dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan LPS dan mewajibkan setiap bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan dalam bank yang bersangkutan. 151 Amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dimaksud telah direalisasikan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Adapun yang menjadi fungsi dari lembaga ini adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabiltas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. 152 149 Mahesa Jati Kusuma, Op. Cit, Hlm. 15. 150 Ibid 151 Republik Indonesia, Perbankan, Op. Cit, Pasal 37 B ayat 1 dan 2. 152 Republik Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, Pasal 4. Universitas Sumatera Utara Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan, khususnya dalam hal terjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Hal ini telah diatur melalui PBI No. 77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI No. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan. Setelah menerima pengaduan Konsumen, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan: 153 a. Pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, dan obyektif; b. Melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan; dan c. Menyampaikan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi redressremedy atau perbaikan produk dan atau layanan, jika pengaduan Konsumen benar. Dalam Pasal 1 angka 4 PBI No. 77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Pengaduan didefinisikan sebagai ungkapan ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank. Sesuai dengan Pasal 2 PBI No. 77PBI2005, maka bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang penerimaan pengaduan, penangangan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. Ketentuan mengenai kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 724DPNP tertanggal 18 Juli 2005, antara lain sebagai berikut: a Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu 153 Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1POJK072013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 38. Universitas Sumatera Utara lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut. b Setiap Nasabah, termasuk walk-in customer, memiliki hak untuk mengajukan pengaduan. c Pengajuan pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah. Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam hal ini bank wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan danatau kelalaian, pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan danatau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 154 Dalam Pasal 10 PBI No. 77PBI2005 disebutkan bahwa bank wajib menyelesaikan Pengaduan paling lambat 20 dua puluh hari kerja setelah tanggal penerimaan Pengaduan tertulis, kecuali terdapat kondisi tertentu yang menyebabkan bank dapat memperpanjang jangka waktu. yaitu: a Kantor Bank yang menerima Pengaduan tidak sama dengan Kantor Bank tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala komunikasi diantara kedua Kantor Bank tersebut; b Transaksi Keuangan yang diadukan oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen Bank; 154 Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1POJK072013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 29. Universitas Sumatera Utara c Terdapat hal-hal lain yang berada diluar kendali bank, seperti adanya keterlibatan pihak ketiga diluar Bank dalam Transaksi Keuangan yang dilakukan Nasabah. Mengingat penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor 77PBI2005 tertanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi yang khusus menangani sengketa perbankan. Mediasi Perbankan adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. 155 Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan sebagaimana telah disebut dalam ketentuan Peraturan BI, yakni: 156 a Lembaga Mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan b Lembaga ini saat ini belum terbentuk, akan dibentuk selambat-lambatnya 31 Des 2007, sehingga fungsi Mediasi Perbankan untuk sementara dilaksanaan oleh BI. Proses beracara dalam Mediasi Perbankan secara teknis diatur dalam PBI No. 85PBI2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 814DPNP tanggal 1 Juni 2006, yaitu sebagai berikut: 155 Republik Indonesia, PBI No. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, Pasal 1 ayat 5. 156 Republik Indonesia, PBI No. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, Pasal 3. Universitas Sumatera Utara a Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi perbankan kepada BI dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah. b Dalam hal Nasabah atau Perwakilan Nasabah mengajukan penyelesaian Sengketa kepada BI, Bank wajib memenuhi panggilan BI. Syarat-syarat Pengajuan Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Perbankan yakni : 157 a Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai; b Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh Nasabah kepada Bank; c Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat Kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga Mediasi lainnya; d Sengketa yang diajukan merupakan Sengketa keperdataan; e Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang difasilitasi oleh BI; dan f Pengajuan penyelesaian Sengketa tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah. Pemaparan di atas merupakan sebagian dari peraturan perundang- undangan yang dapat dijadikan sarana perlindungan bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan. Demi optimalnya peraturan perundang-undang dimaksud, maka diperlukan adanya kerja sama antar stake holder terkait, yaitu 157 Republik Indonesia, Pasal 8 PBI No. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan Universitas Sumatera Utara pihak bank, nasabah, pemerintah, dan lembaga penyelesaian sengketa sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing. B. Penanganan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan OJK mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengawasi khususnya tentang kejahatan perbankan. Definisi kejahatan perbankan berdasarkan UU Perbankan tidak memberikan definisi yang pasti tentang kejahatan perbankan. Meski demikian, UU Perbankan menetapkan 13 definisi dari pasal 46 sampai pasal 50A yang kemudian digolongkan menjadi 4 macam, yaitu : 158 a. Kejahatan yang berkaitan dengan perizinan ; b. Kejahatan yang berkaitan dengan rahasia bank ; c. Kejahatan yang berkaitan dengan administrasi, pengawasan, dan pembinaan ; dan d. Kejahatan yang berkaitan dengan usaha bank. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP ketentuan penyidik PPNS diakui sebagai penyidik sesuai dengan undang-undang yang berlaku di mana PPNS tertentu diberi wewenang khusus oleh undang-undang. 159 Bukan saja terhadap kejahatan perbankan di dalam negeri OJK dapat melakukan pula bekerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan 158 Erwan Suherwana, “Tinjauan Terhadap Kejahatan Perbankan”, https:erwan29680.wordpress.com20090330tinjauan-terhadap-kejahatan-perbankan diakses tanggal 23 Maret 2016 159 M. Irwansyah Putra, “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Pengaturan dan Pengawasan Terhadap Bank ”. Jurnal Hukum Ekonomi, Juni 2013, Volume II Nomor 1, hlm. 5. Universitas Sumatera Utara di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan. 160 Tujuan kerja sama bantuan hukum timbal balik dalam perkara pidana untuk mempermudah proses penyidikan dalam rangka pembuktian perkara dalam persidangan khususnya bagi negara yang meminta bantuan hukum. 161 Bantuan hukum tersebut juga berlaku sebaliknya. Wewenang OJK dalam hubungan internasional sebagaimana ditentukan dalam Pasal 47 ayat 4 UUOJK adalah melakukan kerja sama dan memberikan bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain berdasarkan permintaan tertulis. 162 Penyidik yang bertindak menurut Pasal 49 ayat 1 UUOJK adalah Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil di jajaran OJK. Penyidik berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 27 ayat 2 UUOJK, dalam OJK dipekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 49 ayat 2 diperuntukkan sebagai PPNS. Wewenang dari Penyidik PPNS menurut Pasal 49 ayat 3 UUOJK antara lain: menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan, melakukan penelitian atas kebenaran laporan,melakukan penelitian terhadap setiap orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana, memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang 160 Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 47 ayat 4. 161 R. Subekti, Hukum Pembuktian Jakarta: Pradnya Paramita, 1983, hal. 7. 162 Ibid. Universitas Sumatera Utara disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan. Penyidik OJK berwenang dalam hal melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen, melakukan penggeledahan, meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, meminta bantuan aparat penegak hukum lain, meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan, memblokir rekening pada bank, dan meminta bantuan ahli. Hasil penyidikan disampaikan kepada pihak Kejaksaan dan pihak Kejaksaan wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai kewenangannya paling lama 90 sembilan puluh hari sejak diterimanya hasil penyidikan tersebut. 163 Dalam hal perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, pengaduan konsumen dan pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan oleh OJK konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen kepada OJK. 164 Konsumen danatau masyarakat dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan kepada OJK. 165 Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disampaikan kepada OJK, dalam hal ini Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen. 166 Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan Konsumen oleh OJK dilakukan terhadap pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan 163 Republik Indonesia, OJK, Op. Cit, Pasal 50. 164 Republik Indonesia, Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Op. Cit, Bab III, Pasal 40 ayat 1. 165 Ibid, Bab III, Pasal 40 ayat 2. 166 Ibid, Bab III, Pasal 40 ayat 3. Universitas Sumatera Utara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 1 dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 167 1. Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh: a. Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan, paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah; b. Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang asuransi umum paling banyak sebesar Rp750.000.000,00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah; 2. Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan dokumen pendukung yang berkaitan dengan pengaduan; 3. Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan namun Konsumen tidak dapat menerima penyelesaian tersebut atau telah melewati batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini; 4. Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa sedang dalam proses atau pernah diputus oleh lembaga arbritrase atau peradilan, atau lembaga mediasi lainnya; 5. Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan; 6. Pengaduan yang diajukan belum pernah difasilitasi oleh OJK; dan 7. Pengajuan penyelesaian pengaduan tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen. 167 Ibid, Bab III, Pasal 41. Universitas Sumatera Utara Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan yang dilaksanakan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan upaya mempertemukan Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian. 168 OJK menunjuk fasilitator untuk melaksanakan fungsi penyelesaian pengaduan. 169 OJK memulai proses fasilitasi setelah Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan sepakat untuk difasilitasi oleh OJK yang dituangkan dalam perjanjian fasilitasi yang memuat: 170 1. Kesepakatan untuk memilih penyelesaian pengaduan yang difasilitasi oleh OJK; dan 2. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh OJK. Pelaksanaan proses fasilitasi sampai dengan ditandatanganinya Akta Kesepakatan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari kerja sejak Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan menandatangani perjanjian fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44. 171 Jangka waktu proses fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang sampai dengan 30 tiga puluh hari kerja berikutnya berdasarkan Akta Kesepakatan Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 172 Kesepakatan antara Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang dihasilkan dari proses fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dituangkan 168 Ibid, Bab III, Pasal 42. 169 Ibid, Bab III, Pasal 43. 170 Ibid, Bab III, Pasal 44. 171 Ibid,. Bab III, Pasal 45 ayat 1. 172 Ibid,. Bab III, Pasal 45 ayat 2. Universitas Sumatera Utara dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 173 Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara Konsumen dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan, maka ketidaksepakatan tersebut dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi OJK yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 174

C. Perlindungan Hukum kepada Nasabah dari Otoritas Jasa Keuangan