Latar Belakang Bank Bali

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. 1 Hal tersebut dapat dilihat dalam pengertian Bank yang selengkapnya berbunyi: 2 “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Apabila pada 3 tiga dekade yang lalu perbankan nyaris hanya didominasi dengan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana yang konvensional dalam arti nasabah harus datang kepada Bank untuk memenuhi keperluannya, maka produk perbankan sekarang jauh lebih maju dan variatif, meskipun dasar utama kegiatannya tidak berubah dari menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. 3 Contoh nyata dalam kegiatan operasional perbankan saat ini adalah masyarakat sangat mengenal produk perbankan 1 Chatamarrasjid, Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 7. 2 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 selanjutnya disebut dengan UU Perbankan, Pasal 1 angka 2. 3 Nurtjipto, Aspek Hukum Penggunaan Agen dalam Breancless Banking Di Indonesia, Tesis, Pasca Sarjana Hukum, UI, 2012, hlm. 4. Universitas Sumatera Utara Automatic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri ATM, yang memudahkan masyarakat yang telah menjadi nasabah Bank dalam menarik uang tanpa harus mengantri pada kasir Bank. 4 Dalam perkembangannya pula melalui ATM masyarakat dimudahkan untuk melakukan transaksi penyetoran, pengiriman dan pembayaran. Setelah ATM, muncul pelayanan nasabah berbasis teknologi informasi seperti sebutkanlah Mobile Banking Phone atau SMS Banking dan Internet Banking. Segi operasional dua kegiatan ini nyaris sama dengan ATM, namun dalam perkembangannya, perkembangan Mobile Banking belum seperti yang diharapkan. 5 Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari hampir seluruh aktivitas masyarakat. 6 Bahkan di dunia perbankan hampir seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran telah dilaksanakan secara elektronik paperless. 7 Perkembangan teknologi informasi itu telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. 8 Pelayanan electronic transaction e- banking melalui ATM, phone banking dan Internet banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh 4 Ibid. 5 Ibid. 6 Direktorat Hukum Bank Indonesia, “Peranan Bank Indoensia Dalam Pencegahan Kejahatan Penipuan Internet di Perbankan” http:www.interpol.go.identransnational- crimecyber-crime90-peranan-bank-indonesia-dalam-pencegahan-kejahatan-penipuan-internet-di- perbankan diakses pada 16 Oktober 2016 7 Ibid. 8 Ibid. Universitas Sumatera Utara teknologi. 9 Bagi perekonomian, kemajuan teknologi memberikan manfaat yang sangat besar, karena transaksi bisnis dapat dilakukan secara seketika real time, yang berarti perputaran ekonomi menjadi semakin cepat dan dapat dilakukan tanpa hambatan ruang dan waktu. 10 Begitu juga dari sisi keamanan, penggunaan teknologi, memberikan perlindungan terhadap keamanan data dan transaksi. Namun demikian, di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat tidak dapat dipungkiri telah menimbulkan ekses negatif, yaitu berkembangnya kejahatan yang lebih canggih yang dikenal sebagai Cybercrime. 11 Penerapan teknologi dan sistem informasi dalam perbankan Indonesia menunjukkan perkembangan pesat. Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara umum untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan operasional perbankan. 12 Dibalik perkembangan ini terdapat berbaga permasalahan hukum yang berkaitan dengan kejahatan informasi dan transaksi elektronik di bidang perbankan yang kemudian merugikan bank, masyarakat dan nasabah jika tidak diantisipasi dengan baik. Seiring dengan semakin maraknya tindak kejahatan cyber crime di bidang perbankan yaitu kasus pembobolan terhadap sistem keamanan dan pembobolan rekening hacking atau sistem elektronik nasabah dalam sistem 9 Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia, “Urgensi Cyberlaw Di Indonesia Dalam Rangka Penanganan Cybercrime Di Sektor Perbankan”, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 4 Nomor 2, Agustus 2006, hlm. 15 10 Ibid. 11 Ibid. 12 Koran Sindo, “Tiga Modus Kejahatan Perbankan Mengancam Masyarakat”, http:nasional.sindonews.comread1026441149tiga-modus-kejahatan-perbankan-mengancam- masyarakat-14379641423 diakses pada tanggal 10 Agustus 2016. Universitas Sumatera Utara perbankan nasional dengan menggunakan sarana, prasarana dan identitas orang lain guna memalsukan kartu kredit dalam kejahatan yang disebut Carding 13 . Contoh cybercrime dalam transaksi perbankan yang menggunakan sarana Internet sebagai basis transaksi adalah sistem layanan kartu kredit dan layanan perbankan online online banking. Dalam sistem layanan yang pertama, yang perlu diwaspadai adalah tindak kejahatan yang dikenal dengan istilah carding. Prosesnya adalah sebagai berikut, pelaku carding memperoleh data kartu kredit korban secara tidak sah illegal interception 14 , dan kemudian menggunakan kartu kredit tersebut untuk berbelanja di toko online forgery. Modus ini dapat terjadi akibat lemahnya sistem autentifikasi yang digunakan dalam memastikan identitas pemesan barang di toko online. 15 Kegiatan yang kedua yaitu perbankan online online banking. Modus yang pernah muncul di Indonesia dikenal dengan istilah typosite yang memanfaatkan kelengahan nasabah yang salah mengetikkan alamat bank online yang ingin diaksesnya. 16 Pelakunya sudah menyiapkan situs palsu yang mirip dengan situs asli bank online forgery. Jika ada nasabah yang salah ketik dan 13 Carding atau Credit Card Froud, suatu kejahatan kartu kredit, merupakan salah satu bentuk dari pencurian thelf dan kecurangan froud di dunia internet yang dilakukan oleh pelakunya dengan menggunakan kartu kredit credit card curian atau kartu kredit palsu yang dibuat sendiri. Tujuannya tentu saja adalah untuk membeli barang secara tidak sah atas beban rekening dari pemilik kartu kredit yang sebenarnya yang asli atau untuk menarik dana secara tidak sah dari suatu rekening bank milik orang lain. 14 Beberapa contoh dari illegal interception yaitu antara lain: Penggunaan kartu asli yang tidak diterima oleh pemegang kartu sesungguhnya Non received card, Kartu asli hasil curiantemuan loststolen card, kartu asli yang diubah datanya altered card, kartu kredit palsu totally counterfeit, menggunakan kartu kredit polos yang menggunakan data asli white plastic card, penggandaan sales draft oleh oknum pedagang kemudian diserahkan kepada oknum merchant lainnya untuk diisi dengan transaksi fiktif record of charge pumping atau multiple imprint, dll. 15 Tiga Modus Kejahatan Perbankan Mengancam Masyarakat, Op. Cit. 16 Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum Direktorat Hukum Bank Indonesia, Op. Cit, hlm. 19. Universitas Sumatera Utara masuk ke situs bank palsu tersebut, maka pelaku akan merekam user ID dan password nasabah tersebut untuk digunakan mengakses ke situs yang sebenarnya illegal access dengan maksud untuk merugikan nasabah. Misalnya yang dituju adalah situs www.klikbca.com, namun ternyata nasabah yang bersangkutan salah mengetik menjadi www.klickbca.com. 17 Otoritas Jasa Keuangan Indonesia lahir berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan UU OJK yang disahkan pada tanggal 22 November 2011, sehingga jelas sekarang landasan kerja, tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain tentang lembaga ini diatur oleh Undang-Undang tersebut. 18 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK, pengertian “Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini”. Di lihat dari sistematika lingkup OJK tidak hanya dibatasi untuk melakukan pengawasan terhadap Bank, namun juga pengawasan terhadap Lembaga Keuangan lain yang bukan merupakan kewenangan BI seperti Lembaga Asuransi, Dana Pensiun, Sekuritas Pasar Modal, Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia UU BI terdapat pembagian tugas dalam melaksanakan 17 Ibid. 18 Zulaikakita, “Ojk dalam ketatanegaraan indonesia ”, Http:Zulakita.Blogspot.Com201212Ojk-Dalam-Ketatanegaraan-Indonesia.Html, Diakses Pada Tanggal 30 Mei 2014 Pukul 20.00. Universitas Sumatera Utara pengawasan Perbankan, yaitu tugas mengatur Bank dilaksanakan oleh BI, sementara tugas mengawasi Bank dilaksanakan oleh OJK. Adanya OJK fungsi pengawasan Lembaga Keuangan baik Bank maupun bukan Bank akan diambil alih OJK. Sementara BI sebagai Bank Sentral hanya berperan sebagai regulator Kebijakan Moneter untuk menjaga stabilitas moneter. 19 Berdirinya lembaga OJK menandai dimulainya era baru sistem pengawasan sektor jasa keuangan. 20 UU OJK menata ulang sistem pengawasan sektor jasa keuangan dengan menetapkan beberapa perubahan mendasar sistem pengawasan yang selama ini diterapkan di Indonesia. Perubahan mendasar yang dilakukan UU OJK adalah: Pertama, menerapkan sistem pengawasan terintegrasi. Kedua, memisahkan pengawasan microprudential dengan pengawasan macroprudential. Ketiga, membentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK dan menetapkan Menteri Keuangan sebagai Koordinator. Keempat, meningkatkan edukasi keuangan dan perlindungan konsumen jasa keuangan. Kelima, mempertajam peran Lembaga Penjamin Simpanan LPS dan terakhir, memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan. 21 Di samping itu, tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan Bank karena Bank itu merupakan sektor dalam perekonomian. Untuk melaksanakan tugas 19 Ibid. 20 Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga stabilitas Sistem Keuangan” Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014, hlm.1. 21 Ibid. Universitas Sumatera Utara pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang: 22 a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit credit testing; dan 5. standar akuntansi bank; c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan 5. pemeriksaan bank. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati- hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu BI untuk melakukan himbauan moral moral suasion kepada Perbankan. 23 Dalam melakukan tugasnya lembaga ini supervisory board melakukan koordinasi dan kerjasama dengan BI sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam 22 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253, Pasal 7. 23 Ibid. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan BI dan meminta penjelasan dari BI keterangan dan data makro yang diperlukan. 24 OJK 25 merupakan sebuah solusi yang terbaik bagi kebaikan sistem keuangan dengan mengedepankan efektivitas dan efesiensi dalam melakukan pengawasan lembaga keuangan bank, pasar modal dan asuransi di Indonesia. Selama ini, pengawasan lembaga keuangan bank, pasar modal dan asuransi dilakukan oleh dua lembaga yang berbeda yaitu BI dan Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam namun pada prakteknya BI dan Bapepam dalam melakukan pengawasan tersebut belum optimal. Hal ini dikarenakan kewenangan yang dimiliki BI begitu banyak sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia 26 , dimana BI memiliki kewenangan membuat peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, 24 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Penjelasan Pasal 34 ayat 1. 25 Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253. 26 Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357 kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901. Universitas Sumatera Utara melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 27 Selanjutnya, BI dalam kewenangannya di bidang perizinan selain memberikan dan mencabut izin usaha suatu bank, juga dapat memberikan izin pembukuan, penutupan dan pemindahan kantor, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan suatu bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Kemudian, Bapepam 28 dalam melakukan pengawasan pasar modal dan asuransi bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang lembaga keuangan. Bapepam juga menetapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi emiten 29 dan perusahaan publik, 30 perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang lembaga keuangan, dan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan. 31 Secara yuridis, OJK sebagai Lembaga Pengawas Jasa Keuangan lahir dari amanat Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia selanjutnya disebut UU 27 27 Chatamarrasjid, Ais, Op. Cit. Hlm. 175. 28 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608, Pasal 3-5. 29 Emiten adalah Pihak yang melakukan penawaran umum, Lihat dalam Pasal 1 ayat 6, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608. 30 Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 tiga ratus pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Lihat dalam Pasal 1 ayat 22, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608. 31 Andika Hendra Mustaqim, “Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi Nasional ”, Jurnal Perspektif, Vol. VIII No. 1 Maret 2010, hlm. 70. Universitas Sumatera Utara BI, yang dalam Pasal 34 diamanatkan bahwa wewenang pengawasan terhadap bank dari BI sebagai pengawas sektor perbankan dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang- undang. Hal ini tentu saja membawa dampak yang signifikan bahwa OJK juga melakukan pengawasan dan melakukan upaya penanganan terhadap kejahatan perbankan. OJK dan instansi terkait termasuk POLRI senantiasa berkolaborasi dalam menyusun strategi dan penanganan terhadap kejahatan teknologi informasi di dunia maya atau cyber crime secara berkesinambungan. 32 Peraturan prudensial juga terus dilakukan penyempurnaan sejalan dengan kompleksitas sistem keuangan dan industri perbankan. 33 Perkembangan dari peraturan-peraturan terkait lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang seperti Kementrian Komunikasi dan Informasi, serta pihak-pihak lain seperti asosiasi yang berkompeten dalam bidang teknologi informasi juga akan menjadi bagian dari upaya seluruh pihak untuk mengurangi potensi risiko dari cyber crime. Industri perbankan semakin dituntut meningkatkan kualitas manajemen risiko dan edukasi kepada nasabah dengan lebih transparan dan lebih dini. 34 OJK sendiri juga terus menggalakkan program edukasi dan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan untuk semakin meminimalkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan semua 32 Otoritas Jasa Keuangan, “Diskusi Strategi Dan Penanganan Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi Informasi” disampaikan pada : Focus Group Discussion – Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi Informasi: Strategi dan Penanganannya, pada tanggal 13 Mei 2014 di Jakarta, hlm. 4. 33 Ibid. 34 Ibid. Universitas Sumatera Utara pihak, serta sekaligus membangun sektor jasa keuangan yang lebih sehat dan kredibel baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 35 Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana tinjauan hukum penanganan kejahatan perbankan konvensional berbasis teknologi informasi oleh OJK.

B. Perumusan Masalah