Perlindungan Hukum kepada Nasabah dari Otoritas Jasa Keuangan

dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 173 Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara Konsumen dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan, maka ketidaksepakatan tersebut dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi OJK yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. 174

C. Perlindungan Hukum kepada Nasabah dari Otoritas Jasa Keuangan

Di Indonesia, kasus-kasus kejahatan ciber terkait perbankan memang makin mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dihimpun Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, tingkat kejahatan siber di Indonesia sepanjang 2014 berjumlah 785 kasus. Dari jumlah tersebut, 404 kasus diantaranya terdiri dari kasus kejahatan berkedok penipuan online. Sementara, kasus kejahatan cyber dilaporkan cenderung mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2008 67 kasus, tahun 2009 117 kasus, tahun 2010 345 kasus, tahun 2011 625 kasus, tahun 2012 569 kasus dan pada 2013 584 kasus. 175 Asas kepentingan umum dalam UU OJK merupakan asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Konsumen adalah pihak- pihak yang menempatkan dananya danatau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal 173 Ibid,. Bab III, Pasal 46 ayat 1. 174 Ibid,. Bab III, Pasal 46 ayat 2. 175 Edy Susanto, “OJK Wajib Jamin Keamanan Sistem Perbankan”, http:www.gresnews.comberitaekonomi160287-kelemahan-hukum-kejahatan-perbankan1 , diakses pada 11 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB. Universitas Sumatera Utara di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 176 Konsumen dalam hal ini dibatasi dalam lingkup konsumen perbankan. Konsumen bank atau nasabah tidak lain adalah setiap orang yang terikat dengan penyedia jasa perbankan. Dalam kondisi ini bank berhadapan dengan masyarakat konsumen yang berarti bank harus melayani nasabah berdasarkan prinsip kehati- hatian. 177 Perlindungan konsumen dalam UU OJK merupakan tuntutan hukum untuk melindungi pihak yang lemah dari kesewenangan pihak kuat pengusaha. 178 UU OJK berfungsi sebagai protektif dari kesewenang-wenangan pengusaha terhadap konsumen khususnya nasabah bank. Peranan OJK dalam memberikan perlindungan konsumen menurut ketentuan Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 UU OJK dapat ditempuh langkah pencegahan dan pemberantasan. Dalam rangka untuk perlindungan konsumen dan masyarakat menurut Pasal 28 UU OJK diberikan kewenangan bagi OJK melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat. Langkah preemtif dengan melakukan pemberian informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. 179 Melalui upaya ini informasi akan hak-hak konsumen dapat diperoleh konsumen sehingga diketahui apa saja yang menjadi hak-hak nasabah bank. Upaya ini dapat dilakukan melalui peringatan baik secara lisan 176 Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 1 angka 15. 177 Yusuf Shafi, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 41-42. 178 Erman Radjagukguk, Peranan Hukum di Indonesia : Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Sosial” Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, hlm. 35. 179 Ibid. Universitas Sumatera Utara maupun tertulis bahkan bila perlu memberikan sanksi administrasi berupa penghentian kegiatan bank tertentu yang bersangkutan. 180 Tindakan lain dalam perlindungan kepada konsumen dilakukan upaya- upaya menampung aspirasi dari para konsumen. OJK melakukan pelayanan pengaduan konsumen dengan menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh bank termasuk membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan. 181 Namun ketentuan memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 huruf c UU OJK tampaknya dapat berpotensi menimbulkan multi tafsir bagi konsumen yang dirugikan. 182 Ketentuan memfasilitasi ini bisa ditafsirkan bermacam-macam. Tafsiran pertama misalnya ditafsirkan dalam aspek finansial sedangkan tafsiran lain misalnya dapat diartikan hanya sebatas fasilitas sarana dan prasarana. Bank memerlukan dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dalan lain-lain, maka wajar bagi bank harus mampu menciptakan kondisi yang nyaman bagi nasabah dan memberikan hak-haknya sesuai ketentuan yang berlaku. Konsumen yang beritikad berhak mendapatkan perlindungan hukum sedangkan bagi manajemen bank berkewajiban menampung aspirasi nasabah, menyelesaikan sengketa konsumen secara bersama-sama baik di luar maupun di dalam pengadilan. 183 180 Ibid. 181 Ibid. 182 Ibid. hlm 36. 183 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 33. Universitas Sumatera Utara Klausula baku cenderung menimbulkan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara nasabah dengan bank. Klausula baku dalam perjanjian- perjanjian bank bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang menghendaki para pihak menentukan sendiri isi dari perjanjian. 184 Tindakan pemberantasan refresif dalam Pasal 30 UU OJK dapat dilakukan oleh OJK melalui proses pembelaan hukum dengan mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada nasabah bank. 185 OJK dapat memberikan pembelaan hukum untuk mendampingi konsumen dalam proses hukum. Mendampingi konsumen tidak mesti harus menjadi kuasa bagi konsumen tetapi dapat berupa rekomendasi atau berdasarkan tindakan- tindakan lain menurut penilaian OJK berdasarkan ketentuan yang berlaku.Pengajuan gugatan dilakukan berdasarkan penilaian OJK bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pihak bank terhadap peraturan perundang- undangan di bidang perbankan mengakibatkan kerugian materi bagi konsumen atau OJK itu sendiri. 186 Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi: 187 184 Ibid. 185 Ibid. 186 Ibid.hlm.34. 187 Republik Indonesia, OJK, Op. Cit, Pasal 28. Universitas Sumatera Utara 1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; 2. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan 3. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi: 188 1. Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; 2. Membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan 3. Memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi: 189 1. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud; 2. Mengajukan gugatan: a. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah 188 Ibid, Pasal 29. 189 Ibid, Pasal 30 Universitas Sumatera Utara penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; danatau b. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen danatau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang undangan di sektor jasa keuangan. Ganti kerugian hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Terkait dengan pengawasan kepatuhan pelaku usaha jasa keuangan dalam perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, OJK melakukan pengawasan kepatuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan terhadap penerapan ketentuan perlindungan Konsumen. 190 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi pengawasan secara langsung maupun tidak langsung. 191 Dalam rangka pelaksanaan pengawasan kepatuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan terhadap penerapan ketentuan perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, OJK berwenang meminta data dan informasi dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan perlindungan Konsumen. 192 Permintaan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 193 190 Republik Indonesia, Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Op. Cit, Bab V, Pasal 51 ayat 1. 191 Ibid, Bab V, Pasal 51ayat 2. 192 Ibid, Bab V, Pasal 52 ayat 1. 193 Ibid, Bab V, Pasal 52 ayat 2. Universitas Sumatera Utara Pelaku Usaha Jasa Keuangan danatau pihak yang melanggar ketentuan dalam Peraturan OJK ini dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa: 194 1. Peringatan tertulis; 2. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; 3. Pembatasan kegiatan usaha; 4. Pembekuan kegiatan usaha; dan 5. Pencabutan izin kegiatan usaha. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a. 195 Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, huruf d, atau huruf e. 196 Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditetapkan OJK berdasarkan ketentuan tentang sanksi administratif berupa denda yang berlaku untuk setiap sektor jasa keuangan. 197 OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada masyarakat. 198 194 Ibid . Bab VI, Pasal 53 ayat 1. 195 Ibid, Bab VI, Pasal 53 ayat 2. 196 Ibid, Bab VI, Pasal 53 ayat 3. 197 Ibid, Bab VI, Pasal 53 ayat 4. 198 Ibid, Bab VI, Pasal 53 ayat 5. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan