saja pada puskesmas ini tidak bekerja sama dengan puskesmas satelit Kemenkes RI, 2014.
2.3 Program Penanggulangan Tuberkulosis
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD International Union Against TB and Lung Diseases
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS Directly Observed Treatment Short-course
. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1 Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. 2 Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya. 3 Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4 Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. 5 Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif cost-
effective. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi
efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang
digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar US 55 selama 20 tahun Kemenkes RI, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai
penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan TB Kemenkes RI, 2014. Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program
dibanyak negara, pada tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut diperluas menjadi “Strategi Stop TB”, yaitu:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS 2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan 4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta. 5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO yang
mengusulkan adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang mampu menahan laju infeksi baru, mencegah kematian akibat TB, mengurangi dampak
ekonomi akibat TB dan mampu meletakkan landasan ke arah eliminasi TB Kemenkes RI, 2014.
Eliminasi TB akan tercapai bila angka insidensi TB berhasil diturunkan mencapai 1 kasus TB per 1 juta penduduk, sedangkan kondisi yang
memungkinkan pencapaian eliminasi TB pra eliminasi adalah bila angka
Universitas Sumatera Utara
insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000 penduduk. Dengan angka insidensi global tahun 2012 mencapai 122 per 100.000 penduduk dan penurunan
angka insidensi sebesar 1-2 setahun maka TB akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun 2160. Untuk itu perlu ditetapkan strategi baru yang lebih
komprehensif bagi pengendalian TB secara global Kemenkes RI, 2014.
2.3.1 Tujuan Program Penanggulangan TB Paru
Tujuan program penanggulangan TB adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kemenkes RI, 2014. Dalam jangka panjang, tujuan program pemberantasan TB di Indonesia adalah
memutuskan mata rantai penularan TB sampai pada prevalensi yang tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dalam jangka pendek, program TB bertujuan
untuk memperluas sarana kesehatan Aditama, 2002.
2.3.2 Strategi Program Penanggulangan TB Paru
Strategi adalah suatu kebijakan mencakup wawasan yang luas, menjangkau jangka waktu yang panjang, mengandung resiko yang besar dan
melibatkan banyak pihak Abidin, 2004. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus. Dalam RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2015-2019 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 297 menjadi 245, Persentase kasus baru TB paru BTA + yang ditemukan
dari 73 menjadi 90 dan Persentase kasus baru TB paru BTA + yang
Universitas Sumatera Utara
disembuhkan dari 85 menjadi 88. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-
2 per tahun menjadi 3-4 per tahun dan penurunan angka mortalitas 4-5 pertahun. Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan
insidens sebesar 20 dan angka mortalitas sebesar 25 dari angka insidens tahun 2015 Kemenkes RI, 2014.
Pada sidang WHA World Health Assembly ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai strategi pengendalian TB global pasca 2015 yang bertujuan
untuk menghentikan epidemi global TB pada tahun 2035 yang ditandai dengan penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95 dari angka tahun 2015 dan
penurunan angka insidensi TB sebesar 90 menjadi 10100.000 penduduk Kemenkes RI, 2014.
Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen- komponenya yaitu:
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan
penapisan TB secara sistematis bagi kontak dan kelompok populasi beresiko tinggi.
b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita resistan obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien patient-
centred support. c. Kegiatan kolaborasi TBHIV dan tata laksana komorbid TB yang lain.
Universitas Sumatera Utara
d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas. a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan
dan pencegahan TB. b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi
layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. c. Penerapan layanan kesehatan semesta universal health coverage dan
kerangka kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital, tata kelola dan penggunaan obat rasional serta
pengendalian infeksi. d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi
dampak determinan sosial terhadap TB. 3. Intensifikasi riset dan inovasi
a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB.
b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasi-inovasi baru untuk mempercepat pengembangan
program pengendalian TB Kemenkes RI, 2014.
2.3.3 Kebijakan Pengendalian TB Paru
Kebijakan diartikan sebagai keputusan pemerintah yang relatif bersifat umum dan ditujukan kepada masyarakat umum. Menurut Lasswell dan Kaplan
Universitas Sumatera Utara
dalam Abidin 2004 kebijakan adalah sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek Abidin, 2004.
Kebijakan penanggulangan TB Paru mencakup:
1. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan kabupatenkota sebagai titik berat
manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya dana, tenaga, sarana
dan prasarana. 2. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS sebagai
kerangka dasar dan memperhatikan strategi global untuk mengendalikan TB Global Stop TB Strategy.
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program pengendalian TB.
4. Penguatan pengendalian TB dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB resistan obat.
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTP dan Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut FKRTL, meliputi: Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru RSP, Balai BesarBalai
Kesehatan Paru Masyarakat BBKPM, Klinik Pengobatan serta Dokter Praktek Mandiri DPM.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengobatan untuk TB tanpa penyulit dilaksanakan di FKTP. Pengobatan TB dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat ditatalaksana di FKTP akan
dilakukan di FKRTL dengan mekanisme rujuk balik apabila faktor penyulit telah dapat ditangani.
7. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat
dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB Gerdunas TB. 8. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan
untuk peningkatan mutu dan akses layanan. 9. Obat Anti Tuberkulosis OAT untuk pengendalian TB diberikan secara cuma-
cuma dan dikelola dengan manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya.
10. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
11. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan lainnya terhadap TB.
12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. 13. Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi global
pengendalian TB Kemenkes RI, 2014.
2.3.4 Peran Sumber Daya Manusia dalam Program Pengendalian TB
Perencanaan ketenagaan dalam Program Pengendalian TB ditujukan untuk memastikan kebutuhan tenaga demi terselenggaranya kegiatan Program TB di
Universitas Sumatera Utara
suatu unit pelaksana. Dalam perencanaan ketenagaan ini berpedoman pada standar
kebutuhan minimal baik dalam jumlah dan jenis tenaga yang diperlukan.
1. Standar Ketenagaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas a. Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri:
kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawatpetugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.
b. Puskesmas satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawatpetugas TB.
2. Standar Ketenagaan di Tingkat KabupatenKota Pengelola Program TB Wasor terlatih pada Dinas Kesehatan membawahi
10-20 fasilitas pelayanan kesehatan fasyankes di daerah yang aksesnya mudah dan 10 fasyankes untuk daerah lain. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20
fasyankes dapat memiliki lebih dari seorang supervisor. Ketersediaan tenaga lain yang merupakan komponen Tim TB adalah:
a. Seorang tenaga pengelola logistik P2TB, b. Seorang tenaga pengelola laboratorium Labkesda,
c. Tim Promosi Kesehatan TB yang terdiri dari bagian promosi kesehatan dan program TB dinas kesehatan setempat dan unsur lainnya yang terkait.
Pelayanan kesehatan di tingkat kabupatenkota adalah tulang punggung pelaksanaan Program Pengendalian TB. Setiap kabupatenkota didukung oleh
fasilitas kesehatan primer yaitu Puskesmas Rujukan Mikroskopis, Puskesmas Satelit, dan Puskesmas Pelaksana Mandiri. Kepala Dinas kabupatenkota
bertanggung jawab melaksanakan Program Pengendalian TB, termasuk
Universitas Sumatera Utara
perencanaan, penganggaran dan monitoring P2TB. Di bawah Seksi Pengendalian Penyakit Menular di tingkat kabupatenkota, seorang wasor TB bertanggung
jawab atas monitoring, supervisi, pencatatan pengobatan dan ketersediaan obat. Beberapa lapas, rutan, dan tempat kerja telah menjadi bagian jejaring program
pengendalian TB di kabupatenkota dan puskesmas. Puskesmas bertanggung jawab untuk mendiagnosa, mengobati dan memonitor pengobatan yang didukung
oleh anggota keluarga sebagai Pengawas Minum Obat Kemenkes RI, 2014.
2.3.5 Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di Puskesmas
Dalam program penanggulangan TB paru di puskesmas, petugas TB puskesmas memiliki uraian tugas yang paling lengkap bila dibandingkan dengan
petugas lainnya, dan uraian tugas tersebut menurut Depkes 2002 adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum 2. Menjaring suspek penderita tersangka TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek Form TB 06 4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB 05 6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita 8. Mengisi kartu penderita TB 01 dan kartu identitas penderita TB 02
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA + 10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC
yang ditemukan.
Universitas Sumatera Utara
11. Menetapkan jenis paduan obat 12. Memberi obat tahap intensif dan tahap lanjutan
13. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita form TB.01 14. Menentukan PMO bersama penderita
15. Memberi KIE penyuluhan kepada penderita, keluarga dan PMO 16. Memantau keteraturan berobat
17. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan 18. Mengenal efek samping obat, komplikasi lainnya serta cara penanganannya
19. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas 20. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya formolir, reagens, dll
21. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
2.4 Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru