Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru

11. Menetapkan jenis paduan obat 12. Memberi obat tahap intensif dan tahap lanjutan 13. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita form TB.01 14. Menentukan PMO bersama penderita 15. Memberi KIE penyuluhan kepada penderita, keluarga dan PMO 16. Memantau keteraturan berobat 17. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan 18. Mengenal efek samping obat, komplikasi lainnya serta cara penanganannya 19. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas 20. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya formolir, reagens, dll 21. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita

2.4 Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru

Untuk mencapai tujuan program penanggulangan TB paru terdapat beberapa kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan. Kegiatan yang dilaksanakan dalam menanggulangi penyakit TB paru meliputi kegiatan pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok terdiri dari komponen diagnosis dan komponen pengobatan. Komponen diagnosis terdiri dari deteksi penderita di poliklinik dan penegakan diagnosis secara laboratorium, sedangkan komponen pengobatan merupakan pengobatan yang cukup dan tepat. Salah satu kegiatan pendukung dalam program penanggulangan TB paru adalah penyuluhan kepada penderita TB paru dan masyarakat Notoatmodjo, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Penemuan Penderita TB Paru

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan fisik dan laboratris, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain Kemenkes RI, 2014. Strategi dalam menemukan penderita TB paru menurut Kemenkes RI 2014, antara lain : a. Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok populasi terdampak TB dan populasi rentan keluarga penderita TB paru atau orang yang kontak dengan penderita TB paru, lapasrutan, tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh dan lain-lain.. b. Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, c. Penjaringan terduga pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan dengan dukungan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat. d. Melibatkan semua fasilitas kesehatan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan. e. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap: 1. Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV, DM dan malnutrisi Universitas Sumatera Utara 2. Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang berisiko tinggi terjadinya penularan TB, seperti lapasrutan, tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh dan lain-lain 3. Anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB 4. Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resisten obat f. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi pasien dengan dan gejala yang sama dengan gejala TB. g. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring orang yang memiliki gejala batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk yang diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan Kemenkes RI, 2014.

2.4.2 Pemeriksaan Dahak Sputum

a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu - Pagi - Sewaktu SPS: - S sewaktu: dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua. Universitas Sumatera Utara - P Pagi: dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan. - S sewaktu: dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. b. Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal : pasien TB ekstra paru, pasien TB anak dan pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut Kemenkes RI, 2014.

2.4.3 Diagnosis TB Paru

1. Diagnosis TB paru: Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang setidak- Universitas Sumatera Utara tidaknya pemeriksaan foto toraks yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB Kemenkes RI, 2014. Pada sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas Non OAT dan Non kuinolon yang tidak memberikan perbaikan klinis.  Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS Sewaktu - Pagi - Sewaktu. Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 satu dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif Kemenkes RI, 2014. 2. Diagnosis TB ekstra paru Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada pleura pleuritis, pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang gibbus pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena Kemenkes RI, 2014. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Alur Diagnosis dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2014 Batuk berdahak ≥ 2 minggu Pemeriksaan klinis , SPS - - - Rujuk ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut + + + - + + - - + Foto toraks mendukung TB, pertimbangan dokter Foto toraks tidak mendukung TB, pertimbangan dokter Tidak bisa dirujuk BUKAN TB Terapi AB Non OAT Perbaikan Tidak ada perbaikan Pemeriksaan klinis ulang, SPS + + + - + + - + - - - - Pemeriksaan Tes cepatbiakan M.tb - M.tb + Rif. Resisten M.tb + Rif. Sensitif Observasi Rujuk ke Faskes Rujukan TBMDR TB TIPK Pengobatan TB sesuai pedoman nasional BUKAN TB KOLABORASI KEGIATAN TB HIV HIV + Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Pengobatan TB Paru

Pengobatan TB adalah salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Tujuan pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan TB, menurunkan penularan TB, dan mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat. Pengobatan TB terdiri dari tahap awal dan tahap lanjutan Kemenkes RI, 2014. Pada tahap awal, pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu. Sedangkan pengobatan pada tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan Kemenkes RI, 2014.

2.4.4.1 Pengawasan Menelan Obat PMO

Untuk mencegah munculnya kuman resisten obat, maka sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang PMO Pengawas Menelan Obat agar mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat pemberian pengobatan Universitas Sumatera Utara sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat memberikan kenyamanan. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga Kemenkes RI, 2014. Persyaratan PMO menurut Kemenkes RI 2014 adalah: 1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. 2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. 4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan-sama dengan pasien. Tugas seorang PMO menurut Kemenkes RI 2014 adalah: 1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. 2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. 3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. 4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara

2.4.5 Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Paru

a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan Kemenkes RI, 2014. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak sewaktu dan pagi. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif Kemenkes RI, 2014. Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi. Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan Kemenkes RI, 2014. Universitas Sumatera Utara b. Hasil Pengobatan Pasien TB Menurut Kemenkes RI 2014, dalam hasil pengobatan pasien TB dibagi 6 kriteria, antara lain : 1. Sembuh, yaitu pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya. 2. Pengobatan lengkap, yaitu pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan. 3. Gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT. 4. Meninggal, yaitu pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan. 5. Putus berobat loss to follow-up, yaitu pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih. 6. Tidak dievakuasi, yaitu pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir peng obatannya Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah transfer out ” ke kabupatenkota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupatenkota yang ditinggalkan. Universitas Sumatera Utara

2.4.6 Penyuluhan TB Paru

Penyuluhan TB paru perlu dilakukan karena masalah TB paru banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB paru Depkes RI, 2002. Penyuluhan TB paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media. Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan dan masyarakat. Sementara penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak leaflet, poster, atau spanduk dan media massa media cetak dan media elektronik Depkes RI, 2002.

2.5 Pelatihan Program Pengendalian TB