Stres Kerja .1 Pengertian Stres

2. Faktor Lingkungan Sekolah Guru dan lingkungan sekolah mempunyai peranan penting dalam masa perkembangan potensi anak dalam kecerdasan emosi, hal tersebut harus diimbangi dengan teknik-teknik pengajaran dan sistem pendidikan yang tak hanya lebih mendahulukan kecerdasan intelegensi dan mengabaikan perkembangan otak kanan terutama perkembangan emosinya. 3. Faktor Dukungan Sosial Dukungan sosial dapat berupa perhatian, pujian, nasihat, penerimaan masyarakat, dan juga pengahargaan. Hal tersebut merupakan dukungan terhadap psikis atau psikologis sehingga mampu meningkatkan aspek-aspek kecerdasan emosi. 2.2 Stres Kerja 2.2.1 Pengertian Stres Stres merupakan keadaan tegang secara biopsikososial karena banyak tugas-tugas perkembangan yang dihadapan orang sehari-hari, baik dalam kelompok sebaya, keluarga, sekolah, maupun pekerjaan Smet, 1994. Rice 2002, mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Menurut Robin 2003, stres merupakan kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dihadapkan dengan suatu peluang opportunity, kendala constraints, atau tuntutan demands yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stres tidak selalu berdampak buruk bagiindividu. Stres tersebut dalam konteks Universitas Sumatera Utara negatif, serta memiliki nilai-nilai positif terutama pada saat stres tersebut menawarkan suatu perolehan yang memiliki potensi Robbin, 2003. Selye dalam Sunaryo, 2004, mengemukakan stres adalah respon menusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada didalam dirinya. Cornelli juga menambahkan bahwa stres adalah suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang mempengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu didalam lingkungan tersebut Taylor, 2006. Menurut Anoraga 2006, menyatakan bahwa stres merupakan suatu bentuk tannggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan dilngkungannya yang dirasakan menganggu dan mengakibatkan dirinya terancam fight or flight respone. Hellen dan Tindle dalam Wobowo, 2008 menyatakan stres dapat mempengaruhi inidividu, masyarakat, dan organisasi atau perusahaan. Menurut Colman dalam Nasir Muhith, 2011, stres merupakan suatu ketegangan yang disebabkan oleh fisik, emosi, sosial, ekonomi, pekerjaa atau keadaan, peristiwa, atau pengalaman yang sulit untuk mengelola atau bertahan. Berdasarkan beberapa pengetian tentang stres di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan yang direspon seseorang terhadap keadaan atau perubahan yang terjadi dilingkungan keluarga maupaun pekerjaan yang dirasakan menganggu dan membuat individu merasa tidak nyaman. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Pengertian Stres Kerja

Stres kerja menurut Greenberg 2004, adalah kombinasi dari sumber- sumber stres pada pekerjaan, karakteristik individu, dan stresor ekstra oraganisasi. Interaksi stresor kerja dengan karakteristik individu, merupakan suatu bagian yang penting ditempat kerja, karakteristik ini termasuk: tingkat kecermasan dan neurotik pekerjaan, toleransi terhadap ambiguitas, dan pola kepribadian. Stres kerja dapat dimaksudkan sebagai suatu persepsi dari tenaga kerja akan adanya ancaman atau tantangan yang menggerakkan, menyiagakan atau membuat aktif dirinya. Tenaga kerja dapat merasakan lingkungan kerjanya sebagai suatu ancaman atau suatu tantangan Anoraga, 2006. Menurut Invancevich dan Matteson dalam Luthans, 2006, medefinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, intuisi, atau kejadian eksternal lingkungan yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Dalam definisi lain, Behr dan Newman dalam Luthans, 2006, menyatakan stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka menyimpang dari fungsi normal mereka. Menurut Fraser dalam Anoraga, 2009, mengemukakan stres kerja adalah stres yang timbul karena adanya perubahan dalam keseimbangan sebuah kompleksitas antara manusia-mesin dan lingkungannya. Fraser mengelompokkan dua macam pekerjaan yang sedikit banyak dapat menimbulkan stres, yakni pekerjaan yang terutama menuntut kekuatan fisik pekerjaan dengan otot, dan Universitas Sumatera Utara pekerjaan yang terutama menuntut keterampilan atau kemahiran pekerjaan dengan keterampilan. Menurut Kitcel dalam Wibowo, 2008, stres kerja merupakan respons fisik dan emosional padakondisi kerja yang berbahaya, termasuk lingkungan dimana pekerjaan memerlukan kapabilitas, sumber daya atau kebutuhan pekerja yang lebih banyak. Stres yang terjadi ditempat kerja menyebabkan organisasi menanggung beban: 1 rendahnya kualitas pelayanan, 2 pergantian staf yang tinggi, 3 reputasi perusahaan menjadi buruk, 4 citra perusahaan menjadi buruk, 5 ketidakpuasan pekerja Wibowo, 2008. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi negatif dimana seseroang mengalami ketegangan yang mempengaruhi aspek kognisi, afeksi, fisiologis, interpersonal dan organisasional pada pekerja yang disebabkan karena adanya tuntutan dalam menyelesaikan suatu tugas dilingkungan kerja.

2.2.3 Dampak Stres Kerja

Menurut Rice dalam Waluyo, 2009, pada umunya stres kerja lebih banyak merugikan karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja saja, tetapi dapat memperluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya Waluyo, 2009. Universitas Sumatera Utara Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Konsekuensi- konsekuensi negatif berbentuk perilaku, bersifat psikologis, atau medis. Dari segi perilaku, misalnya menimbulkan tindakan-tindakan yang merusak dan berbahaya, seperti merokok, minum alkohol, makan terlalu banyak, dan terlibat narkoba. Perilaku-perilaku lain dipicu oleh stres adalah kecelakaan, kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain, serta gangguan makan Griffin, 2003. Rice dalam Safaria Saputra, 2009, menggolongkan reaksi stres bagi individu menjadi beberapa gejala, yaitu: 1. Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, konstipasi, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan semangat. 2. Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi. 3. Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, dan mudah mempersalahkan orang lain. 4. Gelaja oraganisasional, berupa meningkatnya keabsenan dalam kerjakuliah, menurunnya produktivitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidakpuasan kerja dan menurunnya dorongan untuk berprestasi.

2.2.4 Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Daft 2003, mengidentifikasi stresor kerja yang menempatkannya dalam empat kategori, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Tuntutan tugas adalah stresor yang muncul dari tugas yang dituntut oleh seseorang yang memegang pekerjaan tertentu. Beberapa jenis keputusan sifatnya menimbulkan stres: yang dibuat dibawah tekanan waktu, yang mempunyai konsekuensi serius, dan yang harus dibuat dari informasi yang tidak lengkap. 2. Tuntutan fisik adalah stresor yang dikaitkan dengan keadaan dimana individu bekerja. 3. Tuntutan peran adalah tantangan yang dikaitkan dengan peran, ini adalah serangkaian perilaku yang diharapkan seseorang karena posis orang tersebut dalam kelompok. Beberapa orang menghadapi ambiguitas peran role ambiguty, yang berarti mereka tidak pasti tentang perilaku apa yang diharapkan dari mereka. 4. Tuntutan interpersonal merupakan stresor yang dikaitkan dengan hubungan dalam organisasi. Walaupun dalam beberapa kasus hubungan dalam interpersonal dapat mengurangi stres, hal ini juga dapat menjadi sumber stres ketika kelompok menekan individu atau ketika menjadi konflik. Menurut Kreitner dan Kinicki 2005, menyatakan ada empat jenis utama faktor-faktor dilingkungan kerja yang menyebabkan stres, yaitu: 1. Tingkat individual, yaitu stresor yang bekaitan dengan tugas-tugas kerja seseorang, antara lain: tuntutan pekerjaan, kelebihan beban kerja, ambiguitas peran, pengendalian yang dirasakan atas peristiwa yang muncul dalam lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan. Universitas Sumatera Utara 2. Tingkat kelompok, yeitu disebabkan oleh dinamika kelompok dan perilaku manajerial. Para manajer menciptakan stres pada karyawan dengan 1 menunjukkan perilaku yang tidak konsisten, 2 gagal memberikan dukungan, 3 menunjukkan kurang kepedulian, 4 memberikan arahan yang tidak memadai, 5 menciptakan suatu lingkungan dengan produktivitas yang tinggi, 6 memfokuskan pada hal-hal negatif sementara itu mengabaikan kinerja yang baik. 3. Tingkat organisasional, meliputi kebudayaan opraganisasi, stuktur, teknologi, dan pengenalan perubahan dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, lingkungan yang tekanan tinggi menempatkan permintaan kerja yang terus-menerus pada karyawan yang akan menyalakan respos stres. 4. Ekstra organiasional, adalah stresor yang disebabklan oleh faktor diluar organiasi. Sebagai contoh, konflik yang berkaitan dengan penyeimbangan kehidupan karier dan keluarga seseorang sangatlah membuat stres.

2.2.5 Sumber Stres dalam Keperawatan

Menurut Abraham dan Shanley dalam Sunaryo, 2004 menemukan lima sumber stres dalam keperawatan, yaitu: 1. Beban kerja yang belebihan, misalnya merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja, dan menghadapi keterbatasan kerja. Universitas Sumatera Utara 2. Kesulitan menjalin hubungan dengan staff lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staff. 3. Kesulitan dalam merawat pasien kritis, misalnya kesulitan dalam menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru, dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat. 4. Berurusan dengan pengobatanperawatan pasien, misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tidankan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga, dan merawat pasien sulit dan tidak kerja sama. 5. Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia, pasien yang nyeri kronis, dan pasien yang meninggal selama merawat.

2.2.6 Tahapan Stres Kerja

Menurut Amberg dalam Sunaryo, 2013, bahwa tahapan stres sebagai berikut: 1. Stres tahap pertama paling ringan, yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan kelebihan, maupun menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. 2. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman bowel Universitas Sumatera Utara discomfort, jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai. 3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur kadang-kadang diare, otot semakin tegang, emosional, insomia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali middle insomnia, bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali late insomnia, koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan. 4. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari loyo, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan. 5. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan keluhan fisik dan mental phsycal and psychological axhaution, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik. 6. Stres tahap keenam paling berat, yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

2.2.7 Mengelola Stres Kerja

Stres kerja dengan kadar sedikit atau banyak, tetap harus dikelola dengan baik. Karena jika dibiarkan saja akan berpengaruh pada kinerja karyawan. Cara- cara mengelola stres kerja menurut Robbin, 2008, yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Pendekatan Individual Strategi individual yang terbukti dalam menangani stres kerja dalah menerapkan taknik manajemen waktu, penambahan waktu olahraga, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial. Dengan manajemen waktu yang baik diharapkan karyawan dapat meningkatkan kinerja dan menghindari stres kerja. Beberapa prinsip manajemen waktu yang banyak diperaktikkan adalah: 1 membuat daftar kegiatan harian yang harus dirampungkan, 2 memperioritaskan kegiatan berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensinya, 3menjadwalkan kegiatan menurut prioritas yang telah disusun, serta 4 memahami siklus harian dan menangani pekerjaan yang paling benyak menuntut perhatian. 2. Pendekatan Organisasional Menurut Robbin 2008, hal-hal yang dapat dilakukan manajemen untuk mengelola stres kerja karyawan adalah: 1 seleksi personal dan menempatkan kerja yang lebih baik, 2 pelatihan, 3 penetapan tujuan ralistis, 4 pendesainan ulang pekerjaan, 5 peningkatan keterlibatan karyawan, 6 perbaikan komunikasi dalam organisasi, 7 penawaran cuti panjang pada karyawan dan, 8 penyelenggaraan program-program kesejahteraan perusahaan. Wijono 2011, menyatakan ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam organisasi, yaitu: 1. Meningkatkan komunikasi Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif diantara manajer dan karyawan, sehingga Universitas Sumatera Utara akan nampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas diantara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja dalam organisasi. 2. Sistem penilaian prestasi dan sistem ganjaran yang efektif Sistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan manajer kepada karyawan mereka. Ketika ganjaran diberikan kepada karyawan, karyawan telah menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan dengan prestasi kerjanya. 3. Meningkatkan Prestasi Untuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran, pegelola perlu meningkatkan partisipasi karyawan terhadap peroses pengambilan keputusan. Dengan demikian, kesempatan parisipasi yang diberikan oleh manajer kepada karyawan-karyawannya dalam menyumbangkan pikiran atau gagasan- gagasannya, memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerja dan mengurangi stres kerjanya. 4. Memperkaya Tugas Setiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada karyawan agar mereka dapat lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna tugas yang dikerjakan, dan lebih baik dalam melaksanakan pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik secara kuantitas maupun kualitas. 5. Mengembangkan keterampilan, kepribadian, dan pekerjaan Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan salah satu cara untuk mengelola stres kerja didalam organisasi. Pengembangan Universitas Sumatera Utara keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan dan oraganisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun kualitas. Menurut Mangkunegara 2005, adal empat pendekatan yang dilakukan tahap stres kerja, yaitu dukungan sosial social support, meditasi meditation, biofeedback, dan program kesehatan pribadi personal wellness programs. 1. Pendekatan Dukungan Sosial Pendekatan ini dilakukan mlalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada kerayawan misanya beramain game, lelucon dan lain-lain. 2. Pendekatan Melalui Meditasi Pendekatan ini perlu dilakukan oleh karyawan dengan cara berkonsentrasi kedalam pikiran, mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi. 3. Pendekatan Melalaui Biofeedback Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis, bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog sehingga karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya. 4. Pendekatan Kesehatan Pribadi Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinnya stres. Dalam hal ini karyawan secara priode waktu kontinu memeriksa kesehatan, pengaturan gizi dan olahraga secara teratur. Universitas Sumatera Utara 2.3 Keperawatan 2.3.1 Keperawatan Jiwa