Struktur Modal Unilever Indonesia Tbk UNVR

Namun dalam penelitian ini profitabilitas akan diproksikan dengan return on equity hasil pengembalian ekuitas karena dapat mengukur seberapa besar tingkat kemampuan perusahaan dalam hal pengembalian atas investasi pemegang saham dengan modal ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini didukung dengan pendapat Brigham dan Houston 2011:150 bahwa ROE mencerminkan pengaruh dari seluruh rasio lain dan merupakan ukuran kinerja tunggal yang terbaik dilihat dari kacamata akuntansi. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan adanya peningkatan nilai laba bersih dari perusahaan tersebut dan diikuti dengan meningkatnya kemampuan perusahaan dalam membagikan dividennya. Laba bersih yang meningkat dan peningkatan dalam membayarkan dividen inilah yang akan membuat investor semakin menyukainya dan semakin menginginkan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Hal ini akan menyebabkan investor menilai harga saham perusahaan tersebut dengan harga yang tinggi. Harga saham yang semakin tinggi ini akan diikuti dengan kenaikan nilai perusahaannya yang dapat dilihat dari semakin baiknya kondisi perusahaan ini. Hasil perhitungan ini dapat membantu pemilik perusahaan saat ingin membandingkan hasil di suatu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya. Return on Equity dapat dirumuskan sebagai berikut Brigham dan Houston, 2011:149: Return on Equity = Laba Bersih TotalEkuitas Rasio ini penting bagi pihak pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengelolaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.

2.4 Struktur Modal

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Pengertian Struktur Modal

Menurut Keown et al. 2010:148, struktur modal adalah campuran sumber-sumber dana jangka panjang yang digunakan perusahaan. Sumber dana jangka panjang dapat berupa utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Struktur modal digunakan oleh para manajer keuangan sebagai landasan dalam mengambil keputusan pembelanjaan dengan menganalisis manfaat dari masing-masing sumber dana yang akan digunakan. Keputusan pendanaan yang tepat dapat mempengaruhi nilai perusahaan yang dapat dilihat dari harga sahamnya. Struktur modal perusahaan memperlihatkan kombinasi dari risiko dengan return yang diharapkan oleh para stakeholders. Perusahaan yang menggunakan hutang yang terlalu banyak akan meningkatkan risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan dan para pemegang saham. Hal ini membuat pemegang saham tidak yakin untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Pemegang saham akan lebih memilih perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang baik, karena perusahaan ini lebih memiliki kemampuan untuk membayarkan bunga utangnya. Para pemegang saham juga akan memiliki ekspektasi akan return yang tinggi atas risiko yang mereka tanggung. Hal ini sesuai dengan pendapat Brigham dan Houston, 2011:155 bahwa penentuan struktur modal akan melibatkan pertukaran antara risiko dan pengembalian: a Menggunakan utang dalam jumlah yang lebih besar akan meningkatkan risiko yang ditanggung oleh pemegang saham. Universitas Sumatera Utara b Namun, menggunakan lebih banyak utang pada umumnya akan meningkatkan perkiraan pengembalian atas ekuitas.

2.4.2 Teori Struktur Modal

Teori struktur modal menjelaskan apakah kebijakan pembelanjaan jangka panjang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, biaya modal perusahaan, dan harga pasar saham perusahaan Sudana, 2011:143. 1. Pecking Order Theory Menurut Sudana 2011:155, pecking order theory menyatakan bahwajika sumber dana dari luar perusahaan diperlukan, perusahaan pertama-tama harus menerbitkan hutang sebelum menerbitkan saham. Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi cenderung meminjam dengan jumlah yang sedikit, dikarenakan perusahaan lebih memilih menggunakan sumber internal seperti laba ditahan. Apabila sumber internal sudah memenuhi dana yang dibutuhkan untuk berinvestasi, maka perusahaan tidak perlu mencari sumber dana dari luar. Namun sebaliknya perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah, memerlukan dana yang besar untuk mendanai biaya investasinya. Perusahaan tersebut cenderung memiliki tingkat hutang yang lebih besar, yang disebabkan dana internal perusahaan tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan investasi tersebut. Perusahaan akan mencari alternatif lain yaitu dengan memperoleh dana dari sumber pendanaan eksternal seperti hutang, karena penggunaan hutang lebih disukai oleh para investor. Hal ini sesuai dengan pendapat Brealey, et al. 2008:25 yang menyatakan teori pecking order berbunyi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1 Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena dana ini terkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapat menurunkan harga saham. 2 Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir. Pecking order ini muncul karena penerbitan utang tidak terlalu diterjemahkan sebagai pertanda buruk oleh investor bila dibandingkan dengan penerbitan ekuitas. Pecking order theory membuat pemilihan dalam pengambilan keputusan alternatif pendanaan berdasarkan kondisi kebutuhan dana perusahaan. Pendanaan internal lebih disukai para investor dibandingkan pendanaan eksternal, dikarenakan perusahaan tidak perlu melibatkan pihak ketiga diluar manajemen dan pemegang saham dan akan membuat perusahaan terbebas dari biaya emisi. Apabila perusahaan membutuhkan dana dari luar, maka penerbitan hutang akan dilakukan terlebih dulu dibandingkan penerbitan saham baru. Hal ini disebabkan biaya emisi hutang lebih kecil dibandingkan biaya emisi ekuitas. Pengunaan hutang akan menimbulkan biaya financial distress dan risiko. Oleh sebab itu, perusahaan diharapkan dapat mempertimbangkan sebaik mungkin penggunaan hutangnya agar terhindar dari risiko gagal bayar yang dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dari investor dan dapat mempengaruhi turunnya nilai perusahaan. 2. Trade off Theory Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan berupaya untuk mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya sehingga setiap penambahan hutang tersebut akan mengurangi pajaknya, karena bunga hutang Universitas Sumatera Utara merupakan pengurangan pajak. Trade-off theory menjelaskan bahwa peningkatan penggunaan hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan selama masih di bawah titik optimal, dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan. Setelah berada pada titik tertentu, penambahan hutang dapat menyebabkan turunnya nilai perusahaan karena penggunaan hutang justru tidak sebanding dengan kenaikan biaya kesulitan keuangan financial distress, seperti biaya kebangkrutan bankrupty cost dan biaya keagenan agency cost. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan menyebabkan risiko kebangkrutannya lebih tinggi dibandingkan penghematan pajaknya. Sofyaningsih 2011 mengindikasikan bahwa dengan model teori trade-off maka struktur modal yang optimum terjadi jika terdapat keseimbangan antara biaya financial distress dan agency problem dan adanya manfaat atas penggunaan leverage atau utang tax-shield. 3. Asymmetric Information dan Signalling Theory Teori ini menjelaskan bahwa beberapa pihak yang berhubungan dengan perusahaan memiliki informasi yang berbeda-beda mengenai prospek dan risiko perusahaan. Gitman 2009 dalam Steven dan Lina 2011 menyatakan bahwa asymmetric information theory merupakan suatu kondisi dimana manajer perusahaan memiliki lebih banyak informasi tentang operasi dan prospek kedepannya dari perusahaan dibandingkan dengan pihak lainnya. Adanya asymmetric information, menyebabkan manjemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan investor di pasar modal dan membuat manajer perusahaan lebih leluasa bertindak dalam menentukan strategi capital structure Universitas Sumatera Utara karena lebih menguasi informasi di dalam perusahaan. Signalling theory merupakan langkah-langkah manajemen dari perusahaan dalam memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Signaling theory menyatakan penggunaan hutang struktur modal sebagai sumber pendanaan perusahaan yang seringkali dianggap sebagai sinyal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Perusahaan yang memiliki prospek menguntungkan di masa depan, akan mencoba untuk menghindari penjualan saham. Perusahaan yang menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, akan menyebabkan harga sahamnya menurun. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang menerbitkan saham baru berarti memberikan sinyal bahwa manajemen memandang prospek perusahaan sedang suram dan akan menekan harga saham.

2.5 Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Growth Opportunity, Liquidity, Profitability, dan Tangibility terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 60 109

PENGARUH PROFITABILITAS, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, GROWTH OPPORTUNITY DAN LIKUIDITAS TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 109

Pengaruh Growth Opportunity, Profitabilitas, dan Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Pengaruh Growth Opportunity, Profitabilitas, dan Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Growth Opportunity, Profitabilitas, dan Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 13

Pengaruh Growth Opportunity, Profitabilitas, dan Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

Pengaruh Growth Opportunity, Profitabilitas, dan Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 4

Pengaruh Growth Opportunity, Profitabilitas, dan Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY, PROFITABILITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN PROPERTI DI BURSA EFEK INDONESIA

0 7 7

SKRIPSI PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY, LIQUIDITY, PROFITABILITY, DAN TANGIBILITY TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 1 12