IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Air Baku Aliran Sungai Cihideung
Air baku merupakan sumber air bersih yang dapat berasal dari air hujan, air tanah, air danau, dan air sungai. Air sungai merupakan salah satu jenis air permukaan yang menjadi
sumber air baku dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. Air sungai dari aliran sungai Cihideung merupakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih di
Institut Pertanian Bogor. Suplai air baku untuk Institut Pertanian Bogor berasal dari dua aliran sungai yaitu sungai Cihideung dan sungai Ciapus, kedua sumber air baku tersebut diolah terlebih
dahulu di Water Treatment Plan milik IPB. Pada penelitian ini sampel air baku yang digunakan berasal dari air sungai Cihideung.
Air Sungai Cihideung yang telah diolah di WTP IPB disuplai ke Fakultas Kehutanan dan Peternakan. Kemudian dari Fakultas Kehutanan IPB di salurkan lagi ke daerah gedung
sekitarnya termasuk FATETA, begitu pula dengan air baku yang disuplai ke Fakuktas Peternakan. Laju alir produksi air bersih di setiap WTP Cihideung perharinya mencapai 7.5 L
detik, namun bila tingkat kekeruhan air baku meningkat terlalu tinggi maka laju alir produksi dapat terganggu.
Tabel 3 menunjukkan hasil analisa sifat fisik air baku sungai Cihdeung. Berdasarkan hasil analisa di Laboratorium tingkat kekeruhan dan TSS sungai Cihideung berbeda-beda ketika
hujan dan panas terik. Tingkat kekeruhan dan TSS pada saat hujan lebih tinggi dibandingkan saat
cerah. Tabel 3. Kondisi fisik air sungai Cihideung pada cuaca berbeda
Kondisi TSS mgL
Kekeruhan FTU
Warna PtCo Ph
Hujan 148
160 550
4.5 Cerah
39 60
283 6.9
Kondisi ini diakibatkan karena pada hujan endapan di dasar air berlonjak keatas dan kotororan-kotoran disekitar sungai ikut terbawa arus sehingga tingkat kekeruhan sangat tinggi
begitu pula dengan TSS dan warna pada air baku. Oleh karena itu, pada saat hujan, kebutuhan koagulan untuk mengendapkan atau menyisihan padatan terlarut dan tidak terlarut semakin
meningkat.
4.2 Proses Aklimatisasi
Sebelum dilakukan pengamatan kualitas air baku terhadap pengaruh waktu kontak pada penggunaan fixed bed reactor dengan menggunakan media batu apung, batu apung perlu
mengalami proses aklimatisasi. Proses aklimatisasi yaitu menumbuhkan mikroorganisme pada batu apung yang nantinya akan mendegradasi bahan-bahan organik dan anorganik. Proses
aklimatisasi dibutuhkan untuk adaptasi mikroba, sehingga pada saat pengujian pengaruh kualitas air baku terhadap perbedaan waktu kontak, batu apung yang digunakan dalam fixed bed reactor
telah ditumbuhi mikroorganisme yang akan mendegradasi polutan. Mikroorganisme dapat tumbuh atau melekat pada batu apung hingga membentuk lapisan berupa biofilm, karena di
dalam air sungai terkandung unsur-unsur substrat yang dibutuhkan untuk hidup dan tumbuh kembangnya mikroorganisme, seperti N dari ammonium dan P dari senyawa phosphat.
Ammoniak akan berubah menjadi ammonium didalam air sesuai dengan persamaa reaksi NH
3
+ H
2
O NH
4
+ O
2
. Pada proses nitrifikasi dengan bantuan mikroorganisme ammoium akan berubah menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat, berikut ini adalah tahapan dari
nitirfikasi yang dapat dibagi ke dalam dua tahapan, yaitu: 1.
Tahap nitritasi, merupakan tahap oksidasi ion ammonium NH
4 +
menjadi ion nitrit NO
2 -
oleh bakteri Nitrosomonas, melalui reaksi berikut ini: NH
4 +
+ 1 ½ O
2
NO
2 -
+ H
2
O + 2,75 KJ Nitrosomonas
2. Tahap nitrasi merupakan tahap oksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat NO
3 -
oleh bakteri Nitrobacter dengan melalui reaksi berikut ini:
NO
2 -
+ 1 ½ O
2
NO
3 -
+ 75 KJ Nitrobacter
Secara keseluruhan proses nitrifikasi adalah sebagai berikut: NH
4 +
+ 2O
2
NO
3 -
+2 H
-
+ H
2
O Jadi konsentrasi ammonium NH
4 +
dan nitrat NO
3 -
akan berbanding terbalik selama proses nitrifikasi dalam fixed bed reactor.
Pada penelitian ini proses aklimatisasi dilakukan selama tiga minggu dengan waktu tinggal 4 jam laju alir sebesar 4.5 Ljam, tiga hari dengan waktu tinggal 2 jam laju alir sebesar
9 Ljam, dan lima hari dengan waktu tinggal 1 jam laju alir sebesar 18 Ljam. Perubahan waktu tinggal pada saat proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan data pengaruh
peningkatan laju alir terhadap penurunan bahan organik atau peningkatan kualitas air baku. Selama proses aklimatisasi setiap minggu output efluent air dari bioreaktor dianalisa kandungan
bahan organik, anorganik, dan sifat fisik air baku. Hasil dari efluent diamati penurunan atau perubahannya, perubahan tersebut kemudian dikaitkan dengan proses tumbuh lekatnya
mikroorganisme di media batu apung. Gambar 13 berikut ini adalah hasil pengujian ammoinum selama proses aklimatisasi.
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1 0.12
10 20
30 40
Ko n
se n
tr as
i N
H
4 +
m g
L
Waktu hari
influent efluent
T= 4 jam T=2 jam T= 1 jam
Gambar 13. Grafik konsentrasi NH
4 +
pada masa aklimatisasi Berdasarkan Gambar 13, konsentrasi ammonium semakin lama semakin menurunkan
hingga hampir mencapai konsentrasi 0 mgL, sedangkan konsentrasi NO
3 -
terus meningkat hingga waktu tinggal hidrolik diturunkan menjadi 2 jam Lampiran 6, hal ini disebabkan karena
beban hidrolik yang masuk meningkat. Grafik peningkatan konsentrasi NO
3 -
dapat dilihat pada Gambar 14. hal ini menunjukkan bahwa media dalam fixed bed reactor yaitu batu apung telah
ditumbuhi oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter terbentuk biofilm yang berfungsi untuk mengubah ammonium menjadi nitrat setelah melalui proses nitrifikasi.
Gambar 14. Grafik konsentrasi NO
3 -
pada masa aklimatisasi Peningkatan NO
3 -
mengalami perubahan pada saat waktu tinggal diturunkan menjadi 2 jam dan 1 jam begitu juga dengan penurunan NH
4 +
. Hal ini diakibatkan karena beban yang masuk ke dalam bioreaktor meningkat sehingga mikroorganisme yang terdapat dalam biofilm di
batu apung mengalami tekanan dan perlu beradaptasi lagi. Salah satu variabel kontrol agar terjadi degradasi senyawa organik adalah oksigen terlarut
DO Dissolve Oxigen. Proses degradasi akan berjalan dengan baik apabila DO air di dalam fixed bed reactor 1 mgL Widayat et al., 2010. Pada akhir proses aklimatisasi atau sehari
sebelum pengujian konsentrasi DO pada fixed bed reactor beraerasi ini mencapai 6.30 mgL. Hal ini menandakan bahwa proses degradasi terjadi di dalam fixed bed reactor dengan media batu
apung. Selain penurunan amoniak dan hubungannya dengan peningkatan konsentrasi NO
3 -
dan konsentrasi DO, pada tahap aklimatisasi ini juga diamati peningkatan kualitas air baku.
Peningkatan kualitas air baku dapat dilihat dari penurunan TSS, kekeruhan, dan warna pada effluen. Penurunan TSS, tingkat kekeruhan, dan warna dapat dilihat pada Gambar 15, 16, dan 17.
pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa TSS air baku setelah melewati fixed bed reactor terus menurun hingga hari ke 24 sedangkan setelah itu konsentrasi TSS meningkat begitu juga pada
tingkat kekeruhan dan warna. Hal ini terjadi karena laju alir debit air ditingkatkan sehingga waktu tinggal air dalam fixed bed reactor menjadi 1 jam. Pada perubahan waktu kontak dari 4
jam menjadi 2 jam peningkatan laju beban tidak terlalu berbeda nyata, bila dibandingkan dengan 2
4 6
8 10
12 14
16
10 20
30 40
K o
n sen
tr asi
N O
3 -
m g
L
Waktu hari
influent efluent
T= 4 jam T=2 jam T= 1 jam
peningkatan beban dengan waktu kontak sebesar 1 jam. Maka semakin tinggi laju alir yang masuk mengakibatkan laju beban yang masuk juga meningkat sehingga effiensi penurunan
bahan organik menurun.
Gambar 15. Grafik penurunan TSS pada masa aklimatisasi
Gambar 16. Grafik tingkat kekeruhan pada masa aklimatisasi 20
40 60
80 100
120 140
160
10 20
30 40
TS S
m g
L
Waktu hari
influent efluent
20 40
60 80
100 120
140 160
180
10 20
30 40
K e
ke ru
h an
FTU
Waktu hari
influent effluent
T= 4 jam T=2 jam T= 1 jam
T= 4 jam T=2 jam T= 1 jam
Gambar 17. Grafik warna pada masa aklimatisasi
4.3 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Penurunan Bahan Organik,