4.5 Analisis Kebutuhan Koagulan
Bahan koagulan biasa digunakan untuk pengolahan air sungai baik di PDAM maupun pengolahan air lainnya seperti WTP Water Treaatment Plan. Prinsip kerjanya yaitu padatan
yang terlarut di dalam air akan berikatan dengan bahan koagulan dan kemudian akan terjadi proses koagulasi-flokulasi. Bahan koagulan yang biasa digunakan adalah Al
2
SO
4 3
atau tawas, namun saat ini penggunaan tawas mulai tergantikan dengan PAC Poly Alumunium
Chloride karena harga PAC yang lebih murah dan PAC dianggap lebih effisien dalam melakukan koagulasi lihat Tabel 1.
Penelitian kali ini akan membandingkan pemakaian PAC di WTP Cihideung milik IPB setelah dan sebelum dilakukan pra-treatment dengan menggunakan fixed bed reactor
bermedia batu apung. Kemudian dihitung biaya yang dapat dihemat untuk pembelian bahan koagulan ini. Spesifikasi PAC yang digunakan pada WTP Cihideung dapat dilihat pada
Lampiran 9. Pemakaian PAC di WTP Cihideung juga bergantung pada kondisi air baku. Bila
musim hujan tingkat kekeruhan meningkat hingga mencapai 100 FTU, sedangkan pada musim kemarau kekeruhan air baku 50 FTU. Dosis optimum PAC yang digunakan berkisar
antara 0,02-0,07 mLL, namun dosis ini hanya dapat digunakan bila kekeruhan 50 FTU, sedangkan bila kekeruhan 50 FTU dosis optimum PAC 0,07 mLL dan bila kekeruhan
mencapai 100 FTU dosis optimum PAC yang digunakan dapat mencapai 0,3 mLL. Pada penelitian ini, dilakukan uji jar test untuk menentukan dosis optimum PAC pada
konsentrasi air baku yang berbeda-beda, yaitu air baku diencerkan menggunakan aquades dengan perbandingan 1:1, 1:3, dan 1:4 sehingga tingkat kekeruhan, TSS, dan warna pada
sampel air baku menjadi berbeda pula. Dalam alat Jar Test terdapat enam wadah Lampiran 2, satu wadah sebagai kontrol dan wadah lainnya dijalankan dengan konsentrasi PAC yang
berbeda-beda. Wadah kontrol tidak diberi perlakuan apapun baik pemberian PAC maupun aerasi pengadukan. Kecepatan aerasi yang digunakan dalam Jar Test sebesar 45 rpm dan
dijalankan selama 30 menit. Setelah impeler dalam alat Jar Test berhenti berputar wadah yang berisikan sampel didiamkan selama 30 menit untuk menurunkan flok-flok yang
terbentuk seperti pada Gambar 25.
a b
Gambar 25. Pengendapan padatan dengan koagulan PAC a. Sebelum diendapkan, b. Setelah diendapkan
Berdasarkan hasil uji jar test diketahui bahwa pada tingkat kekeruhan, TSS, dan warna yang berbeda akan membutuhkan volume koagulan PAC yang berbeda juga. Hasil uji jar
test dapat dilihat pada Gambar 26, 27, dan 28. Grafik pada Gambar 26, 27, dan 28 bila dapat
diplotkan ke grafik lain yang menunjukkan dosis optimum PAC pada tingkat kekeruhan yang berbeda Gambar 29.
Gambar 26. Grafik pengaruh Konsentrasi PAC terhadap tingkat kekeruhan
Gambar 27. Grafik pengaruh Konsentrasi PAC terhadap TSS 5
10 15
20 25
30 35
40
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
K e
ke ru
h an
FTU
Konsentrasi PAC mLL
Tanpa pengenceran pengenceran 1:1
pengenceran 1:3 pengenceran 1:4
5 10
15 20
25 30
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
TS S
m g
L
Konsentrasi PAC mLL
Tanpa pengenceran pengenceran 1:1
pengenceran 1:3 pengenceran 1:4
Gambar 28. Grafik pengaruh Konsentrasi PAC terhadap warna air baku
Gambar 29. Dosis optimum PAC pada air dengan berbagai tingkat kekeruhan Dari grafik di atas dapat dibuktikan bahwa semakin tinggi kekeruhan pada air maka akan
semakin tinggi konsentrasi PAC yang dibutuhkan, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pada saat pengambilan sampel cuaca di sekitar sungai Cihideung sedang cerah, sehingga tingkat kekeruhan sampel yang diteliti pada uji jar test dimulai dari 37 FTU dan
kemudian air baku air sungai Cihideung diencerkan dengan akuades, perbandingan pengenceran air sungai dengan akuades yaitu 1:1 yang menghasilkan nilai kekeruhan sebesar
14 FTU; 1:3 menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 10 FTU ; dan 1:4 menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 5 FTU. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
50 100
150 200
250
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
War n
a PtCo
Konsentrasi PAC mLL
Tanpa pengenceran pengenceran 1:1
pengenceran 1:3 pengenceran 1:4
0.01 0.02
0.03 0.04
0.05 0.06
5 10
15 20
25 30
35 40
Do sis
o ptim
u m
P AC
m lL
Kekeruhan FTU
Tabel 5. Konsentrasi PAC optimum pada tingkat kekeruhan berbeda kekeruhan FTU
konsentrasi PAC optimum mLL
37 0.05
14 0.01
10 0.005
5 0.005
Tabel 6. Konsentrasi PAC optimum pada TSS berbeda TSS mgL
konsentrasi PAC optimum mLL
25 0.04
12 0.01
8 0.005
3 0.005
Bila dianalisa penghematan pemakaian dan biaya yang dikeluarkan untuk bahan koagulan dengan cara perhitungannya yang terdapat pada Lampiran 11, didapat bahwa
penghematan PAC setelah melalui pra-treatment air baku dengan menggunakan fixed bed reactor bermedia batu apung mencapai 0,16 mLL bila dilihat dari penurunan tingkat
kekeruhan, 0,12 mLL bila dilihat dari penurunan TSS. Penghematan penggunaan PAC juga berdampak pada penurunan biaya produksi air bersih, penurunan biaya produksi di WTP
Cihideung akibat pra-treatment menggunakan sistem fixed bed reactor dapat mencapai Rp12.441.600,- per bulan.
Selain pemakaian koagulan seperti PAC, ada bahan kimia lainnya yang berkaitan dalam menurunkan bahan organik dan anorganik terlarut yaitu klor. Senyawa klor adalah
salah satu disinfektan yang paling banyak dalam pengolahan air minum dan air buangan. Klor sebagai bahan disinfektan dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri yaitu
kerusakan kemampuan permeabilitas sel, asam nukleat dan enzim. Selain sebagai disinfektan klor juga digunakan sebagai oksidator, mengurangi bau dan rasa pada air. Bila air baku telah
diolah terlebih dahulu seperti pada penelitian ini yaitu pra-treatment dengan memanfaatkan media batu apung sebagai media pada fixed bed reactor, hasil dari pra-treatment ini dapat
menurunkan kandungan anorganik ammonium dan organik BOD, COD, dan KMnO
4
sehingga pada tahap disinfektan, pemakaian senyawa klor dapat diminimisasi.
V.
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1 Kesimpulan