Media Batu Apung TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Aerated Fixed Bed Reactor Terendam Sumber: Schulz dan Menningmann 1999. Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyisihan bahan organik dan kotoran yang berada dalam air influent dibutuhkan laju bioreaksi yang rendah dalam reaktor yang memiliki biofilm di dalamnya sehingga dibutuhkan juga laju substrat yang rendah. Tujuan lainnya yaitu untuk mengontrol kestabilan biofilm karena adanya aliran air ke dalam biofilm tersebut Martinov et al., 2010. Menurut Blackwell 2010, energi yang digunakan pada bioreaktor dengan sistem aerasi sehingga terbentuk gas dalam CO 2 dalam pengolahan limbah cair memiliki empat fungsi utama, yaitu untuk menghilangkan karbon senyawa organik, proses nitrifikasi, menghillangkan phosphor, pencuci hama, menghilangkan kotoran berupa mikroorganisme.

2.3 Media Batu Apung

Batu apung pumice adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunung api yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak berstruktur selular akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunung api Fauzi, 2010. Menurut dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sumatera Utara 2009 komposisi kimia dari batu apung adalah sebagai berikut : CaO = 2,86 , MgO = 2,57 , Al 2 O 3 = 17,59 , SiO 2 = 60,56 , Fe 2 O 3 = 4.08 . Gambar 2 ini menggambarkan bentuk fisik dari batu apung. Gambar 2. Batu apung Secara mikroskopis batu apung dapat terlihat seperti pada Gambar 3 di bawah ini: Gambar 3. Batu Apung Secara Mikroskopis sumber: Kitis et al., 2005 Batu apung pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur vesikuler dengan ukuran lubang yang bervariasi baik berhubungan satu sama lain atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi. Kadang-kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit atau kalsit. Batuan ini tahan terhadap pembekuan embun frost, tidak begitu higroskopis mengisap air. Mempunyai sifat pengantar panas yang rendah dan bersifat hidrolisis. Kekuatan tekan antara 30-20 kgcm 2 . Komposisi utama mineral silikat amorf http:www.senyawa.com Batu apung juga bersifat ringan, porositas tinggi volume pori-pori mencapai 85 dan merupakan batu volkanik. Partikel batu apung hampir serupa dengan spons, yang terdiri dari suatu jaringan yang tidak beraturan dan berpori-pori didalamnya, beberapa pori-pori diantaranya tidak saling berhubungan dan langsung terbuka ke permukaan batu apung, dan pori-pori lainnya terisolasi di dalam partikel tersebut Wesley, 2001. Kegunaan utama batu apung biasanya dijadikan bahan bangunan. Aplikasi terbesar lainnya dari batu apung yaitu dijadikan bahan abrasif, penyerap, campuran pembuatan beton dengan berat ringan, penyaring filter, di bidang pertanian landscape, dan dapat juga digunakan sebagai alat pembersih pakaian Bolen, 2003. Batu apung yang dihancurkan dan kemudian disaring juga digunakan sebagai bahan perekat dinding seperti semen, industri plastik, menyemir batu-batu perak, kosmetik, krim muka, bahan tambahan sabun, dan lain- lain. Tingginya porositas pada batu apung dan kaya akan kandungan silika, aluminium, dan zeolit alami mengakibatkan batu apung dapat dijadikan bahan katalis pada reaksi yang membutuhkan aktivitas terpusat atau sebagai katalisator logam dalam reaksi isomerisasi dan hidrogenasi Brito et al., 2004. Oleh karena itu, batu apung dapat digunakan sebagai bahan pendukung katalisator logam seperti nickel, palladium, copper –palladium, silver, platinum, and rhodium, yang digunakan dalam reaksi hidrogenasi pada berbagai senyawa seperti CO, alkadienes and alkynes, phenylacetylene, but-1-ene, hidrokarbon tak jenuh, nitrat, nitrit, dan untuk hidroisomerisasi pada n-pentana Deganello et al., 1994 Batu apung sebagian besar juga dijadikan bahan penyerap, media filtrasi, dan media tempat terbentuknya biofilm. Batu apung dapat digunakan dengan baik untuk filtrasi perlahan sebagai media menyisihkan zat patogen dari air irigasi dan dengan biaya yang rendah bagi bidang pertanian. Wohanka et al., 1999. Batu apung juga potensial digunakan sebagai alat penyaring dan menurunkan tingkat kekeruhan dengan kondisi filtrasi cepat Farizoglu et al., 2003. Batu apung merupakan material yang sangat baik digunakan dalam bioreaktor dan membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan material pasir Balaguer et al., 1997. Fixed bed reactor dapat dioperasikan dengan menggunakan mikroorganisme heterotropik yang diimobilisasi dalam batu apung sebagai bahan pengisi Karagozoglu et al., 2002. Batu apung juga dapat digunakan sebagai penyerap minyak dan lemak dan phosphor Njau et al., 2003. Biofilm merupakan ekosistem kecil biasanya terdiri dari tiga lapisan dengan ketebalan yang berbeda-beda, perubahan ketebalan tersebut dipengaruhi lokasi dan lama waktu. Material seperti substrat dan oksigen diubah menjadi biofilm melalui proses difusi dan konveksi, produk dari proses tersebut diubah menjadi biofilm. Oksigen lebih banyak terdapat dibagian atau lapisan terluar biofilm, sehingga dilapisan tersebut ditumbuhi mikroorganisme aerobik seperti bakteri nitrifikasi dan protozoa. Nitrat dan nitrit dihasilkan di lapisan aerobik ini dan akan berkurang pada lapisan anoksik yaitu lapisan tengah, sehingga dilapisan bagian dalam terbentuk zona anaerobik, dimana pada lapisan ini asam asetat dan sulfat menjadi berkurang atau terdegradasi Marshall dan Blainey, 1991, skema umum biofilm dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Model biofilm sumber: Marshall dan Blainey, 1991 Bentuk dari struktur biofilm telah beralih dari masa lalu. Pada awalnya biofilm dikira mempunyai satu struktur yang homogen yang diselimuti substrat seperti lapisan film Gambar 5. Gambar ini didapat dengan mikroskop beresolusi cahaya rendah dan scanning electron microscopy SEM. Gambar dengan struktur biofilm homogen merupakan model biofilm dengan pendekatan rangkaian. Gambar 5. Skema Dari Biofilm Heterogen pendekatan rangkaian Pada pendekatan rangkaian ini diasumsikan bahwa biomass terdistribusi rata pada biofilm. Sehingga dasar model biofilm merupakan pendekatan dari sekumpulan rangkaian yang membentuk satu dimensi Dumont et al., 2009. Biofilm ditransformasikan dari sekumpulan air cairan menjadi suatu permukaan yang berbentuk padatan lendir lebih cepat dibandingkan pertumbuhan mikroorganismenya. Sering kali mikroorganisme tidak membentuk lapisan tertutup pada ketebalan seragam, mereka hampir membentuk koloni kecil, yang mungkin menyebar pada perkembangan selanjutnya. Biasanya, sel ini berbekalkan substrat dan oksigen sehingga mampu untuk tumbuh dengan laju maksimum yang dimiliki mikroorganisme tersebut. Selama proses ini, mereka menghasilkan molekul organik, melalui proses difusi pada dinding sel dan kemudian menjadi extracellular polymeric substances EPS oleh katalis berupa eksoenzim Wiesmann et al, 2007

2.4 Biodegradasi Penurunan senyawa organik dan Proses Nitrifikasi