Distribusi Jumlah Pohon .1 Distribusi jumlah pohon pada berbagai diameter

pohon. Daftar nama jenis pada setiap areal bekas tebangan terdapat pada Lampiran 1. Pada kelompok Dipterocarpaceae jenis yang dominan ialah jenis meranti merah sedangkan pada kelompok non-Dipterocarpaceae jenis yang dominan adalah jenis medang-medang. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah jenis pada setiap areal bekas tebangan umumnya lebih banyak pada tingkat pancang. Berdasarkan data yang diperoleh pada areal bekas tebangan dari hasil pengukuran di lapangan yang terdapat pada Tabel 3 umumnya kelompok non- Dipterocarpaceae lebih dominan daripada kelompok Dipterocarpaceae. 5.2 Distribusi Jumlah Pohon 5.2.1 Distribusi jumlah pohon pada berbagai diameter Struktur tegakan dapat dilihat berdasarkan tingkat kerapatan sehingga akan menggambarkan kondisi suatu tegakan hutan. Menurut Husch et al. 2003 struktur tegakan juga bisa diuraikan sebagai variasi jenis pohon dan kelas umur yang tersusun oleh perbedaan lapisan vegetasi dan penyebaran kelas diameter. Kerapatan tegakan pada hutan bekas tebangan akan lebih kecil daripada hutan primer karena pada saat penebangan tegakan yang tidak di tebang dapat pula mengalami kematian akibat kegiatan penebangan maupun penyaradan. Pada Tabel 4 menunjukkan struktur tegakan dilihat dari kerapatan NHa yang terdapat pada petak bekas tebangan untuk kelompok Dipterocarpaceae, non- Dipterocarpaceae dan seluruh jenis. Pada Tabel 4 terlihat bahwa kerapatan yang tertinggi terdapat pada tingkat pancang yaitu diameter 5-9,9 cm dan kemudian diikuti oleh kelas diameter berikutnya yang jumlahnya semakin menurun. Pada petak contoh dengan tahun tebang termuda Et+3, jumlah pohon lebih terkonsentrasi pada kelas diameter kecil. Sedangkan pada kelas diameter besar jumlah pohonnya lebih sedikit bahkan terdapat pula kelas diameter yang tidak terdapat pohon sama sekali. Hal ini dikarenakan limit diameter yang ditebang pada sistem silvikultur TPTJ yaitu 40 cm up sehingga pohon-pohon dengan diameter besar sangat sedikit. Pada petak bekas tebangan yang lebih tua penyebaran pohon lebih merata dan perbedaan jumlah antara kelas diameter tidak terlalu mencolok.Berdasarkan data pada Tabel 4 struktur tegakan memperlihatkan penurunan kerapatan tegakan seiring dengan bertambahnya diameter. Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI menyatakan bahwa jumlah pohon inti yang harus ditinggalkan dan tidak boleh ditebang adalah 25 pohonhektar dari pohon yang berdiameter 20-49 cm. Bila jenis komersial ditebang yang berdiameter 20-49 cm kurang dari 25 pohonhektar, maka dapat diambilkan dari jenis komersial tidak ditebang yang berdiameter 50 cm ke atas Dirjen Pengusahaan Hutan 1989. Apabila dikaitkan dengan persyaratan TPTI tersebut, maka areal bekas tebangan dengan sistem TPTJ pada tabel 4 secara umum memenuhi persyaratan karena jumlah pohon inti jenis komersial yang tidak ditebang lebih dari 25 pohonhektar. Tabel 4 Kerapatan tegakan pada petak bekas tebangan menurut tahun setelah penebangan, kelompok jenis, dan tingkat pertumbuhannya Tahun setelah penebangan PU Klmpk jenis Kelas diameter cm Total 5-9,9 10- 19,9 20- 29,9 30- 39,9 40- 49,9 50- 59,9 60- 69,9 70- 79,9 80- 89,9 ≥90 Et+6 R29 Dipt 83 67 11 7 6 2 2 1 5 2 186 non_Dipt 215 116 51 18 17 6 1 1 425 Total 298 183 62 25 23 8 3 2 5 2 611 S30 Dipt 82 64 24 23 12 6 2 3 1 217 non_Dipt 264 89 29 21 15 6 3 2 1 430 Total 346 153 53 44 27 12 5 2 4 1 647 Rata- rata Dipt 82,5 65,5 17,5 15 9 4 2 0,5 4 1,5 201,5 non_Dipt 239,5 102,5 40 19,5 16 6 2 1,5 0,5 427,5 Total 322 168 57,5 34,5 25 10 4 2 4,5 1,5 629 Et+4 O28 Dipt 77 27 7 3 4 2 1 1 122 non_Dipt 231 184 62 25 15 4 3 3 1 528 Total 308 211 69 28 19 4 5 4 1 1 650 P29 Dipt 44 13 4 7 2 2 3 1 76 non_Dipt 202 101 54 17 11 3 1 2 1 392 Total 246 114 58 24 13 6 4 3 468 Rata- rata Dipt 60,5 20 5,5 5 3 1 2,5 1 0,5 99 non_Dipt 216,5 142,5 58 21 13 3,5 2 2,5 1 460 Total 277 162,5 63,5 26 16 5 4,5 3,5 0,5 0,5 559 Et+3 M29 Dipt 110 7 6 3 3 1 1 2 1 1 135 non_Dipt 251 143 43 21 7 5 2 1 473 Total 361 150 49 25 10 6 3 2 1 1 608 M30 Dipt 38 42 16 6 6 3 1 2 1 115 non_Dipt 276 143 63 23 13 4 1 1 1 525 Total 314 185 79 30 19 7 2 3 1 640 Rata- rata Dipt 74 24,5 11 4,5 4,5 2 1 2 1 0,5 125 non_Dipt 263,5 143 53 22 10 4,5 1,5 1 0,5 499 Total 337,5 167,5 64 27,5 14,5 6,5 2,5 2,5 1 0,5 624 Pola ini terbentuk pada hutan tidak seumur yaitu hutan yang memiliki beberapa kelompok umur atau ukuran Arief, 2001. Hal ini dikarenakan hutan tidak seumur memiliki pola penyebaran yang khas, menurut Daniel et al. 1987 pada tegakan tidak seumur jumlah pohon tersebar berada dalam kelas diameter terkecil; jumlahnya menurun kurang lebih sebanding dengan bertambahnya ukuran. Selain itu, individu pohon yang tumbuh pada masa awal pertumbuhan cukup banyak dan seiring berjalannya waktu energi yang diperlukan untuk pertumbuhan akan semakin besar. Karena adanya persaingan antar individu untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup, air, mineral dan pertahanan terhadap gangguan luar seperti hama dan penyakit. Persaingan seperti ini akan terus berlanjut dan terjadilah proses seleksi alam yaitu kematian pada individu yang tidak dapat bersaing. Secara alami persaingan ini akan mengakibatkan pengurangan jumlah individu yang bertahan hidup pada setiap tingkat kelas diameter. Jika di tuangkan dalam bentuk grafik, maka data kerapatan tegakan akan membentuk kurva struktur tegakan yang secara umum membentuk pola yang sama, yaitu membentuk huruf J terbalik. Bentuk-bentuk struktur tegakan pada setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 4. Pada kelompok Dipterocarpaceae terlihat bahwa kecuraman grafik sangat berkurang dibandingkan dengan kelompok non-Dipterocarpaceae. Selain itu pada Gambar 4 terlihat bahwa struktur tegakan Dipterocarpaceae lebih tidak teratur daripada kelompok non- Dipterocarpaceae ataupun kelompok seluruh jenis. Struktur tegakan pada kelompok non-Dipterocarpaceae dan seluruh jenis lebih rapat satu sama lain dengan bentuk grafik yang hampir sama. Pada kelompok seluruh jenis maupun non-Dipterocarpaceae terlihat bahwa kerapatan individuha untuk kondisi setelah penebangan cukup rapat terutama pada Et+6 dan Et+3. Pada grafik terlihat bahwa pada petak contoh jumlah individu lebih di dominasi oleh kelompok non- Dipterocarpaceae. Hal ini berarti potensi untuk kelompok non-Dipterocarpaceae kedepannya akan lebih besar daripada kelompok Dipterocarpaceae. a b c Gambar 4 Kurva kerapatan tegakan berbagai kondisi petak bekas tebangan a kelompok Dipterocarpaceae; b kelompok non-Dipterocarpaceae; c kelompok Seluruh jenis dirinci menurut kelas diameter Pada kondisi normal menurut Ermayani 2000, struktur tegakan yang lebih tua biasanya berada di atas struktur tegakan yang lebih muda. Namun pada tegakan hutan yang dijadikan petak contoh penelitian tidak terjadi hal yang demikian. Tidak tampak adanya pertumbuhan secara sistematis dari berbagai kondisi penebangan. Sebagai contoh, struktur tegakan pada petak Et+3 pada setiap kelompok seharusnya berada paling bawah daripada struktur tegakan lainnya karena petak tebang tersebut lebih muda. Namun pada kenyataannya kurva struktur tegakan pada petak Et+3 untuk kelompok non-Dipterocarpaceae dan seluruh jenis berada pada struktur yang paling atas daripada petak Et+4 dan Et+6. Sedangkan pada petak Et+4 struktur tegakan berada pada posisi paling bawah pada setiap kelompok jenis. Hal ini di duga karena pada setiap tegakan yang dijadikan petak contoh memiliki kondisi awal yang berbeda oleh karena itu kondisi tegakan-tegakan tersebut tidak dapat dianggap sama.

5.2.2 Klasifikasi Tajuk Pohon

Kegiatan penebangan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada tegakan yang tidak ditebang tegakan tinggal. Tipe kerusakan pohon pada tegakan tinggal yang paling sering ditemui adalah kerusakan roboh, dan batang utama patah, yang diikuti kerusakan pada tajuk pohon dan luka batang. Menurut Elias 1993 tipe kerusakan yang paling umum yang disebabkan penebangan adalah rusak tajuk dan patah batang yang terjadi karena tertimpa pohon yang roboh. Kerusakan pada tajuk akibat penebangan mencapai 49,45, sedangkan kerusakan akibat penyaradan yaitu 2,74 Elias 1993. Tajuk pohon merupakan bagian pohon yang mempengaruhi kehidupan suatu pohon karena pada tajuk pohon kegiatan fotosintesis lebih besar terjadi yaitu pada daun. Selain itu, penerimaan sinar matahari terhadap pohon juga mempengaruhi kemampuan pohon untuk mengubah sinar matahari menjadi energi. Menurut Dawkins 1958 dalam Alder dan Synnott 1992, tajuk pohon diklasifikasikan menurut bentuk tajuk dan posisi tajuk tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan pengklasifikasian terhadap tajuk pohon. Pengklasifikasian tajuk dibatasi pada ting kat pohon besar dengan diameter ≥ 40 cm. Tajuk pohon baik menurut posisi tajuk maupun bentuk tajuknya dibagi menjadi 5. Posisi tajuk merupakan letak tajuk terhadap pencahayaan sinar matahari. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terhadap tajuk pohon yang telah diklasifikasikan pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa posisi tajuk pohon pada berbagai kondisi setelah penebangan ialah emergent yang berarti pohon-pohon yang berdiameter besar dapat menerima sinar matahari secara penuh. Hal ini mengakibatkan pohon-pohon yang lebih kecil akan kurang menerima sinar matahari. Variasi posisi pohon seperti yang dikatakan Daniel et al. 1987 akan mempengaruhi ekspresi pohon terhadap fotosintesis. Sehingga untuk jenis pohon yang bersifat dominan apabila berada di bawah naungan pohon yang lain atau pada tajuk yang rapat akan menjadi sulit untuk hidup. Sedangkan menurut Arief 2001 hutan yang terlalu rapat akan mengalami pertumbuhan lambat karena adanya persaingan dalam hal sinar matahari, air, unsur hara, bahkan tempat. Tabel 5 Persentase posisi tajuk pohon terhadap pohon lain pada berbagai kondisi tahun setelah penebangan Posisi tajuk pohon Et + 6 Et + 4 Et + 3 S30 R29 P29 O28 M29 M30 jml tajuk jml tajuk jml tajuk jml tajuk jml tajuk jml tajuk No direct light Some side light 2 3,92 1 4 1 4,17 1 3,13 Some overhead light 7 13,73 10 23,26 1 4 10 29,41 1 4,17 1 3,13 Full overhead light 9 17,65 2 4,65 8 32 5 14,71 1 4,17 5 15,63 Emergent 33 64,71 31 72,09 15 60 19 55,88 21 87,5 25 78,13 Total 51 100 43 100 25 100 34 100 24 100 32 100 Bentuk tajuk menunjukkan kapasitas pohon dalam fotosintesis. Kegiatan penebangan akan mengakibatkan kerusakan pada bentuk tajuknya. Kerusakan pada tajuk untuk tegakan tinggal umumnya terjadi karena tajuk pohon tertimpa atau terkena pohon yang ditebang. Tabel 6 Persentase bentuk tajuk pohon pada berbagai kondisi tahun setelah penebangan Pada Tabel 6 diketahui bahwa bentuk tajuk pada petak bekas tebangan ialah Good berarti bentuk tajuk pohon sudah cukup baik namun terdapat beberapa cabang yang mati atau rusak. Meskipun bentuk tajuk yang terbaik adalah bentuk tajuk perfect sempurna yaitu bentuk tajuk yang bulat dan tidak mengalami kerusakan sedikit pun yang berarti kapasitas pohon dalam berfotosintesis baik sehingga pertumbuhan pohon akan optimum. Namun bentuk tajuk pada tersebut sangat sedikit ditemui karena pada petak bekas tebang umumnya tegakan tinggal akan mengalami kerusakan. Apabila dituangkan ke dalam gambar dapat terlihat bahwa pada posisi tajuk pohon berdasarkan Gambar 5 dominan berada pada kondisi emergent yang artinya tajuk pohon terbuka baik secara vertical dan bebas dari kompetisi lateral Sedangkan bentuk tajuk pohon berada pada kondisi good yaitu bentuk tajuk yang asimetris karena tajuk pohon mengalami kerusakan pada sebagian tajuk pohon. Bentuk tajuk pohon Et + 6 Et + 4 Et + 3 S30 R29 P29 O28 M29 M30 jml tajuk jml tajuk jml tajuk jml tajuk jml tajuk jml tajuk Very poor Poor 1 1,96 2 4,65 1 4 Tolerable 20 39,22 20 46,51 5 20 6 17,65 10 41,67 4 12,5 Good 28 54,90 14 32,56 11 44 19 55,88 12 50,00 15 46,875 Perfect 2 3,92 7 16,28 8 32 9 26,47 2 8,33 13 40,625 51 100 43 100 25 100 34 100 24 100 32 100 a b Gambar 5 Kurva persentase tajuk pohon pada berbagai kondisi bekas tebangan yang dirinci menurut klasifikasi Dawkins a posisi tajuk; b bentuk tajuk 5.3 Pemilihan Model Famili Sebaran 5.3.1 Model Terpilih

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Kondisi Vegetasi Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Di Kalimantan Tengah

8 55 134

Scbaran Diameter Tanaman Meranti Pada Sistcm Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Di PT Erna Djuliawati

0 5 29

Komposisi Functional Species Group pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Area IUPHHK-HA PT Sarpatim, Kalimantan Tengah

0 12 37

Struktur tegakan pasca penebangan pada sistem tebang pilih tanam jalur di konsesi hutan PT Erna Djuliawati

1 7 37