Metil Ester Sulfonat MES

8 Gambar 7. Reaksi transesterifikasi antara lemak atau minyak dengan metanol Hui, 1996. Menurut Meher et al. 2004, proses transensterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya. Variabel yang mempengaruhi proses transesterifikasi adalah rasio alkohol terhadap jumlah asam lemak, jenis dan konsentrasi katalis, suhu dan kecepatan pengadukan. Menurut Noureddini dan Zhu 1997, reaksi transesterifikasi menggunakan katalis asam fosfat mengakibatkan reaksi bersifat reversible dua arah, dimana proses pembentukan turunan minyak metil ester dan asam lemak bebas serta pembentukan trigliserida berlangsung secara bersamaan sampai pada titik kesetimbangan. Selain asam fosfat, menurut Hui 1996, katalis yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi adalah NaOCH 3 , KOH dan NaOH. Menurut Boocock et al. 1998, basa mengkatalisis metanolisis minyak nabati lebih lambat dari pada butanolisis karena dua fase cair berada pada awal reaksi pembentukan.

2.3 Metil Ester Sulfonat MES

Metil ester sulfonat MES bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan surface-active yang termasuk golongan surfaktan anionik. Struktur kimia metil ester sulfonat MES dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Struktur kimia Metil Ester Sulfonat MES Watkins, 2001. Menurut MacArthur et al. 2002, MES dapat disintesis dari tanaman kelapa, kelapa sawit CPO dan PKO, lemak sapi dan kedelai. MES termasuk golongan ester yang dibuat dengan mereaksikan asam karboksilat dan alkohol. Sebagian besar MES diproduksi dari oleokimia melalui proses transesterifikasi asam lemak dengan methanol. Matheson 1996 menyatakan bahwa Metil Ester Sulfonat MES dapat dikelompokkan sebagai surfaktan anionic. Surfaktan ini dapat diperoleh melalui reaksi sulfonasi Metil Ester yang dilakukan dengan menggunakan reaksi esterifikasi terhadap asam lemak atau transesterifikasi langsung terhadap minyak lemak nabati dengan alkohol Gervasio, 1996. Pemanfaatan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah banyak dikembangkan karena produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik wetting agent, menurunkan tegangan permukaan, 9 pendispersi yang baik, dan memiliki daya deterjensi yang tinggi walaupun pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water, tidak mengandung fosfat, memiliki toleransi terhadap ion Ca 2+ yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH, serta mudah didegradasi Matheson, 1996. Menurut hasil pengujian Watkins 2001, memperlihatkan bahwa laju biodegradasi MES serupa dengan sabun, namun lebih cepat dibandingkan dengan petroleum sulfonate. Hal tersebut menyebabkan Metil Ester Sulfonat diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting. Dibandingkan dengan petroleum sulfonat, MES menunjukkan beberapa kelebihan, diantaranya pada konsentrasi lebih rendah MES memiliki daya deterjensi sama dengan petroleum sulfonat e dan memiliki kandungan garam disalt yang lebih rendah. Selain itu, pada formulasi produk pembersih yang menggunakan enzim, MES mampu mempertahankan kerja enzim lebih baik dibandingkan dengan LAS Watkins, 2001. Disalt merupakan produk samping yang dihasilkan pada proses sulfonasi. Terbentuknya disalt dapat menghasilkan karakteristik surfaktan yang kurang baik, seperti sensitif terhadap air sadah, menurunkan daya kelarutan surfaktan dalam air, daya deterjensi 50 menjadi lebih rendah, dan umur simpan produk menjadi lebih singkat. Selain itu keberadaan disalt dapat menyebabkan sifat aktif pada permukaan surfaktan menjadi lebih rendah Swern, 1979.

2.4 Methyl Ester Sulfonate Acid MESA Off Grade