STRES OKSIDATIF, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data karakteristik subjek dan data biokimia darah Tabel 15. Data karakteristik subjek
mencakup biodata umur, jenis kelamin, aktivitas fisik yang diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, data antropometri yang terdiri dari berat
badan BB tinggi badan TB, lingkar lengan atas LILA dan lingkar betis. Adapun data biokimia darah mencakup penanda stres oksidatif yaitu LDL-
teroksidasi Ox-LDL dan Malondialdehyde MDA. Pengukuran antropometri TB menggunakan alat ukur microtoise ketelitian 0,1 cm, BB menggunakan
timbangan injak digital dengan ketelitian 0,1 kg, adapun LILA dan lingkar betis diukur dengan menggunakan pita meteran dengan ketelitian 0.1cm. Pengukuran
TB, BB, LILA dan lingkar betis dilakukan untuk menentukan status gizi berdasarkan Mini Nutritional Assessment MNA.
Tabel 15 Jenis dan cara pengukuran atau pengumpulan data tahap 2
No Data
Cara Pengukuran atau pengumpulan
1. Identitas subjek
Wawancara dengan lansia menggunakan kuesioner
2. Pengkuran antropometri
- Berat badan BB
- Tinggi badan TB
- Lingkar
lengan atas
LILA dan lingkar betis Penimbangan dengan timbangan berat badan injak
analog, dengan ketelitian 0.1 kg Pengukuran TB dengan microtoise, dengan
ketelitian 0.1 cm Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita
meteran ketelitian 0.1 cm
3. Status gizi
Menghitung IMT dan MNA 4.
MDA Metode spektrofotometer
5. Ox-LDL
metode enzyme immunoassay 6.
Fungsi Kognitif Fungsi atensi dan memori visual dengan
menggunakan uji Digit Span Backward dan ROCF
Pengambilan sampel darah dilakukan secara serentak pada pagi hari pukul 07.00-08.00. Subjek diminta untuk berpuasa minimal 10 jam sebelumnya.
Sampel darah yang diambil sebanyak 5 ml melalui pembuluh vena mengunakan disposable syringe. Sampel darah dimasukan dalam tabung dalam ice box dan
segera dibawa ke Laboratorium untuk mendapatkan serum darah. Serum darah dalam keadaan beku dibawa ke Laboratorium Faal Biokimia FKUB untuk di
analisis ox-LDL dengan menggunakan Elisa Reader dan analisis MDA dengan menggunakan Spektrofotometri.
Pengukuran fungsi kognitif dilakukan dengan menggunakan uji Digit Span Backward dan Rey-Osterrieth Complex Figure ROCF. Digit span adalah tes
untuk menilai atensi, konsentrasi dan kinerja memori jangka pendek verbal yang secara rutin digunakan dalam studi psikologi, baik sebagai tes yang berdiri sendiri
atau sebagai bagian dari rangkaian penilaian psikologis Jones 2015. Tes ROCF digunakan secara luas dalam penilaian neuropsikologis, terutama ketika menilai
organisasi perseptual, kemampuan konstruksi visiospatial, dan memori visual. Gambar tes ROCF yang komplek mencerminkan fungsi eksekutif seperti
kemampuan perencanaan dan organisasi selain fungsi kognitif visual Ogino
2009. Terdapat dua tahapan uji menggambar ROCF Taylor 1969, yang sebelumnya subjek berlatih dengan menyalin gambar terlebih dahulu. Uji tahap
pertama subjek diminta menggambar ROCF dilembar terpisah segera setelah latihan menyalin. Uji tahap kedua setelah jeda selama 30 menit, subyek diminta
menggambarkan kembali gambar ROCF.
Tahapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan pengurusan ijin penelitian ke aparat pemerintah setempat serta pengajuan etik penelitian. Tahap selanjutnya adalah pemilihan
subjek sesuai dengan kriteria inklusi. Subjek mendapatkan penjelasan terlebih dahulu mengenai manfaat yang diperoleh selama mengikuti rangkaian penelitian.
Penandatanganan informed consent dilakukan setelah subjek menyetujui seluruh proses penelitian. Tahap akhir adalah pelaksanaan penelitian yakni pengambilan
data dan sampel darah subjek. Pengambilan sampel darah dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan wawancara untuk memperoleh data karakteristik
subjek, pengukuran antropometri serta uji kognitif. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang pertama dilakukan adalah pengukuran deskriptif terhadap parameter karakteristik subjek. Beberapa ukuran yang dianalisis antara
lain : mean rata-rata, standar deviasi serta data berdasarkan kategori sesuai dengan variabel yang disajikan dalam tabel. Uji hubungan antara ox-LDL, MDA,
aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif dilakukan dengan menggunakan uji Spearman dengan taraf kepercayaan p0.05.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini merupakan pria dan wanita dengan dua kelompok usia, yakni pralansia 45-59 tahun dan lansia 60-74 tahun. Rata-rata
usia kelompok pralansia adalah 53.73±4.01 tahun, sedangkan rata-rata usia kelompok lansia adalah 64.97±4.75 tahun. Status gizi subjek penting untuk
diketahui karena status gizi menyajikan informasi awal terkait dengan kesehatan seseorang. Beberapa studi menemukan adanya hubungan antara status gizi
dengan gangguan fungsional dan ketergantungan seseorang. Menurut Orsitto 2015 malnutrisi pada lansia merupakan masalah utama di dunia, termasuk di
negara-negara industri. Status gizi yang buruk berhubungan dengan beberapa sindrom penuaan termasuk penurunan fungsi kognitif. Deteksi dini terhadap
kejadian malnutrisi pada lansia merupakan strategi yang penting untuk memperbaiki kesehatan lansia. Salah satu upaya deteksi dini malnutrisi pada
lansia selain dengan IMT adalah dengan prosedur MNA.
Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat subjek yang berisiko mengalami malnutrisi. Pada kelompok pralansia risiko terjadinya malnutrisi lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok lansia. Besarnya persentase subjek penelitian ini yang berisiko malnutrisi sebanding dengan hasil studi Guigoz 2006 yang
menyatakan bahwa terdapat sekitar 24-36 lansia yang berisiko malnutrisi. Menurut Chapman 2006 ketika malnutrisi terjadi, lansia mengalami penurunan
status fungsional, penurunan kekuatan dan massa otot, penurunan densitas tulang, disfungsi sistem imun, anemia, lambat dalam penyembuhan luka serta
meningkatkan morbiditas dan mortilitas. Orsitto 2015 menyatakan bahwa lansia dengan risiko malnutrisi perlu diberikan intervensi gizi serta pendampingan.
Penilaian MNA sebaiknya dilakukan setiap 3-6 bulan untuk mengevaluasi efektifitas intervensi dan status gizi subjek.
Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan status gizi
Variabel Pralansia
n= 40 orang Lansia
n= 35 orang n
n IMT Kgm
2
Kurus 18.5 1
2.5 2
5.7 Normal 18.5-24.9
16 40.0
7 20.0
Lebih 25-26.9 10
25.0 12
34.3 Obes 27
13 32.5
14 40.0
MNA Beresiko malnutrisi MNA24
14 35.0
7 20.0
Gizi baik MNA ≥24
26 65.0
28 80.0
Rata-rata aktivitas fisik subjek kelompok pralansia berada pada kategori sedentary 1.64±0.19, sedangkan kelompok lansia berada pada level moderat
1.70±0.22. Menurut Buchner 2009 aktivitas fisik adalah salah satu faktor yang diperlukan dalam mencapai lansia yang sehat. Fisik yang aktiv berkaitan
dengan perbaikan kadar tekanan darah, profil lipid dan lipoprotein serta penanda inflamasi Lohnie et al. 2014. Sebaliknya fisik yang tidak aktiv berhubungan
dengan berbagai risiko penyakit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, obesitas dan Alzheimer Coelho et al. 2014.
Tabel 17 menunjukkan sebagian besar aktivitas subjek baik pada kelompok pralansia dan lansia berada pada kategori sedentary. Aktivitas fisik
kategori sedentary menurut Chau et al. 2013 akan merugikan kesehatan seseorang termasuk sebagai pencetus kejadian penyakit diabetes tipe 2 dan
kardiovaskular serta kematian. Agar kesehatan dapat terus terjaga, subjek dengan kategori inactive dan sedentary perlu meningkatkan atau menambah aktivitas fisik
harian mereka, mengurangi waktu duduk atau menonton televisi.
Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik Variabel
Pralansia n= 40 orang Lansia n= 35 orang
n n
Inactive PAL≤1.4
4 10.0
2 5.7
Sedentary 1.5≤PAL≤1.6
22 55.0
16 45.7
Moderate 1.7≤PAL≤1.9
11 27.5
12 34.3
Active PAL≥2.0
3 7.5
5 14.3
Penanda Stres Oksidatif dan Fungsi Kognitif Subjek
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan pertahanan antioksidan. MDA adalah salah satu substansi yang dihasilkan
sebagai produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh akibat adanya reaksi radikal bebas Hansel et al. 2014. Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata ox-LDL dan
MDA subjek lansia lebih tinggi dibandingkan dengan pralansia. Hal ini sesuai dengan Purwantyastuti et al. 2005 yang menyatakan bahwa kadar peroksidasi
LDL terus meningkat dengan bertambahnya usia. Peningkatan peroksidasi LDL linier dengan kadar MDA, karena MDA merupakan produk yang dihasilkan dari
terjadinya peroksidasi LDL Parthasarathy et al. 2010. Kadar MDA subjek penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Winarsi et al.
2013 yang menyatakan bahwa rata-rata kadar MDA lansia sebesar 3.18±0.30 nmolml. Tingginya kadar MDA dapat menyebabkan terjadinya penyakit
Alzheimer Schrag et al. 2013.
Tabel 18 Rata-rata hasil uji penanda stres oksidatif dan fungsi kognitif Variabel
Pralansia Lansia
Stres Oksidatif Ox-LDLpmolml
1.57±0.39 1.67±0.33
MDA nmolml 3.44±0.55
3.54±0.72 Fungsi Kognitif
Atensi 2.98±1.23
2.74±1.31 Memori visual segera
10.51±7.65 8.16±6.66
Memori visual tunda 10.85±7.43
7.71±5.96 Variabel hasil uji fungsi kognitif pada Tabel 18 terlihat kelompok
pralansia memiliki nilai uji kognitif yang lebih tinggi daripada kelompok lansia. Standar skor minimal uji atensi adalah empat, adapun skor minimal uji memori
visual adalah sembilan. Kelompok pralansia dan lansia memiliki nilai skor atensi dibawah standar normal, adapun skor memori visual pada kelompok pralansia
berada pada standar normal sedangkan kelompok lansia memiliki nilai di bawah standar normal. Hasil uji kognitif menunjukkan kelompok pralansia lebih baik
dari kelompok lansia, walaupun status gizi dan aktivitas fisik subjek pralansia relative sama dengan kelompok lansia. Hal ini sesuai dengan Petralia et al. 2014
yang menyatakan bahwa penurunan fungsi kognitif terkait dengan faktor usia yang salah satunya disebabkan oleh penurunan neurogenesis hippocampal serta
terganggunya jaringan denritik pada otak.
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa penting memperhatikan asupan pangan yang kaya antioksidan sejak usia pralansia agar tidak terjadi
peningkatan kadar MDA di usia lanjut yang berdampak pada penurunan fungsi kognitif. Kadar MDA yang tinggi mencerminkan proses oksidasi lipid pada
membran sel Gupta dan Chari 2006. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan asupan suplemen antioksidan. Hulbert 2010
menyatakan suplemen antioksidan dapat mencegah stres oksidatif yang berasal dari eksogen ataupun karena kondisi patologis.
Hubungan Stres Oksidatif, Aktivitas Fisik dan Status Gizi dengan Fungsi Kognitif
Hubungan stres osidatif, aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 19 yang menunjukkan bahwa fungsi kognitif
berkorelasi hanya dengan LDL teroksidasi ox-LDL. LDL teroksidasi berkorelasi positif dengan hasil uji ROCF baik yang segera maupun yang tunda. Hal ini
menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kadar peroksidasi lipid dapat berpengaruh terhadap fungsi kognitif subjek. Gironi et al. 2011 dan Mariani et al. 2005
menyatakan bahwa sel-sel otak memiliki tingkat metabolisme yang tinggi, konsumsi oksigen tinggi juga kandungan lipid yang tinggi. Hal ini membuat otak
sangat rentan terhadap stres oksidatif. Oleh karena itu tingkat stres oksidatif dapat menjadi faktor penyebab terjadinya gangguan kognitif.
Tabel 19 Hubungan penanda stres oksidatif, aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif
Variabel Atensi
Memori visual segera
Memori visual tunda
Ox-LDL r=-0.115; p=0.328 r=-0.289
;
p=0.012 r=-0.288
;
p=0.012 MDA
r=0.044; p=0.710 r=-0.179; p=0.123
r=-0.156; p=0.181 Aktivitas Fisik PAL
r=0.139;p=0.233 r=0.117;p=0.319
r=0.057; p=0.625 Status Gizi
IMT r=0.115; p=0.325
r=0.132; p=0.258 r=0.102; p=0.385
MNA r=0.009; p=0.942
r=0.109; p=0.350 r=0.077; p=0.509
signifikan dengan p0.05
Adapun parameter aktivitas fisik dan status gizi baik berdasarkan MNA maupun IMT pada penelitian ini tidak berkorelasi dengan hasil uji kognitif
dimungkinkan karena jumlah sampel yang kurang besar. Secara teori, aktivitas fisik dan status gizi merupakan salah satu faktor risiko penyakit Alzheimer yang
dapat dimodifikasi. Seperti yang diungkapkan oleh Norton et al. 2014 bahwa sebanyak 9.6 juta kasus Alzheimer diseluruh dunia disebabkan oleh faktor risiko
yang dapat dimodifikasi termasuk faktor aktivitas fisik. Bahkan penelitian Blondell et al. 2014 menunjukkan bahwa aktivitas fisik dimungkinkan memiliki
sifat neuroprotective sehingga mencegah penurunan fungsi kognitif dan menunda timbulnya gejala demensia.
Status gizi juga merupakan hal penting dalam menentukan keadaan kognitif lansia dan untuk mencegah potensi penurunan fungsi kognitif Kivipelto
et al. 2009. Namun memang hubungan antara status gizi dengan gangguan kognitif sangat kompleks, tidak hanya satu komponen gizi saja yang berperan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa hampir semua zat gizi berperan dalam memelihara kapasitas kognitif lansia Johansson et al. 2009. Oleh karena itu
untuk menjaga status gizi pada kategori baik serta menjaga kesehatan fungsi kognitif, lansia dianjurkan untuk melakukan diversifikasi pangan dalam konsumsi
sehari-hari.
Simpulan
Sebagian besar subjek lansia dan pralansia memiliki risiko malnutrisi dan aktivitas fisiknya berada pada kategori sedentary level. Kadar ox-LDL dan MDA
pada lansia lebih tinggi dibandingkan dengan pralansia. Adapun hasil uji fungsi kognitif pada pralasia memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan lansia. Hal
ini sesuai dengan hasil uji hubungan yang menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan antara kadar ox-LDL dengan fungsi memori visual segera maupun
tunda. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kadar ox-LDL yang tinggi berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif khususnya memori visual pada
pralansia dan lansia.