STRES OKSIDATIF, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data karakteristik subjek dan data biokimia darah Tabel 15. Data karakteristik subjek mencakup biodata umur, jenis kelamin, aktivitas fisik yang diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, data antropometri yang terdiri dari berat badan BB tinggi badan TB, lingkar lengan atas LILA dan lingkar betis. Adapun data biokimia darah mencakup penanda stres oksidatif yaitu LDL- teroksidasi Ox-LDL dan Malondialdehyde MDA. Pengukuran antropometri TB menggunakan alat ukur microtoise ketelitian 0,1 cm, BB menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0,1 kg, adapun LILA dan lingkar betis diukur dengan menggunakan pita meteran dengan ketelitian 0.1cm. Pengukuran TB, BB, LILA dan lingkar betis dilakukan untuk menentukan status gizi berdasarkan Mini Nutritional Assessment MNA. Tabel 15 Jenis dan cara pengukuran atau pengumpulan data tahap 2 No Data Cara Pengukuran atau pengumpulan 1. Identitas subjek Wawancara dengan lansia menggunakan kuesioner 2. Pengkuran antropometri - Berat badan BB - Tinggi badan TB - Lingkar lengan atas LILA dan lingkar betis Penimbangan dengan timbangan berat badan injak analog, dengan ketelitian 0.1 kg Pengukuran TB dengan microtoise, dengan ketelitian 0.1 cm Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meteran ketelitian 0.1 cm 3. Status gizi Menghitung IMT dan MNA 4. MDA Metode spektrofotometer 5. Ox-LDL metode enzyme immunoassay 6. Fungsi Kognitif Fungsi atensi dan memori visual dengan menggunakan uji Digit Span Backward dan ROCF Pengambilan sampel darah dilakukan secara serentak pada pagi hari pukul 07.00-08.00. Subjek diminta untuk berpuasa minimal 10 jam sebelumnya. Sampel darah yang diambil sebanyak 5 ml melalui pembuluh vena mengunakan disposable syringe. Sampel darah dimasukan dalam tabung dalam ice box dan segera dibawa ke Laboratorium untuk mendapatkan serum darah. Serum darah dalam keadaan beku dibawa ke Laboratorium Faal Biokimia FKUB untuk di analisis ox-LDL dengan menggunakan Elisa Reader dan analisis MDA dengan menggunakan Spektrofotometri. Pengukuran fungsi kognitif dilakukan dengan menggunakan uji Digit Span Backward dan Rey-Osterrieth Complex Figure ROCF. Digit span adalah tes untuk menilai atensi, konsentrasi dan kinerja memori jangka pendek verbal yang secara rutin digunakan dalam studi psikologi, baik sebagai tes yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari rangkaian penilaian psikologis Jones 2015. Tes ROCF digunakan secara luas dalam penilaian neuropsikologis, terutama ketika menilai organisasi perseptual, kemampuan konstruksi visiospatial, dan memori visual. Gambar tes ROCF yang komplek mencerminkan fungsi eksekutif seperti kemampuan perencanaan dan organisasi selain fungsi kognitif visual Ogino 2009. Terdapat dua tahapan uji menggambar ROCF Taylor 1969, yang sebelumnya subjek berlatih dengan menyalin gambar terlebih dahulu. Uji tahap pertama subjek diminta menggambar ROCF dilembar terpisah segera setelah latihan menyalin. Uji tahap kedua setelah jeda selama 30 menit, subyek diminta menggambarkan kembali gambar ROCF. Tahapan Penelitian Penelitian dimulai dengan pengurusan ijin penelitian ke aparat pemerintah setempat serta pengajuan etik penelitian. Tahap selanjutnya adalah pemilihan subjek sesuai dengan kriteria inklusi. Subjek mendapatkan penjelasan terlebih dahulu mengenai manfaat yang diperoleh selama mengikuti rangkaian penelitian. Penandatanganan informed consent dilakukan setelah subjek menyetujui seluruh proses penelitian. Tahap akhir adalah pelaksanaan penelitian yakni pengambilan data dan sampel darah subjek. Pengambilan sampel darah dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan wawancara untuk memperoleh data karakteristik subjek, pengukuran antropometri serta uji kognitif. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang pertama dilakukan adalah pengukuran deskriptif terhadap parameter karakteristik subjek. Beberapa ukuran yang dianalisis antara lain : mean rata-rata, standar deviasi serta data berdasarkan kategori sesuai dengan variabel yang disajikan dalam tabel. Uji hubungan antara ox-LDL, MDA, aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif dilakukan dengan menggunakan uji Spearman dengan taraf kepercayaan p0.05. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini merupakan pria dan wanita dengan dua kelompok usia, yakni pralansia 45-59 tahun dan lansia 60-74 tahun. Rata-rata usia kelompok pralansia adalah 53.73±4.01 tahun, sedangkan rata-rata usia kelompok lansia adalah 64.97±4.75 tahun. Status gizi subjek penting untuk diketahui karena status gizi menyajikan informasi awal terkait dengan kesehatan seseorang. Beberapa studi menemukan adanya hubungan antara status gizi dengan gangguan fungsional dan ketergantungan seseorang. Menurut Orsitto 2015 malnutrisi pada lansia merupakan masalah utama di dunia, termasuk di negara-negara industri. Status gizi yang buruk berhubungan dengan beberapa sindrom penuaan termasuk penurunan fungsi kognitif. Deteksi dini terhadap kejadian malnutrisi pada lansia merupakan strategi yang penting untuk memperbaiki kesehatan lansia. Salah satu upaya deteksi dini malnutrisi pada lansia selain dengan IMT adalah dengan prosedur MNA. Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat subjek yang berisiko mengalami malnutrisi. Pada kelompok pralansia risiko terjadinya malnutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lansia. Besarnya persentase subjek penelitian ini yang berisiko malnutrisi sebanding dengan hasil studi Guigoz 2006 yang menyatakan bahwa terdapat sekitar 24-36 lansia yang berisiko malnutrisi. Menurut Chapman 2006 ketika malnutrisi terjadi, lansia mengalami penurunan status fungsional, penurunan kekuatan dan massa otot, penurunan densitas tulang, disfungsi sistem imun, anemia, lambat dalam penyembuhan luka serta meningkatkan morbiditas dan mortilitas. Orsitto 2015 menyatakan bahwa lansia dengan risiko malnutrisi perlu diberikan intervensi gizi serta pendampingan. Penilaian MNA sebaiknya dilakukan setiap 3-6 bulan untuk mengevaluasi efektifitas intervensi dan status gizi subjek. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan status gizi Variabel Pralansia n= 40 orang Lansia n= 35 orang n n IMT Kgm 2 Kurus 18.5 1 2.5 2 5.7 Normal 18.5-24.9 16 40.0 7 20.0 Lebih 25-26.9 10 25.0 12 34.3 Obes 27 13 32.5 14 40.0 MNA Beresiko malnutrisi MNA24 14 35.0 7 20.0 Gizi baik MNA ≥24 26 65.0 28 80.0 Rata-rata aktivitas fisik subjek kelompok pralansia berada pada kategori sedentary 1.64±0.19, sedangkan kelompok lansia berada pada level moderat 1.70±0.22. Menurut Buchner 2009 aktivitas fisik adalah salah satu faktor yang diperlukan dalam mencapai lansia yang sehat. Fisik yang aktiv berkaitan dengan perbaikan kadar tekanan darah, profil lipid dan lipoprotein serta penanda inflamasi Lohnie et al. 2014. Sebaliknya fisik yang tidak aktiv berhubungan dengan berbagai risiko penyakit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, obesitas dan Alzheimer Coelho et al. 2014. Tabel 17 menunjukkan sebagian besar aktivitas subjek baik pada kelompok pralansia dan lansia berada pada kategori sedentary. Aktivitas fisik kategori sedentary menurut Chau et al. 2013 akan merugikan kesehatan seseorang termasuk sebagai pencetus kejadian penyakit diabetes tipe 2 dan kardiovaskular serta kematian. Agar kesehatan dapat terus terjaga, subjek dengan kategori inactive dan sedentary perlu meningkatkan atau menambah aktivitas fisik harian mereka, mengurangi waktu duduk atau menonton televisi. Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik Variabel Pralansia n= 40 orang Lansia n= 35 orang n n Inactive PAL≤1.4 4 10.0 2 5.7 Sedentary 1.5≤PAL≤1.6 22 55.0 16 45.7 Moderate 1.7≤PAL≤1.9 11 27.5 12 34.3 Active PAL≥2.0 3 7.5 5 14.3 Penanda Stres Oksidatif dan Fungsi Kognitif Subjek Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan pertahanan antioksidan. MDA adalah salah satu substansi yang dihasilkan sebagai produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh akibat adanya reaksi radikal bebas Hansel et al. 2014. Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata ox-LDL dan MDA subjek lansia lebih tinggi dibandingkan dengan pralansia. Hal ini sesuai dengan Purwantyastuti et al. 2005 yang menyatakan bahwa kadar peroksidasi LDL terus meningkat dengan bertambahnya usia. Peningkatan peroksidasi LDL linier dengan kadar MDA, karena MDA merupakan produk yang dihasilkan dari terjadinya peroksidasi LDL Parthasarathy et al. 2010. Kadar MDA subjek penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Winarsi et al. 2013 yang menyatakan bahwa rata-rata kadar MDA lansia sebesar 3.18±0.30 nmolml. Tingginya kadar MDA dapat menyebabkan terjadinya penyakit Alzheimer Schrag et al. 2013. Tabel 18 Rata-rata hasil uji penanda stres oksidatif dan fungsi kognitif Variabel Pralansia Lansia Stres Oksidatif Ox-LDLpmolml 1.57±0.39 1.67±0.33 MDA nmolml 3.44±0.55 3.54±0.72 Fungsi Kognitif Atensi 2.98±1.23 2.74±1.31 Memori visual segera 10.51±7.65 8.16±6.66 Memori visual tunda 10.85±7.43 7.71±5.96 Variabel hasil uji fungsi kognitif pada Tabel 18 terlihat kelompok pralansia memiliki nilai uji kognitif yang lebih tinggi daripada kelompok lansia. Standar skor minimal uji atensi adalah empat, adapun skor minimal uji memori visual adalah sembilan. Kelompok pralansia dan lansia memiliki nilai skor atensi dibawah standar normal, adapun skor memori visual pada kelompok pralansia berada pada standar normal sedangkan kelompok lansia memiliki nilai di bawah standar normal. Hasil uji kognitif menunjukkan kelompok pralansia lebih baik dari kelompok lansia, walaupun status gizi dan aktivitas fisik subjek pralansia relative sama dengan kelompok lansia. Hal ini sesuai dengan Petralia et al. 2014 yang menyatakan bahwa penurunan fungsi kognitif terkait dengan faktor usia yang salah satunya disebabkan oleh penurunan neurogenesis hippocampal serta terganggunya jaringan denritik pada otak. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa penting memperhatikan asupan pangan yang kaya antioksidan sejak usia pralansia agar tidak terjadi peningkatan kadar MDA di usia lanjut yang berdampak pada penurunan fungsi kognitif. Kadar MDA yang tinggi mencerminkan proses oksidasi lipid pada membran sel Gupta dan Chari 2006. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan asupan suplemen antioksidan. Hulbert 2010 menyatakan suplemen antioksidan dapat mencegah stres oksidatif yang berasal dari eksogen ataupun karena kondisi patologis. Hubungan Stres Oksidatif, Aktivitas Fisik dan Status Gizi dengan Fungsi Kognitif Hubungan stres osidatif, aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 19 yang menunjukkan bahwa fungsi kognitif berkorelasi hanya dengan LDL teroksidasi ox-LDL. LDL teroksidasi berkorelasi positif dengan hasil uji ROCF baik yang segera maupun yang tunda. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kadar peroksidasi lipid dapat berpengaruh terhadap fungsi kognitif subjek. Gironi et al. 2011 dan Mariani et al. 2005 menyatakan bahwa sel-sel otak memiliki tingkat metabolisme yang tinggi, konsumsi oksigen tinggi juga kandungan lipid yang tinggi. Hal ini membuat otak sangat rentan terhadap stres oksidatif. Oleh karena itu tingkat stres oksidatif dapat menjadi faktor penyebab terjadinya gangguan kognitif. Tabel 19 Hubungan penanda stres oksidatif, aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif Variabel Atensi Memori visual segera Memori visual tunda Ox-LDL r=-0.115; p=0.328 r=-0.289 ; p=0.012 r=-0.288 ; p=0.012 MDA r=0.044; p=0.710 r=-0.179; p=0.123 r=-0.156; p=0.181 Aktivitas Fisik PAL r=0.139;p=0.233 r=0.117;p=0.319 r=0.057; p=0.625 Status Gizi IMT r=0.115; p=0.325 r=0.132; p=0.258 r=0.102; p=0.385 MNA r=0.009; p=0.942 r=0.109; p=0.350 r=0.077; p=0.509 signifikan dengan p0.05 Adapun parameter aktivitas fisik dan status gizi baik berdasarkan MNA maupun IMT pada penelitian ini tidak berkorelasi dengan hasil uji kognitif dimungkinkan karena jumlah sampel yang kurang besar. Secara teori, aktivitas fisik dan status gizi merupakan salah satu faktor risiko penyakit Alzheimer yang dapat dimodifikasi. Seperti yang diungkapkan oleh Norton et al. 2014 bahwa sebanyak 9.6 juta kasus Alzheimer diseluruh dunia disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk faktor aktivitas fisik. Bahkan penelitian Blondell et al. 2014 menunjukkan bahwa aktivitas fisik dimungkinkan memiliki sifat neuroprotective sehingga mencegah penurunan fungsi kognitif dan menunda timbulnya gejala demensia. Status gizi juga merupakan hal penting dalam menentukan keadaan kognitif lansia dan untuk mencegah potensi penurunan fungsi kognitif Kivipelto et al. 2009. Namun memang hubungan antara status gizi dengan gangguan kognitif sangat kompleks, tidak hanya satu komponen gizi saja yang berperan. Beberapa studi menunjukkan bahwa hampir semua zat gizi berperan dalam memelihara kapasitas kognitif lansia Johansson et al. 2009. Oleh karena itu untuk menjaga status gizi pada kategori baik serta menjaga kesehatan fungsi kognitif, lansia dianjurkan untuk melakukan diversifikasi pangan dalam konsumsi sehari-hari. Simpulan Sebagian besar subjek lansia dan pralansia memiliki risiko malnutrisi dan aktivitas fisiknya berada pada kategori sedentary level. Kadar ox-LDL dan MDA pada lansia lebih tinggi dibandingkan dengan pralansia. Adapun hasil uji fungsi kognitif pada pralasia memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan lansia. Hal ini sesuai dengan hasil uji hubungan yang menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan antara kadar ox-LDL dengan fungsi memori visual segera maupun tunda. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kadar ox-LDL yang tinggi berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif khususnya memori visual pada pralansia dan lansia.

6. INTERVENSI BISKUIT DAN MINYAK IKAN LELE

Clarias gariepinus DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFIL LIPID, STRES OKSIDATIF SERTA FUNGSI KOGNITIF LANSIA Pendahuluan Seiring dengan kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, jumlah penduduk dewasa lanjut usia lansia juga semakin meningkat. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi juga di negara berkembang. Menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, definisi lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 enam puluh tahun keatas. Adapun menurut WHO lansia digolongkan menjadi 4 yaitu : usia pertengahan middle age adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia elderly adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua old adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua very old diatas 90 tahun. Lansia merupakan kelompok usia yang rawan gizi karena pada lansia terjadi perubahan-perubahan fisik serta menurunnya kemampuan fungsi organ- organ tubuh. Kebutuhan energi pada lansia mengalami penurunan yang disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh. Angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk lansia di Indonesia sebesar 1500-1900 kkal Kemenkes 2013. Kebutuhan protein relatif konstan, untuk lansia perempuan sebesar 55-57 ghari sedangkan pria 60-65 ghari, namun demikian agak sulit dicukupi mengingat kebutuhan energi total mengalami penurunan serta adanya penurunan fungsi indera perasa. Gangguan fungsi kognitif khususnya memori merupakan masalah klasik pada lanjut usia, dan termasuk keadaan praklinis penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum dan terdapat pada 50 sampai 70 dari semua kasus demensia. Lansia demensia akan mengalami penurunan kemampuan fungsi otak secara berangsur-angsur. Faktor-faktor risiko yang menyebabkan demensia adalah dislipidema, diabetes mellitus dan depresi Nasrun 2009. Lansia yang menderita penyakt Alzheimer akan kehilangan kemandirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, kajian tentang suplementasi makanan sehat yang dapat menurunkan risiko terjadinya Alzheimer sangat penting untuk dilakukan, untuk masa depan kesehatan lansia yang lebih baik. Hasil penelitian Ortega et al 2003 lansia dengan kapasitas kognitif yang memadai Mini Mental State ExaminationMMSE ≥ 28 menunjukkan konsumsi yang lebih besar dari total makanan dan ikan serta asupan asam lemak yang memadai. Lansia dengan fungsi intelektual yang memuaskan umumnya memiliki diet yang lebih baik. Hal ini menunjukkan pentingnya gizi yang benar dalam pemeliharaan fungsi kognitif. Salah satu zat gizi yang berperan dalam memelihara fungsi kognitif adalah Asam lemak esensial. asam lemak esensial berupa PUFA omega-6 dan omega-3 banyak terkandung dalam minyak ikan. Omega-6 berfungsi sebagai precursor dalam pembentukan arachidonic acid AA sedangkan omega-3 prekursor pembentukan eicosapentanoic acid EPA, keduanya merupakan molekul yang terlibat dalam pemeliharaan integritas sel otak. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa PUFA dengan konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi membran neuron dan neurotransmisi Cooper 2003. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi biskuit dan minyak ikan lele terhadap profil lipid, penanda stres oksidatif dan fungsi kognitif lansia. Metode Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan metode experimental dengan desain Randomized Controlled Trial. Lokasi penelitian di Kecamatan Limo Kota Depok. Sampel diperoleh dengan cara menyeleksi lansia yang memenuhi kriteria inklusi. Intervensi dilakukan selama 60 hari mulai bulan Januari - Maret 2015. Analisis profil lipid darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor. Analisis penanda stres oksidatif dilakukan di Laboratorium Faal FK-UB Malang. Bahan dan Alat - Biskuit Lele Formula biskuit lele dan biskuit kontrol merupakan modifikasi dari Kusharto et al. 2012. Komposisi biskuit lele terdiri dari tepung terigu, tepung ikan lele, tepung ubi jalar, isolate protein kedelai, tepung mocaf, gula, margarine dan telur, sedangkan komposisi biskuit plasebo terdiri dari tepung terigu, tepung mocaf, gula, margarine dan telur. Kedua biskuit ini diformulasi semirip mungkin satu dengan yang lainnya baik bentuk, rasa dan teksturnya, namun memiliki kandungan protein yang berbeda Tabel 20. Tabel 20 Nilai gizi biskuit intervensi Zat Gizi satuan Biskuit Kontrol Biskuit Lele Air 2.86 2.93 Abu 1.75 2.79 Lemak 18.74 18.39 Protein 4.57 18.04 Karbohidrat 72.08 57.85 Serat pangan 1.84 1.79 Energi Kalori50g 237 234 Pemberian biskuit pada penelitian ini ditujukan sebagai pengganti makanan selingan bagi subjek. Porsi makanan selingan dari total kebutuhan angka kecukupan energy sebesar 10-20. Biskuit yang diberikan selama 60 hari dengan takaran saji perhari sebanyak 50g menyumbang asupan energi sebesar ±15. Rata-rata tingkat kepatuhan subjek dalam mengonsumsi biskuit sebesar 96.5 Rahmadini 2015. Tingkat kepatuhan seluruh sampel pada penelitian ini tergolong tinggi karena lebih dari 70 Adi 2010. - Minyak Ikan Lele Minyak ikan lele yang digunakan berasal dari hasil penepungan ikan lele yang terjamin hygiene dan sanitasinya. Kandungan asam lemak dari softgell minyak ikan lele disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Kandungan asam lemak minyak ikan lele Srimiati 2016 Jenis Asam Lemak Jumlah Patin Lele Saturated Fatty Acid SFA 39.47 26.48 Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA 35.39 32.53 Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA 11.93 19.76 sumber Isnaini 2013 Pemberian minyak ikan lele yang mengandung PUFA dan MUFA yang cukup tinggi untuk jenis ikan air tawar, ditujukan untuk memperbaiki profil lipid lansia. Total kandungan asam lemak tak jenuh MUFA + PUFA pada minyak ikan lele sebesar 52.29 lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan asam lemak tak jenuh pada ikan patin yakni sebesar 47.39 Isnaini 2013 dengan daya simpan hingga 23 bulan Kusharto et al. 2015. Tingginya kandungan asam lemak esensial pada minyak ikan lele dapat menjadi alternatif suplemen yang menyehatkan bagi lansia. Peralatan yang digunakan selama intervensi adalah mikrotoise ketelitian 0,1 cm, timbangan berat badan ketelitian 0,1 kg, peralatan distribusi biskuit dan minyak ikan lele, serta peralatan untuk pengambilan darah dan analisis serum profil lipid dan penanda stres oksidatif subjek. Subjek Penelitian Subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut : 1 Pria atau Wanita dengan usia 45-74 tahun, 2 Salah satu profil lipid darah tidak normal kolesterol total 200 mgdL, kolesterol-LDL 130 mgdL, trigliserida 150 mgdL, kolesterol-HDL 40 mgdL, 3 Tidak demensia, 4 Menandatangani informed consent. Jumlah minimal sampel dihitung berdasarkan rumus Lemeshow dan David, 1997 sbb : Keterangan: n = besar sampel minimum Z 1- 2 = nilai distribusi normal baku tabel Z pada  = 0.05 1.96 Z 1-  = nilai distribusi normal baku tabel Z pada  = 0.10 1.28  2 = standar deviasi  -  a = selisih nilai mean yang diteliti dengan mean kontrol Banyaknya sampel yang diperlukan dengan power test 90 dan p0.05 berdasarkan perbaikan kadar LDL pada penelitian Utari 2011 dengan  =7.8 dan  a = -14.1 minimal diperlukan 12 orang sampel. Untuk mengantisipasi drop out jumlah sampel ditambahkan enam orang sehingga menjadi 18 orang sampel pada 2