Efikasi Biskuit Dan Minyak Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Terhadap Profil Lipid, Stres Oksidatif Dan Fungsi Kognitif Pralansia Dan Lansia
EFIKASI BISKUIT DAN MINYAK IKAN LELE
(
Clarias gariepinus
) TERHADAP PROFIL LIPID,
STRES OKSIDATIF DAN FUNGSI KOGNITIF PADA
PRALANSIA DAN LANSIA
NUNUNG CIPTA DAINY
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Efikasi Biskuit dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) terhadap Profil Lipid, Stres Oksidatif dan Fungsi Kognitif Pralansia dan Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017 Nunung Cipta Dainy NIM I162120021
(4)
RINGKASAN
NUNUNG CIPTA DAINY. Efikasi Biskuit dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) terhadap Profil Lipid, Stres Oksidatif dan Fungsi Kognitif Pralansia dan Lansia. Dibimbing oleh CLARA MELIYANTI KUSHARTO, SITI MADANIJAH dan MARTINA WIWIE SETIAWAN NASRUN.
Lansia merupakan kelompok usia yang rawan gizi karena pada lansia terjadi perubahan-perubahan fisik serta menurunnya kemampuan fungsi organ-organ tubuh. Salah satu permasalahan kesehatan pada lansia adalah demensia atau pikun dan Alzheimer adalah penyebab demensia yang paling umum. Sebanyak 50 - 70% dari semua kasus demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Orang dengan demensia (ODD) yang disebabkan penyakit Alzheimer akan mengalami penurunan kemampuan fungsi otak secara berangsur-angsur, hingga kehilangan kemandirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan ODD menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada lansia usia >65 tahun, tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar 40 tahun. Estimasi jumlah penderita alzheimer di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2030 karena tren penderita Alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya untuk menekan terjadinya Alzheimer yang tidak hanya ditujukan bagi lansia namun juga bagi pralansia. Salah satu faktor risiko yang menyebabkan demensia adalah dislipidemia. Kondisi dislipidemia akan memicu terjadinya stress oksidatif yang menyebabkan tingginya peroksidasi lipid serta terganggunya stabilitas membran sel. Salah satu akibat dari peroksidasi lipid adalah terbentuknya neurofibrillary tangles yang menghambat proses transfer informasi sel neuron, sehingga menyebabkan kematian pada sel neuron (necrosis). Oleh karena itu kondisi dislipidemia sedapat mungkin harus dihindari oleh lansia.
Bukti epidemiologi mendukung hipotesis bahwa gaya hidup merupakan faktor risiko penurunan kognitif yang dapat dimodifikasi. Hal ini membuka jalan baru bagi upaya pencegahan Alzheimer yakni dengan mencegah terjadinya dislipidemia pada lansia. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah dari diet atau pola makan yang telah menjadi objek penelitian intensif dalam kaitannya dengan penuaan kognitif dan penyakit neurodegeneratif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk makanan dan suplemen bagi lansia berbasis pangan lokal yang selain mendukung pola makan sehat untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi lansia juga bermanfaat fungsional yakni memperbaiki profil lipid dan mencegah terjadinya stress oksidatif yang berimplikasi pada pemeliharaan fungsi kognitif lansia.
Penelitian intervensi ini menggunakan desain RCT single blind pre-post study, dengan empat jenis perlakuan : P (Plasebo), CB (biskuit lele), CO (Minyak lele) dan CBCO (Biskuit dan minyak lele). Makanan yang diintervensikan berupa biskuit lele dan suplemen minyak ikan lele. Kandungan gizi dari biskuit lele yang membedakan dengan biskuit lainnya adalah proteinnya yang mencapai 18.04%. Biskuit lele diberikan setiap hari selama 60 hari dengan takaran saji 50 g/hari yang
(5)
setara dengan energy 234 kkal. Suplemen minyak ikan lele diberikan dengan dosis 1000 mg/hari selama 60 hari dengan kandungan SFA sebesar 26.48%, MUFA 32.53% dan PUFA 19.76%.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat korelasi positif antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar trigliserida (r = 0.201; p = 0.030). Hal ini berarti besarnya nilai IMT berhubungan dengan tingginya kadar trigliserida. Adapun status MNA berkorelasi positif dengan kadar kolesterol total (r = 0.264; p = 0.004). Hal ini menunjukkan bahwa besarnya nilai MNA berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol total. Hubungan fungsi kognitif dengan stress oksidatif terlihat dari adanya korelasi negatif yang signifikan antara kadar ox-LDL dengan
fungsi memori visual segera (r = -0.289;p = 0.012) dan memori visual tunda (r = -0.288; p = 0.012). Hal ini berarti tingginya kadar ox-LDL berhubungan
dengan rendahnya fungsi memori visual segera dan tunda.
Pasca intervensi perbaikan profil lipid terjadi pada kelompok yang diberikan biskuit plus minyak ikan lele maupun minyak ikan lele saja, yakni ada penurunan kadar trigliserida darah secara signifikan berbeda (p<0.05) dibandingkan dengan subjek yang diberikan placebo (mengalami peningkatan). Hal ini menunjukkan bahwa minyak ikan lele saja (tunggal) maupun bersama biskuit lele bermanfaat menurunkan kadar trigliserida darah, namun biskuit lele secara tunggal belum dapat memperbaiki profil lipid. Kadar ox-LDL meningkat pada semua perlakuan, kadar MDA menurun dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antar setiap perlakuan. Namun terdapat kecenderungan perlakuan biskuit bersama minyak ikan lele dapat menekan peningkatan kadar ox-LDL serta menurunkan kadar MDA lebih besar. Hasil uji fungsi kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antar perlakuan (p>0.05), namun terdapat kecenderungan perbaikan fungsi memori visual (ROCFT) dan skor kognitif global (MMSE) pada kelompok perlakuan biskuit dengan minyak ikan lele.
Kata kunci : Alzheimer, Clarias gariepinus, kadar trigliserida, lansia, malondialdehyde
(6)
SUMMARY
NUNUNG CIPTA DAINY. Efficacy of Catfish (Clarias gariepinus) Oil and Biscuit on Lipid Profile, Oxidative Stress and Cognitive Function of Pre-Elderly and Elderly People. Supervised by CLARA MELIYANTI KUSHARTO, SITI MADANIJAH and MARTINA WIWIE SETIAWAN NASRUN.
Elderly is the age group susceptible to malnutrition due to the physical changes and decreased ability of organ functions occurring in this group. One of the health problems in the elderly is dementia, a syndrome of multiple cognitive deficits which is caused by Alzheimer disease mostly about 50-70%. People with dementia will experience a gradual decline in cognitive function such as memory impairment and language. Those with Alzheimer’s dementia will lose their independency in basic daily activities thus becoming a burden to the family and society.
Alzheimer’s is the most prevalent disease found among the elderly over the age of 65, but it can also affect people around the age of 40. The number of
people with Alzheimer’s disease in Indonesia is estimated to reach 1 million in 2013. It is expected to double by 2030 because the trend of people with dementia in Indonesia is increasing annually. Therefore, various efforts to prevent
Alzheimer’s disease were needed, not only for the elderly but also the pre-elderly. One of the risk factors which associated with dementia is dyslipidemia. It will trigger the oxidative stress, which leads to increased lipid peroxidation and disruption of cell membrane stability. One of the consequences of lipid peroxidation is beta-amyloid aggregation, which inhibits the information transfer between neurons that leads to neuronal degeneration (necrosis). Therefore, dyslipidemia should be avoided wherever possible by the elderly.
Epidemiological evidence supports the hypothesis that lifestyle is a modifiable risk factor for cognitive decline. It opens a new path for the prevention
of Alzheimer’s disease, i.e. by preventing dyslipidemia among the elderly. One of
the prevention attempts is from diet or dietary pattern, which has become the object of intensive studies in relation to cognitive aging and neurodegenerative diseases. The aim of this study was to produce food products and supplements for the elderly based on local food; which did not only support healthy dietary pattern to fulfill their nutritional requirements but also had functional effects, i.e. improving the lipid profile and preventing oxidative stress that were implicated in the maintenance of their cognitive functions.
This intervention study used a pre-post, single-blinded, randomized controlled trial (RCT) design with four types of intervention: P (placebo), CB (catfish biscuit), CO (catfish oil) and CBCO (catfish biscuit and catfish oil). The intervention foods were catfish biscuit and catfish-oil supplement. The nutrient content of catfish biscuit that distinguished it from other biscuits was the protein, which reached 18.04%. Catfish biscuits were given daily for 60 days with a serving size of 50 g/day, equivalent to 234 kcal energy. Catfish-oil supplements were given at a dose of 1000 mg/day for 60 days which contained 26.48% SFA, 32.53% MUFA and 19.76% PUFA.
Results of this study proved that there was a positive correlation between body mass index (BMI) and triglyceride levels (r=0.201; p=0.030). It indicated
(7)
that high BMI value was associated with high levels of triglycerides. Meanwhile, MNA-based nutritional status had a positive correlation with total cholesterol levels (r = 0.264; p = 0.004). It suggested that high MNA score was related to high levels of total cholesterol. Association between cognitive function and oxidative stress was seen from the significant negative correlations between ox-LDL levels with immediate visual memory (r = -0.289; p = 0.012) and delayed visual memory (r = -0.288; p = 0.012) functions. It meant that the high levels of ox-LDL was associated with poor immediate and delayed visual memory functions.
Post-intervention improvement in lipid profile was found in the groups receiving CBCO and CO interventions. There were significant differences in triglyceride levels (p<0.05) between those groups and P group. Triglyceride levels in CBCO and CO groups decreased while the ones in P group increased. It showed that catfish oil alone or in combination with catfish biscuit have beneficial affect for lowering blood triglyceride levels, but the biscuit alone still could not improve lipid profile. Ox-LDL levels increased in all intervention groups. MDA levels decreased and there were no significant differences in its levels between the groups. However, intervention using a combination of catfish biscuit and catfish oil tended to supress the increase in ox-LDL levels and greatly decrease the MDA levels. The results of cognitive function test indicated that there was no significant difference exist between intervention groups (p>0.05), but there was a tendency that CBCO intervention could increase global cognitive function scores and visual memory function.
Keywords : Alzheimer’s, Clarias gariepinus, elderly, malondialdehyde, triglycerides level
(8)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(9)
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Gizi Manusia
EFIKASI BISKUIT DAN MINYAK IKAN LELE
(
Clarias gariepinus
) TERHADAP PROFIL LIPID,
STRES OKSIDATIF DAN FUNGSI KOGNITIF PADA
PRALANSIA DAN LANSIA
SEKOLAH PASCASARJANA
(10)
Penguji luar komisi pada ujian tertutup : 1. Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS
(Staf Pengajar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB)
2. Dr dr Yuda Turana, Sp.S
(Dekan Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya-Jakarta)
Penguji luar komisi pada ujian promosi : 1. Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS
(Staf Pengajar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB)
2. Dr Fitrah Ernawati, MSc
(Kepala Bidang Teknologi Dasar Kesehatan Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Kemenkes RI)
(11)
Judul Disertasi : Efikasi Biskuit dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) terhadap Profil Lipid, Stres Oksidatif dan Fungsi Kognitif pada Pralansia dan Lansia
Nama : Nunung Cipta Dainy
NIM : I162120021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr drh Clara Meliyanti Kusharto, MSc Ketua
Dr dr Martina Wiwie Setiawan Nasrun, SpKJ (K) Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
(12)
(13)
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga Maret 2015 ini adalah Efikasi Biskuit dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) terhadap Profil Lipid, Stress Oksidatif dan Fungsi Kognitif Pralansia dan Lansia.
Penghargaan yang tinggi dan terimakasih yang tulus Penulis haturkan
kepada komisi pembimbing : Prof Dr drh Clara Meliyanti Kusharto, MSc, Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS dan Dr dr Martina Wiwie Setiawan Nasrun,
SpKJ(K) atas segala bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan kepada Penulis dengan penuh kesabaran dalam penyusunan dan penyelesaian disertasi ini. Terimakasih yang tulus juga Penulis sampaikan kepada Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi sebagai penguji pada prelim lisan, pembahas kolokium, ujian tertutup dan komisi promosi luar pembimbing pada promosi doktor, Dr Ir Ingrid S Surono, MSc sebagai penguji pada prelim lisan, Dr Ir Budi Setiawan, MS sebagai pembahas pada kolokium, Dr dr Yuda Turana, SPS sebagai penguji pada ujian tertutup dan kepada Dr Fitrah Ernawati, MSc sebagai komisi promosi luar pembimbing pada promosi doktor atas segala koreksi dan saran yang diberikan demi lebih baiknya disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dirjen DIKTI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (saat ini menjadi Kementerian Ristekdikti) atas Beasiswa Unggulan Calon Dosen tahun 2012 yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti program pendidikan S3 (Doktor) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih juga Penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia, Guru Besar dan Dosen pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia atas segala bekal ilmu dan pengetahuan serta fasilitas yang disediakan bagi Penulis selama menempuh pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih yang tulus juga Penulis sampaikan kepada pengelola dan staf dilingkungan IPB khususnya pengelola administrasi Sekolah Pascasarjana, Dekanat FEMA, serta sekretariat Program Studi Ilmu Gizi Manusia yang telah banyak membantu dan memberi pelayanan terbaik pada Penulis selama mengikuti pendidikan pada program studi ini.
Terimakasih Penulis sampaikan kepada Posbindu Dahlia Senja Kelurahan Limo Kota Depok atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian terhadap pralansia dan lansia binaan. Kepada Bapak dan Ibu anggota Posbindu Dahlia Senja terimakasih dan penghargaan yang tulus Penulis sampaikan atas kerelaannya menjadi subjek dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan secara tulus kepada Ibu Hj. Ratna Habsari sebagai Ketua Posbindu Dahlia Senja, Ibu Hj. Fatimah Soenarto sebagai sekretaris Posbindu Dahlia Senja serta Ibu Juju, Ibu Hj. Aisyah, Ibu Sanih Atta, Ibu Nani Saipul dan Ibu Marni Masri selaku Kader Posbindu Dahlia Senja atas kerjasamanya sehingga penelitian
(14)
Kedokteran Universitas Brawijaya-Malang atas segala bantuan analisis yang diberikan.
Terimakasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan GMA 2012 : Dr Tonny C Maigoda, kandidat doktor Ibu Refdanita, Ibu Pusparini dan Ibu Listiyani Hidayati atas kebersamaan dan persahabatan yang baik. Rangkaian ucapan terimakasih juga Penulis sampaikan kepada senior GMA 2011 : Dr Sri Yuni, Dr Made Darwati, Dr Trini Suryowati, dan Dr Nurul Muslihah atas segala saran, share dan dukungan yang telah diberikan kepada Penulis., senior GMA 2010 : Dr Nurahman, Dr Slamet Widodo, Dr Ainia Herminiati, Dr Betty Yosephin, Dr Tetty Herta, Dr Muksin Pasambuna dan Dr Dadi Maskar terimakasih atas segala motivasinya. Rekan-rekan kandidat doktor GMA 2013 (Mba Ketut, Bu Nurbani, Pak Sudikno, Pak Mahani, Mas Renan, Mas Ade, Bu Retno, Pak Nurfi), kandidat doktor GIZ 2014 (Teh Cica, Bu Rina, Bu Wiwiet, Bu Tita, Bu Deni, Mba Erry, Pak Aripin, Pak Syahrial, Pak Made, Bu Ludia) serta GIZ 2015 (Bu Meilla, Bu Syartiwidya, Mba Rini, Bu Marina, Bu Fifi, Mba Eryasih, dan Pak Salam) atas segala dukungan dan motivasinya.
Terimakasih kepada adik-adik enumerator, tim penelitian lele, serta sahabat-sahabat : Risti Rosmiati, MSi, Hardyanti Pratiwi, MSi, Mia Srimiati, MSi, Rahmadini, SGz, Susani HM, SGz, Annisa Kirana Nusanti, SGz, Siti Nurul Qodariyah, Amalina Ratih Puspa, SP, Mba Sulasmi, SP, Susi Nurohmi, MSi, Utami Wahyuningsih, SGz, Dzul Fadly, MSi dan Baiq Fitria Rahmiati, SGz, yang telah banyak membantu Penulis dalam proses penyelesaian studi ini.
Terimakasih dan rasa hormat yang tulus kepada orangtua Penulis Bapak H. Dadan Danaskah dan Ibu Hj. Nani Nariyatul atas segala kasih sayang, doa yang selalu dipanjatkan serta dukungan baik material dan spiritual untuk kesuksesan Penulis. Terimakasih juga kepada kakak Kika Kriswanto, AMd dan adik Rismanda Payou, AMd, kakak ipar dan adik ipar atas segala doa dan dukungannya. Kepada keluarga besar Bapak Purn.Samiran (Alm) di Bandung, keluarga besar Bapak Holid Yudawisastra (Alm) di Tasikmalaya khususnya uwa Dr Widaningsih (Kaprodi Ilmu Keperawatan Universitas Esa Unggul-Jakarta), Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas doa dan dukungannya.
Ucapan terimakasih yang khusus dan tak terhingga penulis sampaikan untuk suami tercinta Bapak Hadi Wiyarno, SPt dan ananda tersayang Nisrina Muthia Hadi, Fakhri Muhammad Qudwatuna serta Mugia Fahmi Fathurrahman atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayang yang terjalin hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S3 ini.
Terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama perkuliahan, ujian, penelitian, penyusunan disertasi dan publikasi ilmiah yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senang hati. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Februari 2017 Nunung Cipta Dainy
(15)
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitin ... 4
Hipotesis ... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA 5
Ikan Lele ... 5
Biskuit Ikan Lele ... 6
Minyak Ikan Lele ... 8
Lanjut Usia (Lansia) ... 11
Fungsi Kognitif pada Lansia ... 14
Profil Lipid dan Stres Oksidatif ... 16
Kerangka Teoritis dan Pemikiran Penelitian ... 23
3. METODE PENELITIAN 26
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ... 26
Tahapan Penelitian ... 27
Populasi dan Sampel Peneltian ... 27
Peralatan dan Bahan ... 27
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 27
Analisis Statistik ... 28
Definisi Operasional ... 30
4. STATUS GIZI TUBUH DAN PROFIL LIPID KAITANNYA DENGAN DISLIPIDEMIA PADA PRALANSIA DAN LANSIA 31
Pendahuluan 31
Metode 32
Hasil dan Pembahasan 34
Simpulan 37
5. STRES OKSIDATIF, AKTIVITAS FISIK DAN MNA PADA PRALANSIA DAN LANSIA HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI KOGNITIF 38
Pendahuluan 38
Metode 39
Hasil dan Pembahasan 41
(16)
6. INTERVENSI BISKUIT DAN MINYAK IKAN LELE
(Clarias gariepinus) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFIL LIPID, STRES OKSIDATIF SERTA FUNGSI KOGNITIF LANSIA 46
Pendahuluan 46
Metode 47
Hasil dan Pembahasan 50
Simpulan 59
7. PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN 60
Pembahasan Umum 60
Implikasi Hasil Penelitian 65
8. SIMPULAN DAN SARAN 66
Simpulan 66
Saran 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN ... 77 RIWAYAT HIDUP ...
(17)
2. Syarat mutu biskuit ... 6
3. Formula modifikasi biskuit dengan penambahan tepung ubi jalar ... 7
4. Profil asam lemak minyak ikan lele yang belum dimurnikan ... 8
5. Profil asam lemak minyak ikan lele dengan suhu pemucatan 100ᵒC 9 6. Profil asam lemak minyak ikan lele setelah dikapsulasi ... 10
7. Angka kecukupan gizi (AKG) untuk lansia wanita ... 12
8. Kajian penelitian terkait minyak ikan terhadap profil lipid dan stres oksidatif dan fungsi kognitif ... 21
9. Kriteria inklusi dan ekslusi penelitian ... 28
10. Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data ... 29
11. Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data tahap 1 ... 33
12. Distribusi subjek berdasarkan nilai status gizi ... 34
13. Distribusi subjek berdasarkan profil lipid ... 35
14. Hubungan profil lipid dengan status gizi ... 36
15. Jenis dan cara pengukuran atau pengumpulan data tahap 2 ... 40
16. Sebaran subjek berdasarkan status gizi ... 42
17. Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik ... 42
18. Rata-rata hasil uji penanda stres oksidatif dan fungsi kognitif ... 43
19. Hubungan penanda stres oksidatif, aktivitas fisik dan status gizi dengan fungsi kognitif... 44
20. Nilai gizi biskuit intervensi ... 47
21. Kandungan asam lemak minyak ikan lele (Srimiati 2016) ... 48
22. Jenis dan cara pengukuran atau pengumpulan data tahap 3 ... 49
23. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik ... 50
24. Persen kecukupan gizi harian berdasarkan kelompok perlakuan .... 52
25. Kadar profil lipid berdasarkan perlakuan pre-post intervensi ... 53
26. Penanda stres oksidatif berdasarkan perlakuan pre-post intervensi ... 54
27. Fungsi kognitif global berdasarkan perlakuan pre-post intervensi . 55 28. Atensi subjek berdasarkan perlakuan pre-post intervensi ... 56
29. Memori visual subjek berdasarkan perlakuan pre-post intervensi .. 57
30. Sebaran subjek berdasarkan fungsi eksekutif pre-post intervensi... 58
DAFTAR GAMBAR
1. Pembentukan plak amiloid ... 162. Neurofibriallary tangles pada penderita Alzheimers ... 17
3. Teori proses pembentukan beta-amiloid penyebab penyakit Alzheimer (Cooper et al 2003) ... 24
4. Kerangka pemikiran penelitian efikasi biskuit dan minyak ikan lele terhadap fungsi kognitif ... 25
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat persetujuan etik penelitian... 78 2. Informed consent ... 79
(19)
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan dan gizi merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut sesuai dengan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1947
yang kemudian dikuatkan lagi dengan MDG’s bahwa setiap orang berhak untuk
memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Kesehatan dan gizi juga merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Seiring dengan kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, rasio jumlah penduduk dewasa lanjut usia (lansia) juga semakin meningkat. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi juga di negara berkembang. Berdasarkan data Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014 (BPS 2015) jumlah rumah tangga lansia sebanyak 16.08 juta rumah tangga atau 24.50% dari seluruh rumah tangga di Indonesia. Rumah tangga lansia adalah yang minimal salah satu anggota rumah tangganya berumur 60 tahun ke atas. Jumlah lansia di Indonesia mencapai 20.24 juta jiwa, setara dengan 8.03% dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia perempuan lebih besar daripada laki, yaitu 10.77 juta lansia perempuan dibandingkan 9.47 juta lansia laki-laki. Adapun lansia yang tinggal di perdesaan sebanyak 10.87 juta jiwa, lebih banyak daripada lansia yang tinggal di perkotaan sebanyak 9.37 juta jiwa. Jumlah penduduk yang besar ini jika dikelola dengan baik akan menjadi modal dasar dan aset yang berharga dalam proses pembangunan (Komnas Lansia 2010).
Menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, definisi lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Adapun menurut WHO lansia digolongkan menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Terkait dengan kebutuhan zat gizi, kelompok lansia merupakan salah satu dari kelompok usia yang rawan gizi. Kebutuhan gizi pada lansia berbeda dengan kebutuhan pada usia lainnya, hal ini dikarenakan pada lansia terjadi perubahan-perubahan fisik serta menurunnya kemampuan fungsi beberapa organ tubuh. Kebutuhan energi pada lansia mengalami penurunan yang disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh. Angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk lansia di Indonesia sebesar 1500-1900 kkal (Kemenkes 2013). Kebutuhan protein relatif konstan, untuk lansia perempuan sebesar 55-57 g/hari, sedangkan pria 60-65 g/hari, namun demikian agak sulit dicukupi mengingat kebutuhan energi total mengalami penurunan serta adanya penurunan fungsi indera perasa.
Lansia yang mengalami penyakit kronis, stres, dan penyakit infeksi memerlukan protein yang lebih tinggi untuk menjaga keseimbangan nitrogen. Permasalahannya adalah lansia sering mengeluh sulit mengonsumsi sumber protein seperti daging dan ikan, akibat gangguan gigi dan gusi. Rasa tidak nyaman
(20)
jenis makanan yang dimakan serta faktor menurunnya fungsi sistem pencernaan lansia. Hal-hal inilah yang menyebabkan lansia rawan mengalami kekurangan gizi. Supariasa (2002) menyatakan bahwa terjadinya gizi kurang melalui lima tahap yaitu ketidakcukupan zat gizi, penurunan berat badan, perubahan biokimia, perubahan fungsi dan perubahan anatomi. Ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama akan membuat cadangan dalam jaringan digunakan untuk kebutuhan metabolisme tubuh, apabila berlanjut, maka dapat terjadi kemerosotan jaringan hingga penurunan berat badan.
Seseorang yang telah mencapai tahap lanjut usia pada umumnya selain mengalami perubahan fisik, juga terjadi perubahan-perubahan yang mengarah pada kemunduran fungsi kognitif. Perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kemandirian dan aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL/Activity Daily Living). Perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia bukanlah suatu jenis penyakit, tetapi dianggap sebagai keadaan praklinis penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum dan terdapat pada 50% sampai 70% dari semua kasus demensia. Alzheimer adalah penyakit menurunnya kemampuan fungsi otak secara berangsur-angsur. Sel-sel otak yang mengecil atau menghilang, mengakibatkan sel-sel abnormal menumpuk di tengah sel otak,
ataupun sebagai “lapisan” di luar sel otak. Sel-sel abnormal tersebut mengganggu jalannya pesan-pesan di dalam otak dan merusak hubungan antar sel otak. Sel otak pada akhirnya mati dan ini berarti informasi tidak dapat diterima atau dicerna. Penyakit Alzheimer memiliki efek pada setiap area di otak, sehingga
mampu menghilangkan fungsi atau kemampuan tertentu (Alzheimer’s Australia
2005). Faktor-faktor risiko yang menyebabkan gangguan kognitif dan demensia menurut Seriana (2012) adalah 1) Faktor penyakit kardiovaskular, 2) Merokok, 3) Obesitas, 4) Hipertensi, 5) Hiperkolesterolemia, 6) Diabetes mellitus,7) Sindrom metabolik, 8) Physical inactivity, 9) Faktor gizi dan pola konsumsi, 10) Faktor depresi.
Beberapa negara di Asia telah concern dengan masalah lansia, misalnya di Korea dan China. Prevalensi gangguan fungsi kognitif lansia di Korea cukup tinggi (22.3%), sehingga lansia di Korea disarankan untuk mencukupi kebutuhan gizinya agar kemampuan fungsi kognitifnya terjaga. Lee et al (2001) menyatakan bahwa gangguan fungsi kognitif lansia berhubungan dengan faktor pola konsumsi harian yang tidak mencukupi kebutuhan energi. Hal senada dilaporkan oleh Wang et al (2010) bahwa lansia di China yang mengalami gangguan fungsi kognitif memiliki asupan minyak hewani yang lebih rendah dibandingkan dengan lansia yang sehat. Di Indonesia persentase penurunan fungsi kognitif sebesar 38.9% (Hogervost et al. 2009). Adapun persentase demensia di Indonesia sebesar 20.1% (Surlastini et al. 2015).
Hasil penelitian Ortega et al (2003) lansia dengan kapasitas kognitif yang memadai (skor Mini Mental State Examination/MMSE ≥ 28) menunjukkan konsumsi yang lebih besar dari total makanan dan ikan serta asupan asam lemak yang memadai. Lansia dengan fungsi intelektual yang memuaskan umumnya memiliki diet yang lebih baik. Hal ini menunjukkan pentingnya gizi yang benar dalam pemeliharaan fungsi kognitif. Asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) omega-6 dan omega-3 adalah asam lemak esensial yang terkandung dalam minyak ikan. Omega-6 berfungsi sebagai prekursor dalam pembentukan arachidonic acid (AA) sedangkan omega-3 prekursor pembentukan
(21)
eicosapentanoic acid (EPA), keduanya merupakan molekul yang terlibat dalam pemeliharaan integritas sel otak. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa PUFA dengan konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi membran neuron dan neurotransmisi (Cooper et al 2003).
Jannique et al (2007) menyatakan bahwa penurunan fungsi fisik maupun mental termasuk penurunan fungsi kognitif terkait bertambahnya usia pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas hidup. Namun dalam beberapa kasus, penurunan fungsi kognitif ini lebih serius pada usia tertentu. Hal ini dinamakan sebagai Mild Cognitive Impairment (MCI). MCI dianggap tahap transisi potensial antara fungsi kognitif normal dengan penyakit Alzheimer yang ditandai dengan 1) Keluhan memori subyektif, 2) Gangguan memori obyektif 3) Status mental yang normal, 4) Aktivitas hidup sehari-hari dilakukan secara utuh, 5) Tidak adanya demensia.
Terlepas dari empat kriteria yang terakhir, keluhan memori subyektif berhubungan dengan kualitas hidup yang rendah. Selain itu, MCI dikaitkan dengan kesehatan fisik yang buruk dan berisiko tinggi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penurunan kognitif dan fisik termasuk sebagai penentu yang paling penting dari kualitas hidup lansia, subyek yang menderita MCI cenderung rentan terhadap penurunan kualitas hidup. Jumlah orang dewasa yang menderita MCI meningkat seiring dengan populasi penduduk yang mulai menua. Penurunan kualitas hidup lansia ini perlu dicegah karena selain untuk manfaat pribadi, tingginya nilai kualitas hidup juga dapat mengurangi pengeluaran medis serta membantu mempertahankan kemandirian selama mungkin. Hal ini pada gilirannya dapat meringankan beban yang dipikul keluarga, pengasuh serta masyarakat medis secara signifikan.
Perumusan Masalah
Perhatian yang besar harus diberikan untuk mengatasi masalah-masalah terkait penurunan fungsi kognitif pada lansia. Program intervensi mungkin dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat kualitas hidup yang lebih baik secara menyeluruh pada komponen mental dan fisik. Dalam hal ini, pemberian suplemen minyak ikan dan biskuit fungsional adalah intervensi yang menarik untuk dikaji. Biskuit adalah jenis makanan tambahan yang memiliki daya terima baik, dan salah satu upaya perbaikan konsumsi adalah dengan melalui intervensi pemberian makanan tambahan (PMT). Biskuit yang digunakan sebagai makanan tambahan saat ini masih berupa biskuit pabrikan yang berbasis tepung terigu, belum banyak diperkaya oleh potensi pangan lokal yang kaya akan gizi. Selain itu, saat ini jenis pangan untuk makanan tambahan yang tersedia luas hanya khusus untuk kelompok balita. Oleh karena itu diperlukan pangan khusus sebagai makanan tambahan bagi lansia, yang diperkaya dengan zat gizi yang diperlukan lansia sebagai kompensasi penurunan fungsi organ pencernaannya.
Belum terdapat penelitian yang menghubungkan antara pemberian biskuit dan minyak ikan terhadap profil lipid dan fungsi kognitif lansia di Indonesia. Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah sebagai bukti bahwa penurunan fungsi kognitif dapat dicegah atau diperlambat lajunya dengan memperbaiki kecukupan energi, protein dan menambah asupan asam lemak esensial, serta sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya meningkatkan status
(22)
gizi lansia melalui pemberian makanan tambahan berbasis biskuit dan suplemen minyak ikan lele yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana aktivitas fisik lansia?
2. Bagaimana asupan gizi lansia?
3. Bagaimana pengaruh pemberian makanan tambahan biskuit dan minyak ikan lele terhadap status gizi lansia?
4. Bagaimana pengaruh pemberian makanan tambahan biskuit dan minyak ikan lele terhadap profil lipid dan stres oksidatif lansia?
5. Bagaimana pengaruh pemberian makanan tambahan biskuit dan minyak ikan lele terhadap fungsi kognitif lansia?
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dampak intervensi biskuit dan minyak ikan lele terhadap status gizi, profil lipid, stres oksidatif dan fungsi kognitif pralansia dan lansia. Adapun tujuan khususnya adalah :
1. Mempelajari hubungan antara status gizi dengan profil lipid
2. Mengamati hubungan antara stres oksidatif, aktivitas fisik, status gizi dengan fungsi kognitif
3. Menganalisis suplementasi biskuit dan minyak ikan lele terhadap profil lipid, stres oksidatif dan fungsi kognitif
Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan :
a. Biskuit dan minyak ikan lele diharapkan dapat memperbaiki profil lipid, serta menurunkan stres oksidatif lansia
b. Biskuit dan minyak ikan lele diharapkan dapat mempertahankan fungsi kognitif lansia
Implikasi dari Penelitian :
a. Diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah pengembangan program intervensi pangan fungsional dalam upaya meningkatkan mutu (kualitas dan kuantitas) konsumsi masyarakat rawan gizi dan menurunkan kejadian gangguan kognitif, khususnya kelompok lansia.
b. Diperoleh model intervensi biskuit dan minyak ikan lele untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat rawan gizi khususnya kelompok lansia.
Hipotesis
H0 : Biskuit dan minyak ikan lele tidak berpengaruh nyata terhadap profil lipid, stres oksidatif dan fungsi kognitif lansia dibandingkan dengan kontrol H1 : Biskuit dan minyak ikan lele berpengaruh nyata terhadap profil lipid, stres
(23)
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan kling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan namamali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktiv bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Simanjutak 1996).
Salah satu visi Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan adalah peningkatan produksi budidaya perikanan dari tahun 2009 – 2014 ditargetkan meningkat 395% yaitu dari 1.305.000 ton (2009) menjadi 5.153.300 ton (2014). Komoditas ikan budidaya yang dipacu terutama adalah ikan lele, ikan patin, ikan bandeng dan ikan kerapu. Ikan lele disebut pertama, artinya ikan lele diberi beban terbesar untuk mencapai target tersebut. Ikan lele menjadi tumpuan harapan utama karena tersedianya komoditas unggul dan adanya hubungan kerjasama dengan Kenya sehingga kita mendapat kemudahan untuk mendapatkan induk lele Afrika yang menjadi induk lele dumbo Clarias gariepenus.
Nama latin ikan lele dumbo adalah Clarias gariepinus, jenis ini yang terbanyak dibudidayakan, walaupun sebenarnya bukan ikan asli Indonesia melainkan persilangan lele yang berasal dari Taiwan dengan yang berasal dari Afrika. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik ikan lele tersebut menjadi ikan lele dumbo strain baru yang diberi nama “Sangkuriang” sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele (Widyaya 2011). Kelebihan ikan lele dumbo strain baru adalah mempunyai fekunditas dan derajat penetasan lebih tinggi, sedangkan sifat yang lain sama dengan ikan lele dumbo sebelumnya. Berdasarkan Keputusan Menteri No.KEP26/MEN/2004 ikan lele Sangkuriang ditetapkan sebagai salah satu jenis ikan lele unggulan pada Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan boleh dijual bebas.
Komposisi kimia utama ikan lele adalah air dan bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45-50% dari berat badan ikan. Ikan lele dikenal sebagai ikan yang mempunyai kandungan protein tinggi yaitu 17.7 g/100 g, dan kadar lemak relatif rendah yaitu 4.8 g/100 g. Selain itu ikan lele mengandung asam amino lisin, sistein, dan metionin yang relatif tinggi dibanding dengan susu dan daging (Astawan 2008). Kadar mineral yang ada pada ikan lele adalah kalsium, fosfor, dan kalium. Komposisi zat gizi ikan lele dan tepung ikan lele disajikan pada Tabel 1.
(24)
Tabel 1 Komposisi zat gizi ikan lele dan tepung ikan lele
Zat gizi Tepung ikan lele*
Protein (%) 56.0
Lemak (%) 9.3
Karbohidrat (%) 27.0
Air (%) 8.72
Kalsium 6.22
Fosfor 4.14
*Sumber : Kusharto (2014)
Biskuit Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit diproses dengan pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Biskuit sifatnya mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif lama. Biskuit dapat dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan shortening serta rendahnya kandungan air di dalam adonan.
Biskuit yang baik harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan SNI 01-2973-1992 seperti yang terdapat pada Tabel 2. Selain itu biskuit umumnya berwarna cokelat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan kuran seragam, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan (Matz dan Matz 1978).
Tabel 2 Syarat mutu biskuit
Komponen Syarat Mutu
Air Maksimum 5%
Protein Minimum 9%
Lemak Minimum 9.5%
Karbohidrat Minimum 70%
Abu Maksimum 1.5%
Logam Berbahaya Negatif
Serat Kasar Maksimum 0.5%
Kalori (per 100 g) Minimum 400
Jenis Tepung Terigu
Bau dan Rasa Normal, tidak tengik
Warna Normal
Sumber : Standar Nasional Indonesia (1992)
Bahan baku utama untuk pembuatan biskuit adalah terigu, gula, minyak dan lemak, sedangkan bahan bahan pembantu yang digunakan adalah garam, susu, flavor, pewarna, pengembang, ragi, air, dan pengemulsi. Bahan pembentuk biskuit dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat berfungsi membentuk adonan yang kompak, sedangkan bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang dan kuning telur (Matz dan Matz 1978).
(25)
Formula biskuit yang digunakan mengacu pada formula biskuit hasil penelitian Kusharto et al. (2012). Penentuan formula biskuit disesuaikan pada kebutuhan energi dan protein lansia, serta mempertimbangkan mutu sensori (rasa, tekstur dan warna). Modifikasi dilakukan dengan perlakuan perbedaan penambahan tepung ubi jalar (Tabel 3).
Tabel 3 Formula modifikasi biskuit dengan penambahan tepung ubi jalar
Komposisi (g) M0 M1
Gula 125 125
Telur 50 50
Tepung Kepala 7.5 7.5
Tepung Badan 17.5 17.5
Tepung Kedelai 50 50
Tepung Terigu 150 38.5
Tepung Ubi Jalar - 75
Tepung Mocaf 36.5
Butter Oil Subtitute (BOS) 150 150
Keterangan :
M0 = Formula berdasarkan Kusharto et al. 2012
M1 = Formula modifikasi dengan substitusi tepung terigu oleh ubi jalar dan mocaf
Modifikasi formula diawali dengan membuat formula dasar biskuit. Bahan yang digunakan dalam biskuit fungsional Kusharto et al. (2012) adalah tepung terigu protein rendah, gula bubuk, tepung susu, telur, mentega, margarin, baking powder dan soda kue. Modifikasi dilakukan dengan tidak menggunakan margarin, tepung susu, soda kue, dan baking powder serta substitusi sebagian tepung terigu oleh tepung ubi jalar. Konsekuensi dari tidak digunakannya margarin adalah pemakaian butter (Butter Oil Subtitute), sedangkan tepung susu di ganti seluruhnya dengan isolat protein kedelai. Alasan dari penggunaan BOS adalah agar tekstur biskuit lebih renyah, sedangkan isolat kedelai memiliki kandungan protein yang lebih baik daripada tepung susu.
Penggunaan ubi jalar dan mocaf menggantikan sebagian dari tepung terigu bertujuan untuk menambah kadar serat pangan dalam biskuit, selain itu sebagai upaya meningkatkan penggunaan pangan lokal. Formula modifikasi yang terpilih sebagai dasar formula biskuit adalah dengan perbandingan tepung terigu : tepung ubi jalar dan mocaf 1:1 (M1). Pemilihan formula ini berdasarkan kepada tekstur, warna dan rasa yang di inginkan oleh peneliti.
Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Minyak ikan lele merupakan hasil ektraksi limbah cair dari proses penepungan ikan lele pada tahap pra pemasakan (pre cooking). Minyak ikan lele sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Asam lemak ikan terdiri dari tiga tipe yaitu asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, dan asam lemak tidak jenuh ganda. Sifat fisik yang jelas dari minyak adalah tidak larut dalam air, karena adanya asam lemak berantai karbon yang panjang dan tidak mempunyai gugus polar (Buckle 1987). Secara alamiah asam lemak jenuh yang terdapat pada minyak ikan adalah palmitat dan
(26)
stearat. Bentuk minyak ikan lele adalah cair dalam suhu ruang karena lebih dari 50% terdiri dari asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat dengan titik cair yang rendah.
Tabel 4 Profil asam lemak minyak ikan lele yang belum dimurnikan No Asam Lemak Rata-rata jumlah (%) Standar deviasi (%)
1 Asam laurat, C12:0 0.22 0.01
2 Asam Miristat, C14:0 0.75 0.01
3 Asam Pentadekanoat, C15:0 0.14 0.01
4 Asam Palmitat, C16:0 17.55 0.36
5 Asam Heptadekanoat, C17:0 0.18 0.01
6 Asam Stearat, C18:0 4.45 0.01
7 Asam Arakhidat, C20:0 0.13 0.01
8 Asam Heneikosanoat, C21:0 0.03 0.04
9 Asam Behenat, C22:0 0.07 0.01
10 Asam Lignoserat, C24:0 0.05 0.01
Jumlah SFA 23.57 0.48
11 Asam Miristoleat, C14:1 0.05 0.01
12 Asam Palmitoleat, C16:1 3.25 0.10
13 Asam Oleat, C18:1ω9 25.49 0.28
14 Cis-11-Asam Eikosanoat, C20:1 0.43 0.01
15 Asam Erusat, C22:1ω9 0.02 0.01
16 Asam Nervonat, C24:1 0.04 0.01
Jumlah MUFA 29.28 0.42
17 Asam Linoleat, C18:2ω6 10.28 0.04
18 Asam Gamma-Linoleat, C18:3 ω6 1.13 0.01
19 Asam Linolenat, C18:3ω3 0.57 0.03
20 Cis-11, 14 Asam Eikosadienoat, C20:2
0.22 0.01
21 Cis-8, 11, 14-Asam
Eikosatrienoat,C20:3ω6 0.68 0.02
22 Asam Arakhidonat, C20:4ω6 0.53 0.04
23 Cis-5, 8, 11, 14, 17-Asam
Eikosapentaenoat, C20:5 ω3 0.23 0.01
24 Cis-4, 7, 10, 13, 16, 19-Asam
Dokosaheksaenoat, C22:6ω3 0.87 0.01
Jumlah PUFA 14.51 0.17
Total Asam Lemak 67.35 1.07 Asam lemak yang tidak
teridentifikasi
32.65 0.78
Minyak ikan lele kasar mengandung MUFA 29.28%, dan PUFA 14.51% (Tabel 4). Ketaren (2008) menyatakan bahwa ikan hasil budidaya air tawar mengandung asam lemak tidak jenuh relatif lebih tinggi dibanding dengan kandungan lemak jenuhnya. Selain itu minyak ikan lele mempunyai kandungan asam linoleat relatif tinggi dibanding dengan kadar asam linolenat. Banyak faktor yang mempengaruhi komponen asam lemak minyak ikan diantaranya proses asal
(27)
minyaknya, umur simpan, jenis atau spesies, letak geografis, dan musim pada saat ikan tersebut dipelihara/dipanen.
Proses pemurnian dengan suhu yang berbeda akan menyebabkan perbedaan profil asam lemak pada minyak ikan lele yang dihasilkan. Srimiati (2016) menyatakan bahwa profil asam lemak minyak ikan lele dengan suhu pemucatan 100°C menghasilkan profil yang paling baik (Tabel 5).
Tabel 5 Profil asam lemak minyak ikan lele dengan suhu pemucatan 100°C Asam Lemak Rata-rata jumlah (%) Standar deviasi (%)
Asam Laurat, C12:0 0.33 0.01
Asam Miristat, C14:0 0.95 0.03
Asam Pentadekanoat, C15:0 0.16 0.01
Asam Palmitat, C16:0 19.72 0.71
Asam Heptadekanoat, C17:0 0.18 0.01
Cis-10-Asam Heptadekanoat, C17:0 0.12 0.01
Asam Stearat, C18:0 4.95 0.13
Asam Arakhidat, C20:0 0.15 0.01
Asam Heneikosanoat, C21:0 0.04 0.02
Asam Behenat, C22:0 0.08 0.01
Asam Trikosanoat, C23:0 0.03 0.01
Asam Lignoserat, C24:0 0.05 0.01
SFA 26.79 0.97
Asam Miristoleat, C14:1 0.06 0.01
Asam Palmitoleat, C16:1 3.48 0.14
Asam Elaidat, C18:1 ω9 0.32 0.01
Asam Oleat, C18:1 ω9 28.72 0.71
Cis-11-Asam Eikosanoat, C20:1 0.49 0.01
Asam Erusat C22:1ω9 0.04 0.00
Asam Nervonat 0.05 0.01
MUFA 33.10 0.89
Asam Linolelaidat Acid, C18:2ω9 - 0.23
Asam Linoleat, C18:2ω6 11.40 0.01
g-Linolenat, C18:3ω6 1.20 0.03
Asam Linolenat, C18:3ω3 0.60 0.01
Cis-11,14-Asam Eikosedienoat, C20:2 0.29 0.01
Cis-8,11,14-Asam Eikosetrienoat,
C20:3ω6 0.65 0.01
Cis-11,14-Asam Eikosedienoat, C20:2 0.03 0.01
Asam Arakhidonat, C20:4ω6 0.49 0.05
Cis-5,8,11,14,17-Asam Eikosapentaenoat,
C20:5ω3 0.21 0.01
Cis-4,7,10,13,16,19-Asam
Dokosaheksaenoat, C22:6ω3 0.75 0.04
PUFA 15.61 0.41
Jumlah Asam Lemak 77.42 2.27
(28)
Profil asam lemak setelah dikapsulasi (telah diperkaya omega 3) disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Profil asam lemak minyak setelah dikapsulasi
Asam Lemak Rata-rata Jumlah (%) Standar deviasi (%)
Asam Laurat, C12:0 0.34 0.03
Asam Miristat, C14:0 0.85 0.07
Asam Pentadekanoat, C15:0 0.22 0.01
Asam Palmitat, C16:0 19.14 0.01
Asam Heptadekanoat, C17:0 0.24 0.04
Cis-10-Asam Heptadekanoat, C17:0 0.13 0.04
Asam Stearat, C18:0 5.16 0.03
Asam Arakhidat, C20:0 0.15 0.03
Asam Heneikosanoat, C21:0 0.03 0.00
Asam Behenat, C22:0 0.12 0.02
Asam Trikosanoat, C23:0 0.04 0.01
Asam Lignoserat, C24:0 0.06 0.00
SFA 26.48 0.29
Asam Miristoleat, C14:1 - -
Asam Palmitoleat, C16:1 3.40 0.14
Asam Elaidat, C18:1 ω-9t - -
Asam Oleat, C18:1 ω-9c 28.51 0.11
Cis-11-Asam Eikosanoat, C20:1 0.53 0.01
Asam Erusat C22:1ω-9 0.02 0.01
Asam Nervonat 0.07 0.00
MUFA 32.53 0.27
Asam Linolelaidat Acid, C18:2ω-9 - -
Asam Linoleat, C18:2ω-6 11.68 0.10
g-Linolenat, C18:3ω-6 1.24 0.03
Asam Linolenat, C18:3ω-3 0.65 0.07
Cis-11,14-Asam Eikosedienoat, C20:2 0.28 0.01
Cis-8,11,14-Asam Eikosetrienoat, C20:3ω-6 0.74 0.04
Cis-11,14-Asam Eikosedienoat, C20:2 - -
Asam Arakhidonat, C20:4ω-6 0.88 0.01
Cis-5,8,11,14,17-Asam Eikosapentaenoat, C20:5ω-3
2.05 0.03
Cis-4,7,10,13,16,19-Asam Dokosaheksaenoat, C22:6ω-3
2.24 0.01
PUFA 19.76 0.3
Jumlah Asam Lemak 78.77 0.86
Asam lemak yang tidak teridentifikasi 21.23 0.44
Asam lemak linoleat merupakan salah satu jenis asam lemak esensial. Asam lemak esensial diperlukan juga untuk membentuk asam lemak lain. Asam arakhidonat merupakan salah satu contoh proses elongasi dan desaturasi dari asam lemak linoleat, sedangkan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dari asam lemak linolenat atau omega 3 (McGuire and Beerman
(29)
2007). Asam lemak ini bermanfaat jika tersedia dalam jumlah cukup. Gejala defisiensi asam lemak esensial adalah penyakit kulit, lemas, menurunnya imunitas, lemah, gangguan saluran cerna, sirkulasi jantung, gangguan pertumbuhan dan gangguan reproduksi. Akibat yang lain adalah pemicu kanker payudara, kanker prostate, arthritis rheumatoid, arthritis, asma, preeklampsia, depresi, schizophrenia dan menurunnya konsentrasi dan hiperaktiv (Yehuda et al. 2002). Sumber utama asam lemak linoleat selain dari minyak ikan air tawar seperti minyak ikan lele, juga berasal dari minyak nabati (minyak kacang kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, dan lain-lain).
Lanjut Usia (Lansia)
Pertumbuhan dan perkembangan manusia terdiri dari serangkaian proses perubahan yang rumit dan panjang sejak pembuahan ovum oleh sperma dan berlanjut sampai berakhirnya kehidupan. Secara garis besar, perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap, yaitu kehidupan sebelum lahir, saat bayi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan lanjut usia (lansia). Proses menua merupakan tahapan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Lanjut usia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan secra bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Pralansia/usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun 2. Lansia muda (elderly) : usia 60-74 tahun
3. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : usia diatas 90 tahun
Adapun Departemen Kesehatan RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut :
1. Virilitas (prasenium) : masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
2. Usia lanjut dini (senescen) : kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif : usia di atas 65 tahun
Pengertian lansia dibedakan atas dua macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah 2010).
(30)
Kebutuhan gizi lansia
Kebutuhan gizi bagi lanjut usia dapat dilihat pada Tabel 7. Persentase kebutuhan zat gizi makro untuk lansia adalah 20-25% protein, 20% lemak, 55-60% karbohidrat. Asam lemak yang dikonsumsi sebaiknya yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) yang tinggi, yaitu asam lemak omega-3 dan omega-6, seperti yang terdapat pada ikan (Krause et al 1984).
Tabel 7 Angka kecukupan gizi (AKG) untuk lansia wanita (Kemenkes 2013)
Zat gizi Angka kecukupan
Energi (kkal) 1550
Protein (g) 56
Lemak (g) 43
Omega - 6 (g) 11
Omega – 3 (g) 1.1
Karbohidrat (g) 252
Serat (g) 22
Air (ml) 1600
Vitamin A (mcg) 500
Vitamin D (mcg) 20
Vitamin E (mcg) 15
Vitamin K (mcg) 55
Tiamin (mg) 0.8
Riboflavin (mg) 0.9
Niasin (mg) 9
Vitamin B12 (mg) 2.4
Vitamin C (mg) 75
Kalsium (mg) 1000
Fosfor (mg) 700
Besi (mg) 12
Zinc (mg) 10
Iodium (mg) 150
Selenium (mg) 30
Seiring dengan bertambahnya usia, gangguan-gangguan fungsional tubuh pada lansia mempengaruhi sistem pencernaan dan metabolisme pada lansia. Gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia dapat berupa kekurangan ataupun kelebihan gizi. Perubahan yang berhubungan dengan aspek gizi pada lansia, meliputi :
a. Semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa sehingga umumnya lansia kurang dapat menikmati makanan dengan baik. Hal ini sering menyebabkan kurangnya asupan gizi, ataupun menyebabkan berlebihnya penggunaan bumbu seperti kecap atau garam yang keduanya dapat berdampak buruk bagi kesehatan lansia (Krause 1984).
b. Berkurangnya sekresi saliva yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi.
(31)
c. Kehilangan gigi. Separuh lansia banyak mengalami kehilangan gigi, hal ini mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang lunak kurang mengandung vitamin A, vitamin C, dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi (Rusilanti, 2006).
d. Menurunnya sekresi HCl. HCl merupakan faktor ekstrinsik yang membantu penyerapan vitamin B12, kalsium serta utilisasi protein. Kekurangan HCl dapat menyebabkan lansia mudah terkena osteoporosis, defisiensi zat besi yang menyebabkan anemia, sehingga oksigen tidak dapat diangkut dengan baik oleh darah.
e. Menurunnya sekresi pepsin dan enzim proteolitik yang mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien
f. Menurunnya sekresi garam empedu, sehingga menganggu proses penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, dan K.
g. Terjadinya penurunan motilitas usus, sehingga memperpanjang ”transit
time” dalam saluran gastrointestinal yang mengakibatkan pembesaran
perut dan konstipasi (Rusilanti, 2006).
Penyebab masalah gizi pada lansia (Wirakusumah 2000) antara lain adalah perubahan kebiasaan makan, penurunan selera makan, penurunan sensitifitas indera perasa dan penciuman, gangguan pencernaan dan penyakit degeneratif. Makanan yang dikonsumsi lansia seringkali kurang dari segi kualitas dan kuantitasnya (Hurlock 1999). Dengan demikian adanya perubahan dan penurunan selera makan, apalagi jika pangan yang dikonsumsi kurang berkualitas, maka akan memperburuk keadaan lansia, sehingga berakibat lansi menjadi lemah dan rentan terhadap penyakit.
Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia
Puncak perkembangan otak manusia terjadi pada usia 18-24 tahun, setelah periode itu terjadi penurunan secara perlahan. Secara fisik, otak tidak bertambah berat, jumlah sel neuron tetap, atau bahkan berkurang 100 ribu sel per hari. Pada umur 70 tahun, berat sel otak turun sebesar 150-200 gram, terjadi kemunduran berbagai fungsi diantaranya memori, angka, kreatifitas, dan kosakata. Bila otak pada usia berapapun selalu di stimulasi, bermanfaat bagi pertumbuhan ranting sel dan menambah jumlah jaringan antar sel. Pertumbuhan jaringan antar sel lebih cepat dibandingkan kematian sel. Kematian sel neuron pada usia dini hingga usia lanjut (80 tahun) terjadi kurang dari 8% setiap harinya. Manusia yang selalu diberikan stimulus memiliki otak cerebral yang lebih tebal, yang mempengaruhi kemampuan intelektualnya.
Fungsi kognitif merupakan proses mental yang meliputi persepsi, memori, bahasa, berfikir pemecahan suatu masalah dan kreativitas. Pengaruh gangguan pada fungsi kognitif berdampak serius, bersifat tetap (ireversible), dan mengganggu kesehatan. Penurunan kognitif bagi lanjut usia mengakibatkan lanjut usia mengalami ketidakberdayaan dalam melakukan berbagai aktivitas fisik harian. Ketidakmampuan lanjut usia didefinisikan oleh International Classification of Impairments, Disabilites and Handicaps (ICIDH) sebagai menurunnya atau terbatasnya kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan normal sehari-hari (Deschamps et al. 2002).
(32)
Upaya untuk menjaga agar memori tetap eksis adalah otak harus senantiasa digunakan secara terus menerus dan tidak dibuat menganggur atau diistirahatkan. Oleh sebab itu, membaca, mendengar berbagai berita atau cerita melalui berbagai media menjadi sangat penting bagi lanjut usia. Latihan untuk mengasah otak, seperti memecahkan masalah yang sederhana, tetap menggerakkan anggota tubuh secara wajar, mengenal tulisan, angka, simbol, dan sebagainya merupakan cara-cara untuk mempertahankan fungsi memori pada lanjut usia. Lanjut usia yang mengistirahatkan diri atau terpaksa untuk istirahat tanpa kegiatan apapun, akan semakin mempercepat kemunduran fungsi ingatan dan fungsi mentalnya (Kuntjoro 2002).
Kegiatan melatih otak perlu dilakukan sejak usia 25 tahun. Hal ini disebabkan sebelum usia tersebut, aktivitas otak dan fisik sudah terpenuhi melalui kegiatan sekolah, kuliah serta berbagai macam kegiatan dan permainan. Ketika usia bertambah, manusia mulai merangsang perkembangan otak secara seimbang. Pada orang dewasa, aktivitas mental seperti: mengisi teka-teki silang, membaca, mendengarkan musik, mengambil kursus keterampilan, mempelajari bahasa asing, bahkan menonton film dapat dilakukan untuk melatih ketajaman otak (Nasrun 2013).
Studi epidemiologi mengenai hubungan antara diet dan fungsi kognitif menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan peran diet asam lemak terhadap penurunan fungsi kognitif. Gonzalez et al (2010) menyatakan bahwa asupan EPA dan DHA ditemukan berhubungan negatif dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif. Konsumsi ikan yang rendah berkaitan dengan terganggunya kapasitas kognitif, hal ini mungkin karena peran PUFA yang terkandung dalam ikan memperbaiki struktur sistem saraf otak (Kalmijn et al. 1997). Gonzalez et al (2010) juga menyarankan agar konsumsi EPA dan DHA ditingkatkan untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan kognitif yang dapat berdampak pada ketidakberdayaan pada kelompok lansia.
Asupan asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid / SFA) dan kolesterol berhubungan dengan demensia vascular dan penurunan fungsi kognitif (Kalmijn el al. 1997). Asupan asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid / MUFA) berhubungan dengan perlindungan yang tinggi terhadap penurunan fungsi kognitif (Solfrizzi et al. 1999; Panza et al. 2004). Adapun asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid / PUFA) mempengaruhi risiko trombosis baik pengaruh positif maupun negative. Misalnya asam lemak omega-3 dapat menurunkan produksi prothombotic, aggregatory dan inflamasi leukotrien, tromboksan dan prostaglandin, namun omega-6 memiliki efek sebaliknya, yaitu prothombotic dan inflamasi yang dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif. Rasio omega-6 : omega-3 juga ditemukan dapat meningkatkan risiko demensia (Otsuka et al 2002; Mozaffarian et al 2005). Hal ini menunjukkan bahwa rasio ini penting untuk dipertimbangkan sebagai peran PUFA dalam penurunan fungsi kognitif. Namun demikian, rekomendasi diet asam lemak yang telah ditetapkan menyatakan bahwa asupan omega-6 yang diperlukan untuk kelompok lansia sebesar 11-14 g/hari, sedangkan asupan omega-3 hanya sebesar 1.1-1.6 g/hari (IOM 2005). Dalam pola diet Mediterania, sumber utama omega-6 adalah minyak nabati, sementara sumber utama omega-3 adalah ikan yang berlemak. Adapun asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang paling sering dikonsumsi adalah minyak zaitun.
(33)
Pengukuran fungsi kognitif
1. Mini Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini dihasilkan oleh Folstein et al. (1975) yang kemudian digunakan secara luas di klinik psikiatri maupun geriatri. MMSE meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk memperkirakan fungsi kognitif secara global pada lansia. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam waktu 10-15 menit, dapat dilaksanakan oleh dokter, perawat, atau pekerja sosial yang terlatih. Skor MMSE berkisar antara 0 sampai 30. Lansia normal menunjukkan skor 24-30. Depresi dengan gangguan kognitif dapat memiliki skor 9-27. Subjek dengan skor 24 atau kurang menunjukkan adanya gangguan kognitif. Akurasi skor MMSE di pengaruhi oleh tingkat pendidikan subjek, karena beberapa pertanyaan yang di ajukan memerlukan kemampuan membaca dan menulis.
2. Rey Osterrieth Complexion Figure (ROCF). ROCF adalah penilaian neuropsikologi di mana subjek diminta untuk menggambar ulang garis/pola tertentu yang telah dibakukan. Tahap pertama subjek menyalin gambar dengan melihat contoh pola, kemudian subjek menggambar ulang tanpa meihat contoh gambar, selanjutnya subjek beristirahat selama 30 menit kemudian menggambar kembali tanpa melihat contoh gambar. Uji ROCF ini mengevaluasi fungsi kognitif terkait dengan memori visual . Uji ini pertama kali diusulkan oleh psikolog Swiss André Rey pada 1941 dan selanjutnya distandarisasi oleh Paul - Alexandre Osterrieth pada tahun 1944. ROCF sering digunakan untuk melihat efek sekunder dari cedera otak pada pasien neurologis, serta menguji adanya demensia pada lansia.
3. Digit Span Backward. Test digit span merupakan bagian dari skala intelegensi Wechsler (wechsler intelligence scale for children_revised, WISC-R). Sederetan angka diucapkan oleh penguji dengan kecepatan 1 angka/detik dan segera sesudahnya subjek diminta untuk mengingat dan mengulang deretan angka tersebut secara mundur (Digit backward). Digit span adalah tes untuk menilai atensi, konsentrasi dan kinerja memori jangka pendek verbal yang secara rutin digunakan dalam studi psikologi, baik sebagai tes yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari rangkaian penilaian psikologis (Jones 2015).
4. Trial Making Test-B (TMT-B). TMT-B adalah alat ukur uji kognitif yang sering digunakan untuk penilaian neuropsychological. Pada TMT-B, subjek diperintahkan untuk menghubungkan angka dengan huruf secara berurutan dengan benar. Uji ini dapat memberikan informasi tentang kecepatan kemampuan visual, kecepatan proses pikir, fleksibilitas mental serta fungsi eksekutif. Tes ini juga sensitif untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi kognitif seperti penyakit Alzheimer dan demensia. Pada uji ini terdapat lingkaran antara kedua angka (1-13) dan huruf (A-L), kemudian subjek diinstruksikan untuk menarik garis bergantian antara garis dan huruf (yaitu, 1-A-2-B-3-C, dst). Subjek diistruksikan untuk menghubungkan lingkaran tersebut dengan cepat dan benar tanpa mengangkat pena atau pensil dari kertas.
(34)
Profil Lipid dan Stres Oksidatif
Terdapat hipotesis bahwa diet lipid adalah faktor risiko utama perkembangan penyakit Alzheimer (AD). Terbentuknya plak amiloid (Gambar 1) dan neurofibrillary tangles (Gambar 2) adalah biomarker dari penyakit AD, namun belum ada bukti konklusif yang menunjukkan bahwa ciri tersebut adalah penyebab dan bukan outcome dari penyakit. Banyak penelitian yang menghubungkan antara oksidasi dan inflamasi serta kelainan metabolisme lipid dengan proses terjadinya AD.
Gambar 1 Pembentukan plak amiloid
Sumber : http://thebrain.mcgill.ca/flash/d/d_08/d_08_cl/d_08_cl_alz/d_08_cl_alz_1c.jpg Derajat kejenuhan asam lemak dan posisi ikatan ganda pertama dalam asam lemak esensial adalah faktor yang penting untuk menentukan efek dari lipid yang terkandung dalam makanan terhadap risiko AD. PUFA n-3 bersifat melindungi dari AD sedangkan konsumsi lemak jenuh yg berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya AD. Interaksi antara lipid dan isoform apolipoprotein E dapat menentukan risiko autoperoxidation dalam membran sel dan efektivitas perbaikan membran. Intervensi yang melibatkan diet lipid dan metabolismenya menunjukkan potensi besar dalam memperlambat atau mungkin mencegah perkembangan AD, termasuk perubahan pola makan, agen kolesterol-teroksidasi dan antioksidan.
(35)
Gambar 2 Neurofibriallary tangles pada penderita Alzheimer
Sumber http://thebrain.mcgill.ca/flash/d/d_08/d_08_cl/d_08_cl_alz/d_08_cl_alz_1c.jpg Lipid, sekali terkena radikal bebas, akan memulai proses autoperoxidation dimana bagian rantai karbon pendeknya akan dihapus kemudian melepaskan Reaktiv Oxidative Spesies (ROS). Setelah autoperoxidation dimulai pada lapisan ganda lipid membran sel, kemungkinan proses tersebut akan terus berlanjut selama bertahun-tahun. Seiring waktu, proses oksidasi yang berjalan terus akan mengubah komposisi dan rasio membran lipid. Proses hilangnya PUFA akan lebih cepat daripada proses penggantiannya, hal ini menyebabkan proporsi jumlah PUFA tidak seimbang dibandingkan dengan jumlah MUFA dan SFAS. Kehilangan PUFA dalam membran menyebabkan penurunan fluiditas yang akan mempengaruhi fungsi membran. Perubahan ini juga berpengaruh pada sifat fisik dan kimia membran sel. Perubahan dalam membran lipid juga akan mempengaruhi organel dan endotelium pembuluh darah.
Peningkatan kadar serum lipid telah lama dikaitkan dengan aterosklerosis dan diabetes, yang merupakan faktor langsung maupun faktor risiko untuk AD. Peningkatan kadar LDL-kolesterol berhubungan dengan genotipe ApoEε4 yg terkait dengan peningkatan risiko AD. Adapun kolesterol dalam otak diproduksi dan diatur secara endogen, kadar lemak otak sangat dipengaruhi oleh kadar lemak diet. Hal ini sangat penting sehubungan dengan asam lemak esensial yang harus
(36)
tersedia dari makanan dan kemudian diangkut oleh lipoprotein dalam sirkulasi perifer ke sistem syaraf pusat.
Genotipe ApoEε4 relatif tidak mampu melindungi lipid yang ada di dalam LDL peripheral serta VLDL dari oksidasi. Hal ini menambah risiko masuknya komponen peroksidasi lipid kedalam sel sehingga tidak efektif dalam memperbaiki membrane sel. Apolipoprotein di dalam cairan cerebrospinal yang membawa gen ε4 juga dapat meningkatkan kerusakan oksidatif dalam CNS. Membrane lipid, badan golgi dan lysosomes (termasuk mitokondria) mulai mengalami kerusakan, metabolism energi, fungsi asam nukleat dan proses enzimatis akan terganggu. Ketika membran internal mulai rusak (break down), enzim-enzim katalis, ROS, dan produk hasil fosforilasi oksidatif akan di rilis ke dalam sitoplasma. Amiloid dan turunannya serta tau protein berkontribusi pada percepatan siklus kerusakan membrane dengan merangsang peningkatan respon inflamasi dan proses oksidatif lebih lanjut.
Studi di Nigeria menunjukkan bahwa orang Afrika di Nigeria memiliki kejadian AD yang rendah. Mereka tidak dipengaruhi oleh gen ApoE e4 meski ras African-American yang berada di Nigeria. Amerika memiliki kejadian AD lebih tinggi dan hal ini sangat kuat dipengaruhi oleh gen ApoE e4. Honolulu-Aging Study menunjukkan bahwa ketika pria jepang pindah ke Hawaii, risiko AD meningkat pada tingkat diantara risiko pria jepang yg tetap tinggal di jepang dengan pria yang tinggal di US. Study selanjutnya, Japanese-American yang tinggal di US disarankan untuk tetap menjaga gaya hidup ala jepang untuk mengurangi risiko penurunan kognitif. Analisis pola konsumsi telah menjurus pada perbedaan dalam asupan lemak sebagai faktor yang membedakan antara berbagai populasi tersebut.
Analisis riwayat pola makan di Southern Italy menyarankan bahwa MUFA misalnya pada olive oil secara signifikan dapat menurunkan risiko Mild Cognitive Impairment (MCI). Sebaliknya penelitian Petot et al (2000) menunjukkan bahwa risiko pengkembangan AD meningkat tajam dengan diet tinggi lemak, khususnya asam lemak oleic dan linoleat. Saat kebiasaan makan orang Jepang yang mengalami AD dievaluasi ternyata berlebih dalam konsumsi omega-6 dan lemak hewani.
Dalam perkembangan menuju AD, perubahan terjadi di bagian luar maupun di dalam sel. Amiloid terdapat di bagian luar maupun di dalam sel, namun lebih mudah terlihat pada lingkungan eksternal sel dalam bentuk plak amiloid. Kumpulan amiloid lebih mudah diketahui di bagian membrane yang mengandung lipid teroksidasi. Di beberapa studi, amiloid terlibat dalam kerusakan oksidatif sementara amiloid monomer tampaknya memiliki sifat antioksidan pada beberapa kondisi. Teroksidasinya membrane lipid adalah prasyarat dari terbentuknya plak amiloid maupuan NFT. Pengukuran peroksidasi lipid berkorelasi dengan pengukuran gangguan fungsi kognitif.
Pengaruh makanan pada profil lipid dan stres oksidatif
Essential Fatty Acid (EFA) tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga harus disuplai dari makanan. Perubahan rasio jumlah MUFA, PUFA dan SFA dapat memiliki pengaruh terhadap membrane lipid secara langsung ataupun tidak langsung. Perubahan struktur molekul membrane juga berpengaruh pada sistem
(37)
inflamasi, khususnya dengan perubahan yang melibatkan posisi rantai carbon ganda pertama.
Otak dapat mensintesis dan meregulasi kolesterol, namun tidak dapat mensintesis EFA. Jumlah dan rasio EFA yang tersedia bagi otak tergantung pada kandungan dari lipoprotein-lipid yang terdapat dalam peripheral serta efektivitas tranportnya kedalam CNS. LDL dan VLDL tidak dapat menembus blood brain barrier, atau bersirkulasi hanya didalam CNS, namun partikel analognya ditemukan dalam CSF, termasuk partikel yang mengandung ApoE, mulai ukuran HDL hingga diameter VLDL.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa PUFA yang memiliki sifat mudah teroksidasi kemungkinan akan lebih meningkatkan autoperoksidasi lipid (Harats et al 1991 dan Hornstra et al 1994). Namun hal ini terbantahkan dengan hasil penelitian Higdon et al (2000) dan Turpeinen et al (1995) yang menyatakan bahwa secara in vivo tidak terjadi peningkatan peroksidasi lipid pada plasma setelah suplementasi PUFA. Ketika PUFA diberikan sebagai suplemen, LDL responden lebih resisten terhadap oksidasi. Resistensi terhadap oksidasi selanjutnya di tingkatkan oleh MUFA dalam bentuk oleic acid sebagai rangkaian dari suplementasi yang diberikan.
Studi berbasis populasi di Rotterdam menunjukkan bahwa konsumsi ikan berhubungan terbalik dengan risiko AD maupun demensia. Study prospektif terkini ditemukan peningkatan perkembangan AD oleh SFA dan trans-unsaturated, namun sebaliknya dengan PUFA dan MUFA.
Efek dari oksidasi lipid
Efek oksidasi lipid terhadap neuron terbagi dalam tiga tahap, yaitu : 1. Tahap di ekstrenal neuron, yakni pada vascular endothelium
2. Tahap pada sel membran neuron 3. Tahap pada organel membrane
Oksidasi lipid telah menjadi faktor penting dalam perkembangan aterosklerosis. Beberapa studi terakhir telah menunjukkan bahwa proses amyloid angiopathy dipercepat prosesnya oleh terjadinya oksidasi lipid (Berliner et al. 2001).
Pada membran sel neuron, oksidasi lipid mempercepat agregasi amiloid, dan dapat menyebabkan akumulasi plak amiloid. Agregat beta-Amiloid telah terbukti menurunkan fluiditas membrane. Fluiditas membran menurun ketika phospholipid unsaturated dalam membrane teroksidasi atau kandungan PUFA dan MUFA dalam membrane berkurang. Menurunnya fluiditas membrane berakibat pada stabilitas dan posisi dari transmembran protein, ionic channel dan reseptor.Penurunan fluiditas juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemeliharaan konektifitas sinaps dan reseptor baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memodulasi sensitifitas reseptor.
Pada tahap organel, agregasi yang terjadi di sisi luar internal membrane akan meningkat karena oksidasi lipid, hal ini mengarah pada peningkatan agregasi di dalam intraselular. Pada mitokondria, penurunan fluiditas menyebabkan hilangnya stabilitas membrane yang mengarah pada perubahan struktur dan rusaknya mitokondria dapat dilihat menggunakan mikroskop electron.
(38)
Pengaruh asam lemak dan genetik pada stres oksidatif
Cooper (2003) menyatakan bahwa tingginya rasio PUFA : MUFA menghasilkan membrane lipid yang mudah teroksidasi yang merupakan dasar terbentuknya AD. Terjadi ketidakseimbangan yang tipis antara tingkat kerusakan oksidatif dengan kemampuan sel untuk memperbaiki membrane. Proses oksidasi akan menghabiskan komponen antioksidan endogen, sehingga lipid bilayer terus menerus teroksidasi yang tingkatannya meningkat perlahan lahan akibat dari autoperoksidasi sehingga meningkatkan konsentrasi ROS.
Apolipoprotein (ApoE) mentransport lipid untuk perbaikan sel dan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. ApoE sangat penting dalam proses transport fosfolipid dan kolesterol untuk memperbaiki membrane dan proses synaps. Gen ApoE e4 tidak dapat menjaga transport lipid dari oksidasi dan LDL peripheral sehingga lipid yang dibawa mengandung lipid teroksidasi yang harus diperbaiki di membrane neuronal. Selain itu apoE e4 di dalam CNS juga tidak dapat menjaga hippocampus dari kerusakan oksidatif. Jika individu memiliki gen apoE e4 monozygous, mereka masih memiliki kemampuan menjaga kandungan peripheral LDL dan HDL CNS sehingga dapat memperbaiki membrane lipid. Jika individu memiliki gen apoE e4 homozygous, tanggung jawab system dalam memperbaiki membrane lipid tidak hanya inefektif juga terjadi oksidasi LDL dan HDL saat di angkut menuju CNS.
Studi epidemiologi mendukung hipotesis peran lipid dari makanan pada inisiasi AD. Diet tinggi ikan menurunkan risiko AD. Diet tinggi sayuran signifikan menurunkan risiko AD. Diet suplementasi vitamin E pada satu studi menurunkan risiko AD, namun hanya vitamin E yang bersumber dari makanan. Aktivitas fisik menurunkan kadar LDL serum, meningkatkan HDL dan menurunkan risiko perkembangan demensia. Sebaliknya diet tinggi lemak yang biasanya tinggi kalori meningkatkan risiko obesitas, dan selanjutnya berkembang menjadi diabetes yang merupakan risiko penyakit demensia. Gen ApoE e4 meningkatkan serum LDL pada dosis tertentu, dan kombinasi ApoE e4 dengan diabetes mellitus meningkatkan kadar LDL secara dramatis dan berisiko AD tiga kali lipat dibandingkan dengan hanya memiliki gen ApoE e4 saja.
Di Nigeria risiko AD sangat kecil walaupun terdapat alel gen ApoE e4. Pada daerah ini memiliki asupan lemak yang kecil dari diet secara keseluruhan, di mana dikuranginya rasio PUFA ke MUFA dan rasio n-6 PUFA n-3 PUFA yang lebih kecil, sehinga genotipe ApoE ε4 tidak berpengaruh. Berkurangnya kerusakan oksidatif pada membrane lipid juga berarti berkurangnya ketergantungan pada mekanisme perbaikan, dan ketidakefektifan ApoE ε4 tidak memiliki efek yang berarti pada risiko AD. Hal ini konsisten dengan kenyataan bahwa ApoE ε4 allelle merupakan faktor risiko untuk AD dan mempengaruhi usia onset, tetapi kebanyakan orang dengan ApoE ε4 allelle tidak berkembang menjadi AD. Dalam kondisi asupan lipid diet seimbang, oksidasi lipid relatif kecil dan dapat dikendalikan oleh antioksidan endogen.
Jika hipotesis ini benar, AD mungkin dapat dicegah dan diobati, bahkan mungkin reversibel sampai batas tertentu. Perubahan komposisi lemak dalam makanan dapat segera terlihat dalam lipid plasma dan fosfolipid membran sel darah merah. Komposisi dari lipid membran sel saraf dan myelin ditentukan sebagian besar oleh keseimbangan lipid dalam diet. Hal ini terutama berlaku di
(39)
daerah pergantian lipid yang tinggi, baik dikarenakan kebutuhan metabolisme atau perbaikan membran.
Diet rendah lemak, cukup MUFA dan PUFA, kalori tidak berlebih, tinggi antioksidan dapat mencegah membran sel neuron dari inisiasi oksidasi lipid serta terbentuknya inflamasi dan agregasi amiloid. Pada pasien dengan AD dini atau MCI masih mungkin mengembalikan degradasi neuron dan menormalkan kembali membrane lipid dengan cara menghindari konsumsi omega-6, tinggi omega-3 dan MUFA, serta mengkonsumsi suplemen antioksidan. Namun jika dalam jangka panjang, diet seperti itu dapat mengakibatkan efek yang tidak diinginkan terhadap sistem immune. Fungsi immune akan berjalan normal jika terdapat keseimbangan hormon pro-imflamasi maupun anti-inflamasi dari prostaglandin. Beberapa hasil-hasil penelitian lain terkait dengan minyak ikan terhadap profil lipid, stress oksidatif dan fungsi kognitif disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kajian penelitian terkait minyak ikan terhadap profil lipid, stres oksidatif dan fungsi kognitif
Peneliti/ Tahun/ Lokasi
Bentuk intervensi Luaran Temuan utama
Nilsson et al 2012
Swedia
40 orang lansia sehat usia 51-72 tahun randomized controlled
cross-over study Minyak ikan n-3 PUFA
(3g/hari) dikonsumsi selama 5 minggu, setelah itu periode washout 5 minggu.
Profil lipid Tekanan darah Fungsi kognitif
Suplementasi omega-3 menunjukkan hasil :
menurunkan plasma
triacylglycerides dan tekanan darah sistolik WM-test yang lebih
baik dibandingkan dengan placebo
Lee et al
2013 Malaysia
36 orang lansia dari sosial ekonomi rendah yang menderita MCI
Suplementasi minyak ikan dengan konsentrat DHA selama 12-bulan
Randomized double-blind placebo-controlled study
fungsi kognitif
mengetahui tingkat
keamanan dan toleransi dari konsentrat DHA
Perubahan dalam
kemampuan memory selama 12 bulan penelitian secara signifikan lebih baik pada kelompok yang mendapatkan minyak ikan.
Konsumsi minyak
ikan memiliki toleransi yang baik, efek sampingnya minimal
Gonzalez et al
2010 Spanyol
sebanyak 304 orang lansia (127 laki-laki dan
177 perempuan),
dengan usia rata-rata 75,3 ± 6,7 tahun
Kohort Asupan lemak
Fungsi Kognitif asupan ikan
berbanding terbalik
dengan gangguan
kognitif.
rasio asam lemak tak jenuh ganda n-6/n-3 berhubungan positif dengan skor MMSE.
(40)
Tabel 8 Kajian penelitian terkait minyak ikan terhadap profil lipid, stres oksidatif dan fungsi kognitif (lanjutan)
Peneliti/ Tahun/ Lokasi
Bentuk intervensi Luaran Temuan utama
Wang et al 2010 China
364 orang lansia cross-sectional
population study Konsumsi pangan
Fungsi kognitif Kurangnya konsumsi
animal oil dan legume
secara signifikan
berhubungan dengan
kejadian MCI Oelrich et al
2013 USA
46 pria and 14 wanita dengan usia 32-75 tahun
double-blinded, parallel design, placebo
controlled trial
Suplementasi EPA and DHA dengan tiga jenis formula selama 12 minggu
Kolesterol LDL Trigliserida
Suplementasi minyak ikan:
bermanfaat dalam
menurunkan trigliserida
Namun juga
merugikan karena
memberikan efek
peningkatan kadar
kolesteol LDL Pipingas et
al 2015 Australia
160 orang pria dan wanita sehat usia 50-70 tahun
randomized, double-blind, placebo controlled trial suplementasi minyak
ikan salmon dan multivitamin selama 16 minggu
Profil lipid Stres oksidatif Inflamasi
Konsumsi 6 g / hari minyak ikan salmon baik tanpa maupun dengan multivitamin
dapat menurunkan
stres oksidatif
Tidak terdapat
pengaruh
suplementasi minyak ikan salmon terhadap inflamasi dan profil lipid
Nakamura et al
2006 Nevada
31 orang dewasa muda (19-30 tahun)
45 orang lansia (59-86 tahun)
Cross sectional study stres Oksidatif Survey Konsumsi
ox-LDL
antibody level (OLAB)
MDA Vitamin E Vitamin C
Tidak terdapat
perbedaan yang
signifikan
peningkatan MDA
ataupun penurunan
OLAB antara
kelompok muda
dengan lansia
OLAB dan MDA
memiliki hubungan
yang positif. Hal ini dimungkinkan karena asupan vitamin E dan C pada lansia lebih tinggi dari kelompok
muda, dibuktikan
dengan lebih tinggi
nya kadar serum
vitamin C dan E pada kelompok lansia.
(41)
Tabel 8 Kajian penelitian terkait minyak ikan terhadap profil lipid, stres oksidatif dan fungsi kognitif (lanjutan)
Peneliti/ Tahun/ Lokasi
Bentuk intervensi Luaran Temuan utama
Ortega et al 2003 Spanyol
168 lansia (usia 65-90
tahun) Kebiasaan
makan
Intik energy dan zat gizi
Food Record Fungsi Kognitif
(MMSE)
Lansia dengan skor MMSE yang baik (>28) memiliki intik yang lebih besar dari total makanan dan ikan, cukup asupan asam lemak dan kolesterol serta lebih
sedikit makan
makanan camilan. Kerangka Teoritis dan Pemikiran Penelitian
Kerangka Teoritis Penelitian
Usia lanjut adalah fase akhir dari sebuah proses daur kehidupan manusia. Seseorang yang telah berusia lanjut saat ini identik dengan penurunan tingkat kesehatan karena berisiko lebih besar terhadap penyakit degeneratif, serta penurunan fungsi kognitif. Seperti halnya penyakit degeneratif, penurunan fungsi kognitif juga terjadi akibat dari gaya hidup yang salah di waktu muda. Salah satu gaya hidup yang salah adalah pola konsumsi pangan yang tidak seimbang dan aktivitas fisik yang rendah.
Penurunan fungsi kognitif terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel neuron akibat dari tingginya tingkat peroksidasi lipid. Terjadinya peroksidasi lipid selain dikarenakan oleh adanya faktor radikal bebas, juga di picu oleh ketidakseimbangan asam lemak esensial yang ada di dalam membrane sel sehingga daya pertahanan membrane sel terhadap radikal bebas menjadi lemah. Selain itu keseimbangan asam lemak esensial juga diperlukan dalam efektivitas perbaikan membran. Kondisi ketidakseimbangan asam lemak esensial mengakibatkan proses perbaikan membrane tidak secepat proses kerusakan membrane (Gambar 3).
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya (Jawa Barat) pada tanggal 3 Agustus 1982 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak H. Dadan Danaskah dan Ibu Hj. Nani Nariyatul. Pendidikan formal dijalani penulis berawal dari SD Negeri V Rajapolah (1989-1995), SMP Negeri 1 Rajapolah (1995-1998), SMU Negeri 1 Indihiang/ SMAN 2 Tasikmalaya (1998-2001).
Tahun 2001 penulis diterima masuk IPB melalui jalur UMPTN pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian. Penulis meraih gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) di Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Magister Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Departemen Gizi Masyarakat dan lulus pada tahun 2009.
Penulis kemudian bekerja sebagai asisten dosen di Departemen Gizi Masyarakat FEMA-IPB mulai tahun 2009. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan strata 3 (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Doktor Ilmu Gizi Manusia. Selama menempuh pendidikan S3, penulis memperoleh beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (DIKTI) berupa Beasiswa Unggulan Calon Dosen.
Bagian dari disertasi penulis yang berjudul “Status Gizi dan Profil Lipid Kaitannya dengan Dislipidemia Pada Pralansia dan Lansia” dipublikasikan pada Jurnal Gizi dan Pangan (JGP) edisi Juli 2016. Adapun bagian disertasi yang berjudul “Catfish (Clarias gariepinus) Biscuit and Oil Supplementation and Its Effect on Lipid Profile, Oxidative Stress Markers and Cognitive Function of the Elderly” dipublikasi pada International Journal of Science : Basic and Applied Research (IJSBAR) vol.28 No.3 : 181-194.