INTERVENSI BISKUIT DAN MINYAK IKAN LELE

- Minyak Ikan Lele Minyak ikan lele yang digunakan berasal dari hasil penepungan ikan lele yang terjamin hygiene dan sanitasinya. Kandungan asam lemak dari softgell minyak ikan lele disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Kandungan asam lemak minyak ikan lele Srimiati 2016 Jenis Asam Lemak Jumlah Patin Lele Saturated Fatty Acid SFA 39.47 26.48 Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA 35.39 32.53 Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA 11.93 19.76 sumber Isnaini 2013 Pemberian minyak ikan lele yang mengandung PUFA dan MUFA yang cukup tinggi untuk jenis ikan air tawar, ditujukan untuk memperbaiki profil lipid lansia. Total kandungan asam lemak tak jenuh MUFA + PUFA pada minyak ikan lele sebesar 52.29 lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan asam lemak tak jenuh pada ikan patin yakni sebesar 47.39 Isnaini 2013 dengan daya simpan hingga 23 bulan Kusharto et al. 2015. Tingginya kandungan asam lemak esensial pada minyak ikan lele dapat menjadi alternatif suplemen yang menyehatkan bagi lansia. Peralatan yang digunakan selama intervensi adalah mikrotoise ketelitian 0,1 cm, timbangan berat badan ketelitian 0,1 kg, peralatan distribusi biskuit dan minyak ikan lele, serta peralatan untuk pengambilan darah dan analisis serum profil lipid dan penanda stres oksidatif subjek. Subjek Penelitian Subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut : 1 Pria atau Wanita dengan usia 45-74 tahun, 2 Salah satu profil lipid darah tidak normal kolesterol total 200 mgdL, kolesterol-LDL 130 mgdL, trigliserida 150 mgdL, kolesterol-HDL 40 mgdL, 3 Tidak demensia, 4 Menandatangani informed consent. Jumlah minimal sampel dihitung berdasarkan rumus Lemeshow dan David, 1997 sbb : Keterangan: n = besar sampel minimum Z 1- 2 = nilai distribusi normal baku tabel Z pada  = 0.05 1.96 Z 1-  = nilai distribusi normal baku tabel Z pada  = 0.10 1.28  2 = standar deviasi  -  a = selisih nilai mean yang diteliti dengan mean kontrol Banyaknya sampel yang diperlukan dengan power test 90 dan p0.05 berdasarkan perbaikan kadar LDL pada penelitian Utari 2011 dengan  =7.8 dan  a = -14.1 minimal diperlukan 12 orang sampel. Untuk mengantisipasi drop out jumlah sampel ditambahkan enam orang sehingga menjadi 18 orang sampel pada 2 setiap perlakuan. Terdapat 4 jenis perlakuan 1 Plasebo P, 2 minyak ikan lele CO, 3 Biskuit lele CB, 4 Biskuit lele plus minyak ikan lele CBCO. Tahapan Penelitian Tahap pertama memilih target subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi berdasarkan data keanggotaan Posbindu Dahlia Senja, kemudian mengundang target subjek pada kegiatan sosialisasi penelitian, menjelaskan manfaat yang akan diperoleh subjek dan mengajukan informed consent bagi target subjek yang bersedia mengikuti penelitian. Tahap selanjutnya peneliti mengundang kehadiran target subjek pada kegiatan pengambilan sampel darah. Target subjek yang bersedia diambil darahnya tercatat sebagai subjek penelitian, selanjutnya diwawancara terkait data demografis, konsumsi pangan serta diukur tinggi badan dan berat badan. Hanya subjek yang memiliki data lengkap yang akan dianalisis dalam penelitian ini. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data karakteristik responden yang mencakup : biodata, konsumsi pangan, dan ukuran antropometri berat badan dan tinggi badan, data fungsi kognitif yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner Mini Mental State Examination MMSE, Digit Span Backward, Rey-Osterrieth Complex Figure ROCF dan Trail Making Test- B TMT-B serta data yang dihasilkan dari analisis biokimia darah yaitu profil lipid Total Kolesterol, Trigliserida, Kolesterol LDL dan Kolesterol HDL dan penanda stres oksidatif MDA dan LDL-teroksidasi. Jens dan cara pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Jenis dan cara pengukuran atau pengumpulan data tahap 3 No Data Cara Pengukuran atau pengumpulan Frekuensi 1. Identitas subjek Wawancara dengan lansia menggunakan kuesioner Satu kali pre 2. Konsumsi Pangan FFQ dan Food Recal 2 x 2x24 jam dua kali pre-post 3. Status gizi dan antropometri - Berat badan BB - Tinggi badan TB - Lingkar lengan atas LILA dan lingkar betis - Status gizi Penimbangan dengan timbangan berat badan injak analog, dengan ketelitian 0.1 kg Pengukuran TB dengan microtoise, dengan ketelitian 0.1 cm Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meteran ketelitian 0.1 cm Ditentukan berdasarkan IMT dan MNA dua kali pre-post dua kali pre-post dua kali pre-post dua kali pre-post 4. Profil lipid Total Kolesterol, LDL, HDL, Trigliserida metode enzymatic colorimetric test dua kali pre-post Tabel 22 Jenis dan cara pengukuran atau pengumpulan data tahap 3 lanjutan No Data Cara Pengukuran atau pengumpulan Frekuensi 5. MDA Metode spektrofotometer dua kali pre-post 6. Ox-LDL metode enzyme immunoassay dua kali pre-post 7. Fungsi Kognitif MMSE, ROCF, Digit Span Backward, dan TMT-B dua kali pre-post Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang pertama dilakukan adalah pengukuran diskriptif terhadap beberapa parameter seperti karakteristik individu dan sosial ekonomi. Beberapa ukuran yang dianalisis antara lain: mean rata-rata, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimal. Uji statistik parameter biokimia darah dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah menguji distribusi sebaran normalitas data dengan menggunakan Uji Kosmogorov Smirnov. Jika p 0.05 maka sebaran data tergolong terdistribusi normal. Untuk mengetahui perubahan kadar biokimia darah sebelum dan setelah intervensi pada masing- masing perlakuan menggunakan paired-test, adapun untuk membandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol digunakan uji ANOVA. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subjek Subjek penelitian dengan data yang lengkap berjumlah 67 orang. Tabel 23 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan karakteristik yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik dan IMT. Hasil uji statisktik menunjukkan tidak terdapat perbedaan karakteristik subjek yang nyata p0.05 antara setiap kelompok perlakuan. Rata-rata usia subjek adalah 59.6±7.2 tahun. Sebagian besar aktivitas subjek sehari-hari adalah melakukan pekerjaan domestik rumah tangga seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga cucu. Adapun subjek yang bekerja di luar rumah sebagian besar merupakan pekerjaan yang tidak membutuhkan aktivitas fisik yang berat. Contohnya guru, pegawai kantoran, dan menjaga warung. Tabel 23 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik Variabel Kelompok Pelakuan p-value P CO CB CBCO Usia tahun 62.6±6.92 57.9±9.02 59.2±5.93 58.6±6.59 0.24 Pendidikan terakhir 1.76±0.43 1.94±0.25 1.87±0.35 1.83±0.38 0.59 Pekerjaan 1.41±0.50 1.22±0.44 1.44±0.62 1.39±0.60 0.77 Aktivitas fisik 1.70±0.16 1.66±0.07 1.64±0.18 1.60±0.11 0.24 IMT 27.28±4.52 26.61±4.10 23.77±5.83 26.44±2.21 0.11 Ket : P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Tingkat pendidikan subjek sebagian besar menempuh pendidikan setingkat sekolah dasar. Data BPS 2015 melaporkan bahwa pada umumnya lansia memiliki pendidikan rendah. Lebih dari setengah 56.8 penduduk lansia tidak memiliki ijazah pendidikan apapun. Bekal pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengembangkan potensi kehidupan lansia, agar tetap produktif dan berperan aktiv dilingkungan masyarakat. Kemampuan baca tulis, tingkat ijazah yang dimiliki, serta pengalamannya menempuh pendidikan formal, dapat menjadi ukuran kesiapannya dalam menjalani hari tua. Aktivitas fisik subjek diukur dengan nilai Physical Activity Level PAL. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas subjek berada pada level ringan hingga sedang PAL 2 dan tidak terdapat perbedaan antar perlakuan. IMT subjek diukur pada saat awal dan akhir penelitian. Hasil menunjukkan bahwa adanya tidak ada perbedaan nilai IMT antar perlakuan. Subjek penelitian rata-rata memiliki IMT pada rentang gizi lebih IMT ≥ 25 hanya kelompok perlakuan CB yang memiliki rata-rata IMT 25. Kategori gizi lebih dan obes merupakan salah satu faktor risiko penyakit degenerative. Gizi lebih dan obesitas semakin meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang Flegal et al. 2010, dan WHO 2014. Lebih dari satu milyar orang dewasa di dunia mengalami kelebihan berat badan. Penelitian Hirakawa et al. 2016 melaporkan bahwa berat badan yang berlebih memperburuk pengaruh trigliserida terhadap penyakit kardiovaskular dan diperlukan upaya yang lebih besar untuk menurunkan TG pada individu yang mengalami gizi lebih dan obesitas. Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Survey konsumsi pangan subjek dilakukan dengan menggunakan Food Frequency Questionnaires FFQ dengan mendata kebiasaan makan satu bulan sebelum penelitian berlangsung. Berdasarkan Nusanti 2015 subjek lansia di Posbindu Dahlia Senja memiliki frekuensi makan yang cukup baik yakni tiga kali sehari serta terbiasa sarapan pagi. Sumber pangan karbohidrat yang paling sering dikonsumsi oleh subjek yaitu nasi putih dengan frekuensi 3 kalihari. Pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam dengan frekuensi 4 kaliminggu dan daging ayam 3 kaliminggu. Sumber protein nabati yang sering dikonsumsi oleh subjek adalah tahu dan tempe yang berasal dari olahan kacang kedelai dengan frekuensi 2 kalihari. Jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh subjek adalah wortel dan buncis dengan frekuensi 5 kaliminggu. Sayuran lainnya yang dikonsumsi subjek adalah bayam, kangkung, kacang panjang, labu hijau, nangka muda dan timun. Konsumsi buah-buahan yang paling sering adalah jeruk dengan frekuensi 3 kaliminggu. Selain itu subjek juga mengonsumsi pisang, semangka dan melon. Pangan sumber lemak dan susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu bubuk dengan frekuensi 1 kalihari dan minyak kelapa sawit dengan frekuensi 2 kalihari. Secara umum konsumsi buah dan sayur subjek sebagian besar masih dalam kategori kurang Nusanti 2015. Hal ini berimplikasi pada rendahnya asupan serat dan sumber antioksidan yang sebagian besar bersumber dari buah dan sayur. Tingkat kecukupan zat gizi dihitung berdasarkan data survey konsumsi menggunakan metode Food Recall 2x24 jam. Tabel 24 menunjukkan data rata- rata persentase kecukupan energi dan zat gizi makro yang berbeda secara signifikan antara baseline dengan endline dalam kelompok perlakuan. Sebelum penelitian berlangsung asupan gizi subjek tergolong rendah untuk seluruh komponen zat gizi makro rata-rata kurang dari 70. Namun saat penelitian berlangsung asupan gizi subjek mengalami peningkatan bahkan angka kecukupan lemak mencapai 100. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh dari edukasi gizi yang diberikan pada awal pemberian makanan intervensi. Walaupun demikian tidak ada perbedaan tingkat kecukupan zat gizi yang signifikan antar kelompok perlakuan, artinya rata-rata subjek pada semua perlakuan sama-sama mengalami peningkatan asupan gizi, sehingga dapat dikatakan bahwa konsumsi pangan subjek selama masa intervensi sebanding. Tabel 24 Persen kecukupan gizi harian berdasarkan kelompok perlakuan Variabel Kelompok Perlakuan P CO CB CBCO P-value ANOVA Energi kkal Baseline 63.1±22.9 59.9±21.6 55.0±11.9 55.3±10.9 0.507 Endline 86.0±26.2 83.6±25.4 78.1±21.4 85.5±18.4 0.772 P-value 0.000 0.008 0.000 0.000 Protein g Baseline 62.0±17.1 62.0±18.0 64.4±15.6 65.2±22.2 0.942 Endline 93.3±20.8 86.7±26.8 81.2±21.1 101.0±35.1 0.179 P-value 0.000 0.014 0.006 0.001 Lemak g Baseline 73.5±30.0 68.9±44.1 58.6±23.9 58.6±21.0 0.420 Endline 117.1±43.4 124.0±55.2 101.6±31.7 118.7±36.5 0.510 P-value 0.000 0.001 0.000 0.000 Karbohidrat g Baseline 59.0±28.9 55.6±17.3 52.2±17.4 52.9±16.0 0.779 Endline 72.8±24.7 67.3±20.7 68.7±23.3 72.3±20.6 0.884 P-value 0.033 0.091 0.000 0.007 P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Zat gizi dan pola makan berperan dalam menurunkan risiko penyakit degenerative. Pedoman umum gizi seimbang PUGS di Indonesia telah dikembangkan sebagai acuan agar masyarakat dapat mengatur pola makan yang berkualitas sehingga zat gizi yang dibutuhkan dapat dipenuhi setiap hari. Pada penelitian pemberian suplementasi, asupan gizi dari pola makan sehari-hari dapat menjadi faktor perancu pada outcome penelitian. Oleh karena itu dengan tidak berbeda signifikan tingkat kecukupan gizi diantara kelompok perlakuan mendukung outcome yang dihasilkan merupakan pengaruh dari pemberian intervensi suplemen biskuit dan minyak ikan lele. Pengaruh Intervensi terhadap Profil lipid Kadar kolesterol total TC meningkat pada semua perlakuan, namun peningkatan yang signifikan terjadi pada perlakuan tanpa minyak ikan lele P dan CB Tabel 25. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan minyak ikan lele mampu menekan peningkatan kadar TC sehingga peningkatannya pada perlakuan minyak ikan lele tidak signifikan. Namun setelah dilakukan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan nilai delta kadar TC yang signifikan antar perlakuan. Kadar trigliserida TG mengalami penurunan pada perlakuan minyak ikan lele CO dan CBCO, sedangkan pada perlakuan tanpa minyak ikan P dan CB terjadi peningkatan kadar TG. Uji ANOVA menunjukkan bahwa data delta kadar TG berbeda signifikan. Berdasarkan uji lanjut Duncan kadar TG yang signifikan berbeda adalah antara perlakuan placebo P dengan perlakuan minyak ikan lele CO dan CBCO. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian minyak ikan lele secara tunggal maupun bersama dengan biskuit lele sigifikan menurunkan kadar TG p =0.014 dibandingkan dengan plasebo. Kadar LDL meningkat pada semua perlakuan namun peningkatan yang signifikan hanya pada perlakuan plasebo. Uji ANOVA menunjukkan delta kadar LDL disetiap kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan. Kadar HDL mengalami peningkatan pada semua perlakuan, kecuali perlakuan CO terdapat sedikit penurunan, namun peningkatan maupun penurunan tersebut tidak signifikan Tabel 25 Kadar profil lipid berdasarkan perlakuan pre-post intervensi Profil Lipid Kelompok Perlakuan P-value P CO CB CBCO ANOVA TC Pre 213.06±41.06 218.93±31.04 196.88±44.38 210.89±32.77 Post 238.06±46.91 228.07±48.73 217.56±48.07 225.56±19.55 P-value paired test 0.002 0.284 0.023 0.058 delta 25.00 8.67 11.42 14.67 0.354 TG Pre 132.43±61.55 118.31±66.08 108.71±52.73 135.13±54.64 Post 146.14±51.64 113.50±32.59 137.50±73.09 125.50±51.35 P-value paired test 0.037 0.383 0.082 0.049 delta 30.85 b -15.42 a 15.23 ab -14.29 a 0.014 LDL Pre 125.94±39.00 136.13±24.83 113.56±35.18 127.39±27.14 Post 140.25±43.06 146.94±39.92 123.27±42.89 139.28±19.60 P-value paired test 0.031 0.147 0.105 0.086 delta 16.80 6.61 10.33 11.88 0.734 HDL Pre 53.12±8.09 55.13± 8.72 56.25±11.47 57.00±9.01 Post 60.00±10.31 54.06±14.72 58.75±9.34 59.94±8.05 P-value paired test 0.109 0.841 0.485 0.449 delta 3,538 -0.,867 2,500 2,063 0.812 signifikan dengan p0.05; a, b, huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan signifikan pada p0.05 P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Hasil penelitian ini sesuai dengan Oelrich et al. 2013 yang menyatakan bahwa suplementasi minyak ikan memberikan manfaat dalam menurunkan konsentrasi TG dalam darah. Gidding et al. 2014 juga menyatakan bahwa dalam studinya pemberian suplemen minyak ikan dengan dosis 4 ghari dapat menurunkan jumlah partikel VLDL. Mekanisme penurunan kadar TG dimungkinkan hasil dari penurunan produksi VLDL. Pengaruh Intervensi terhadap Penanda Stres Oksidatif Berdasarkan teori radikal bebas, stres oksidatif merupakan kerusakan oksidatif yang berasal dari molekul yang berbahaya yang terakumulasi secara terus-menerus sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pro-oksidan dengan antioksidan Padurariu et al. 2010. Peroksidasi lipid menghasilkan berbagai produk akhir yang relatif stabil dan sebagian besar produk berupa aldehyde misalnya MDA. Bukti-bukti penelitian menyatakan bahwa produk turunan peroksidasi lipid mampu membentuk adduct dengan DNA dan protein yang mempercepat penurunan fungsi otak Carini et al. 2004. Peroksidasi lipid dalam plasma juga dapat menghambat tingkat fluiditas membran dan memicu inaktivasi membrane-bound reseptor atau enzim Yehuda et al. 2002. Tabel 26 Penanda stres oksidatif berdasarkan perlakuan pre-post intervensi Stres Oksidatif Kelompok Perlakuan P-Value P CO CB CBCO ANOVA MDA ngml Pre 232.96±38.90 261.33±41.97 251.71 ±31.91 266,78±47.90 Post 222.25±19.28 219.33±19.42 223.14±22.52 227,25±24.23 P-value 0.308 0.003 0.024 0.022 delta -10.71 -42.00 -28.57 -39.53 0.293 Ox-LDL pgml Pre 643.01±124.08 576.13±146.67 591.28±122.96 681.27±169.58 Post 801.43±144.67 759.91±152.61 792.23±140.38 761.14±139.33 P-value 0.007 0.009 0.000 0.153 delta 158.42 183.78 200.95 79.87 0.369 signifikan dengan p0.05 P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Kadar MDA pada setiap perlakuan mengalami penurunan, namun yang signifikan pada perlakuan pemberian minyak ikan maupun biskuit lele CO, CB, CBCO. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa nilai tersebut tidak berbeda signifikan antar perlakuan. Hal sebaliknya terjadi dengan kadar Ox-LDL yang meningkat signifikan pada perlakuan tunggal P, CO, CB, namun pada perlakuan CBCO peningkatan ox-LDL tidak signifikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa perlakuan CBCO memiliki kecenderungan untuk menekan peningkatan kadar ox- LDL. Hasil uji ANOVA, delta kadar Ox-LDL tidak berbeda signifikan antar setiap perlakuan Tabel 26. Pada penelitian ini, walaupun terjadi peningkatan ox-LDL namun jumlah MDA menurun. Hal ini mungkin terjadi karena tubuh memiliki pertahanan alami berupa antioksidan. Valtaena et al. 2007 menyatakan bahwa antioksidan merupakan molekul yang dapat mencegah efek negatif dari proses oksidasi serta menjaga sel dan jaringan tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Pipingas et al. 2015 menyatakan bahwa minyak ikan dapat menurunkan tingkat stres oksidatif pada subjek usia dewasa. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Beltowski et al. 2000 yang menyatakan bahwa diet tinggi antioksidan dapat menurunkan kadar MDA. Penelitian Leea et al. 2013 menunjukkan bahwa peroksidasi lipid terjadi lebih tinggi pada penderita gangguan kognitif ringan mild cognitive immpairmentMCI dan ketidakseimbangan oksidatif tersebut dapat sebagai penyebab penurunan kognitif pada lansia. Tingginya asupan EPA DHA menurunkan peroksdasi lipid pada lansia penderita MCI. Mekanisme yang dilakukan oleh omega-3 PUFA dalam mencapai efek protektif dari oksidasi belum diketahui dengan pasti. Salah satu mekanisme yang dimungkinkan adalah DHA mampu mempercepat produksi enzim antioksidan endogen Yavin et al. 2002, yang berperan dalam aktivasi sistem pertahanan antioksidan dan merangsang otak dalam aktivitas katalisasi dan glutation peroksidasi Hossain et al. 1999. Selain itu, DHA penting untuk regulasi transmisi neuron dengan memelihara integritas struktur membran sel neuron, melemahkan aktivitas beta-amiloid, menurunkan inflamasi dan kolesterol, dan menghambat sekresi sitokin pro-inflamasi Cunnane et al. 2009. Studi Richard et al. 2008 melaporkan bahwa PUFA secara tidak langsung mampu berperan sebagai antioksidan dengan menurunkan produksi reactive oxygen species ROS dan superoxide SOD scavenging. Pengaruh Intervensi terhadap Fungsi Kognitif Fungsi kognitif dinilai dengan menggunakan instrument MMSE, Digit Span Backward, ROCF dan TMT-B.

1. Mini Mental State Examination MMSE

Tabel 27 memperlihatkan bahwa skor MMSE meningkat di semua perlakuan, namun peningkatan yang signifikan p=0.010 hanya pada perlakuan minyak ikan lele dengan biskuit lele CBCO. Namun berdasarkan uji ANOVA, tidak terdapat perbedaan bermakna antar perlakuan p0.05. Tabel 27 Fungsi kognitif global skor MMSE berdasarkan perlakuan pre-post intervensi Variabel Kelompok Perlakuan p-value P CO CB CBCO Pre 20.00±4.50 24.46±4.48 24.23±4.72 22.53±5.24 Post 22.43±3.18 26.08±3.96 23.77±4.86 25.65±2.84 P-value 0.086 0.127 0.684 0.010 delta 2.429 1.615 0.462 3.118 0.316 signifikan dengan p0.05 P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Peningkatan skor MMSE ini sejalan dengan hasil studi preklinis bahwa minyak ikan yang mengandung PUFA mampu menjaga fungsi kognitif dengan cara memelihara fluiditas membran, meningkatkan sinaptik dan fungsi neurotransmitter, meningkatkan performa pembelajaran dan daya ingat serta bersifat neuroprotective Hashimoto et al. 2006. Selain itu, PUFA juga menurunkan penumpukan β-amyloid dipembuluh darah Fernandes et al. 2015. Penelitian awal Rondanelli et al. 2010 menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan dalam tes kefasihan lisan semantik subjek yang mendapat perlakuan. Perbedaan nilai yang signifikan pada perlakuan CBCO menunjukkan bahwa terdapat sinergisme antara biskuit lele dengan minyak ikan lele terhadap perbaikan fungsi kognitif. Biskuit lele mengandung protein tinggi yang berasal dari tepung ikan lele serta tepung isolate protein kedelai. Oleh krena itu selain terdapat kandungan asam lemak MUFA dan PUFA perlakuan CBCO jug dimungkinkan mengandung asam amino dan isoflavon yang berasal dari isolate protein kedelai. Utari 2011 menyatakan bahwa pangan yang memiliki kandungan asam amino, asam lemak tidak jenuh serta isoflavon yang tinggi diperkirakan mempunyai manfaat sebagai penghambat sintesa kolesterol, penghambat absorbsi kolesterol, penghambat oksidasi LDL serta meningkatkan status antioksidan, sehingga dapat menurunkan lemak tubuh dan menghambat proses oksidasi dan pembentukan radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh. Perbaikan status kesehatan biomedis tersebut dapat mendukung terpeliharanya fungsi kognitif pada lansia.

2. Tes Angka Mundur Digit Span Backward

Digit span adalah tes untuk menilai atensi, konsentrasi dan kinerja memori jangka pendek verbal yang secara rutin digunakan dalam studi psikologi, baik sebagai tes yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari rangkaian penilaian psikologis Jones 2015. Tabel 28 menunjukkan hasil pengujian fungsi atensi pada subjek, terlihat tidak terdapat perubahan yang signifikan antara skor digit span saat baseline dan endline serta antar pelakuan perubahannya tidak berbeda nyata. Memori jangka pendek digunakan untuk informasi yang temporer, biasanya terjadi dalam beberapa detik. Secara konseptual, memori jangka pendek merupakan penyimpan informasi yang aktiv, sedangkan memori jangka panjang merupakan penyimpanan informasi yang pasif. Tabel 28 Atensi subjek berdasarkan perlakuan pre-post intervensi Atensi Digit Span Kelompok Perlakuan ANOVA P CO CB CBCO Pre 2.7±1.3 3.3±1.3 2.4±1.2 3.0±1.2 Post 2.8±1.1 3.2±1.2 2.6±1.0 3.1±0.9 P-value 0.855 0.792 0.333 0.750 delta 0.067 -0.067 0.250 0.059 0.864 P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Lezak 1995 menyatakan bahwa atensi merupakan fungsi kognitif yang terbentuk dengan melalui proses pembelajaran yang panjang. Atensi berkaitan dengan kemampuan konsentrasi dan tracking, ketiganya sulit untuk dipisahkan. Kerusakan pada fungsi atensi akan muncul bersama dengan adanya kerusakan atau gangguan pada kemampuan fokus dan rasa sabar. Oleh karena itu untuk mempertahankan fungsi atensi tidak dapat hanya dengan intervensi pemberian makanan sehat, namun juga diperlukan intervensi berupa peningkatan konsentrasi dan tracking. Salah satu contoh adalah dengan pemberian program aktivitas fisik misalnya senam rutin yang dilakukan bersama dengan komunitas lansiapralansia sehingga terbentuk juga komunikasi dan sosialisasi diantara peserta senam. Hal tersebut akan bermanfaat tidak hanya bagi kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan sosial dan emosi.

3. Rey-Osterrieth Complex Figure ROCF

Tes Rey-Osterrieth Complex Figure ROCF digunakan secara luas dalam penilaian neuropsikologis, terutama ketika menilai organisasi perseptual, kemampuan konstruksi visiospatial, dan memori visual. Gambar tes ROCF yang komplek mencerminkan fungsi eksekutif seperti kemampuan perencanaan dan organisasi selain fungsi kognitif visual Ogino et al. 2009. Terdapat dua tahapan uji menggambar ROCF Taylor 1969, yang sebelumnya subjek berlatih dengan menyalin gambar terlebih dahulu. Uji tahap pertama subjek diminta menggambar ROCF dilembar terpisah segera setelah latihan menyalin. Uji tahap kedua setelah jeda selama 30 menit, subyek diminta menggambarkan kembali gambar ROCF. Tabel 29 menunjukkan bahwa terdapat perubahan skor yang signifikan antara pre dan post. Terjadi peningkatan skor ROFC pada semua perlakuan secara signifikan p0.05, kecuali perlakuan plasebo. Namun setelah diuji lanjut Duncan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan skor ROCF antar perlakuan. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan bahwa pemberian minyak ikan lele dan biskuit lele baik diberikan secara terpisah maupun bersama-sama dapat meningkatkan skor ROCF subjek. Tabel 29 Memori visual subjek berdasarkan perlakuan pre-post intervensi Memori visual ROCF Kelompok Perlakuan p-value P CO CB CBCO Immediate pre 8.10±7.76 11.90±8.86 8.31±7.71 7.76±5.87 post 9.26±8.41 15.20±10.72 12.06±8.57 13.58±6.48 P-value 0.415 0.016 0.014 0.000 delta 1.167 3.300 3.750 5.824 0.072 Recall pre 8.20±7.53 11.66±9.06 8.31±6.85 7.58±4.93 post 8.72±8.51 14.63±11.38 11.09±7.41 12.14±6.08 P-value 0.718 0.022 0.037 0.000 delta 0.520 2.967 2.781 4.559 0.108 signifikan dengan p0.05 P = Plasebo, CO=Catfish Oil minyak ikan lele, CB=Catfish Biscuit biskuit lele, CBCO=Catfish Oil+Catfish Biscuit minyak ikan lele+biskuit lele Fungsi memori berjalan dengan melibatkan system yang komplek yakni meregistrasi, menyimpan, menahan dan mendapatkan kembali paparan sebelumnya terhadap suatu hal atau pengalaman. pengujian fungsi memori visual dilakukan dengan instrument gambar ROCF sehingga tidak memerlukan syarat minimal pendidikan. Adapun standar skor minimal untuk uji ROCF adalah sembilan, skor dibawah angka sembilan tidak dapat di interpretasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor ROCF pada baseline berada dibawah angka Sembilan dan pada saat endline skor ROCF berada di atas angka sembilan kecuali perlakuan placebo. Perbaikan skor ROCF pada perlakuan minyak ikan dan biskuit lele baik dalam kondisi bersamaan maupun tunggal dimungkinkan karena terkait dengan penurunan kadar MDA pada kelompok tersebut. Lebih khusus untuk kelompok perlakuan CBCO peningkatan skor ROCF paling tinggi dibandingkan dengan kelompok CO dan CB, hal ini dimungkinkan karena selain pada kelompok tersebut terjadi penurunan MDA juga adanya perbaikan kadar TG dan kemampuan menahan peningkatan kadar ox-LDL.

4. Trail Making Test TMT

Trail Making Test TMT adalah salah satu tes neuropsikologi yang paling umum digunakan dalam praktek klinis Cangoz et al. 2009 untuk mengukur fungsi eksekutif, hal ini dikarenakan instrumen ini sensitif terhadap kerusakan