Tujuan Domba Pertumbuhan Anak Domba dari Induk yang dicekok Jamu Veteriner Selama Periode Kebuntingan.

dipercaya dapat meningkatkan nafsu makan, mengobati demam, disentri, dan sebagai imunomodulator Setyawati 2009. Kayu manis dipercaya dapat mengobati asam urat gout arthritis, keropos tulang, hernia, dan muntah-muntah Hariana 2007. Jahe dipercaya dapat meningkatkan nafsu makan, mengobati rematik, luka, pilek, encok, dan pegal linu Muhlisah 1999; Widiarti 2010. Sementara itu, merica dipercaya sebagai obat demam, rematik, impotensi, sakit lambung, hernia, frigiditas, muntah, panas dalam, perut kembung, asam urat, sakit perut, dan sakit kepala Hariana 2007. Kombinasi dari tanaman-tanaman tersebut diatas akan menghasilkan ramuan jamu veteriner yang dapat digunakan memacu produktivitas ternak. Harapannya, pemberian sediaan yang berasal dari kekayaan budaya lokal bangsa Indonesia ini, dapat memacu pertumbuhan fetus yang diukur dari pertambahan bobot anak domba.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pertumbuhan anak domba dari induk yang dicekok jamu veteriner selama periode kebuntingan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan informasi ilmiah mengenai penggunaan jamu veteriner sebagai pemacu produktivitas ternak. 1.3. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi alternatif bagi peternak untuk menggunakan bahan obat-obatan tradisional dalam meningkatkan pertumbuhan domba, sehingga pada masa yang akan datang dapat bermanfaat dalam meningkatkan produksi daging domba lokal. Harapannya produktivitas ternak yang meningkat akan memberikan sumbangsih berarti bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. BAB TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Domba

Domba merupakan salah satu hewan ternak yang banyak dikembangkan oleh masyarakat. Pemeliharaannya relatif mudah dan tidak membutuhkan banyak tenaga, sehingga ternak domba diusahakan sebagai sambilan. Domba juga memiliki daya adaptasi yang baik terhadap bermacam-macam hijauan pakan dan berbagai kondisi lingkungan Mulyono 2003. Daging domba tidak berbau dan sebaran lemaknya Marbling merata membuat daging ini disukai oleh masyarakat Munier 2008. Perkembangan bangsa domba di dunia, awalnya berasal dari empat spesies domba liar. Spesies-spesies tersebut, ialah: domba moufflon Ovis musimon di Eropa dan Asia Barat, domba Urial Ovis orientalis; Ovis vignei di Afganistan hingga Asia Barat, domba Argali Ovis ammon di Asia Tengah, dan domba bighorn Ovis canadensis di Asia Utara dan Amerika Utara. Domba yang ada di Indonesia diperkirakan berasal dari Asia Barat dan India Williamson dan Payne 1993. Jenis domba yang diternakan di Indonesia, kemudian dikenal dengan istilah domba lokal. Pada awalnya, jenis domba di Indonesia adalah domba Javanese-Thin-Tailed yang terdapat di Jawa Barat dan East-Java-Fat-Tailed yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selanjutnya, kedua tipe domba lokal tersebut menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Proses persilangan dan adaptasi terhadap lingkungan kemudian memunculkan jenis domba baru, yaitu domba priangan atau domba garut dan domba kisar. Domba garut merupakan hasil persilangan domba lokal dengan domba Merino dan Kaapstad Duldjaman et al. 2006. Sedangkan domba kisar diduga merupakan hasil proses adaptasi domba ekor gemuk terhadap lingkungan di Maluku Salamena 2006. Domba ekor tipis atau Javanese-Thin-Tailed merupakan domba asli Indonesia dengan populasi terbesar berada di pulau Jawa. Populasi yang terpusat di Jawa membuat domba ini dikenal juga dengan nama domba jawa atau domba kacang. Nama domba ekor tipis mengacu pada ciri fisik ekor domba, yaitu kecil dan tipis. Ciri lain dari domba ekor tipis adalah rambut domba yang umunya berwarna putih, kadang-kadang diselingi warna lain, seperti belang hitam atau cokelat. Domba betina umumnya tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan bentuknya melingkar. Bobot badan domba jantan dewasa berkisar 30 sampai dengan 40 kg, sedangkan bobot domba betina berkisar 15 sampai dengan 20 kg. Selain domba ekor tipis, domba lainnya yang banyak diternakan di Indonesia adalah domba ekor gemuk atau East-Java-Fat-Tailed. Sama seperti domba ekor tipis, ciri fisik utama dari domba ekor gemuk terletak pada ekornya. Ekor domba ini berbentuk panjang, lebar, tebal, besar, dan makin mengecil pada bagian ujung. Bentuk tersebut dikarenakan adanya timbunan lemak, yang berfungsi sebagai cadangan energi domba. Ciri lainnya adalah warna rambut domba yang umumnya putih dan tidak mempunyai tanduk, baik itu domba jantan maupun domba betina. Bobot badan domba jantan berkisar antara 50-70 kg, sedangkan domba betina berkisar antara 25-40 kg. Persilangan domba lokal dengan domba luar menghasilkan jenis domba lain, yaitu domba priangan. Domba ini berasal dari Kabupaten Garut, Jawa Barat sehingga dikenal juga dengan nama domba garut. Ciri fisik domba garut lebih besar dibandingkan domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Bobot badan domba jantan dewasa dapat mencapai 60-80 kg, sedangkan domba betina berkisar 30-40 kg. Ciri lainnya adalah daun telinga yang relatif kecil dan tanduk berukuran besar, yang hanya tumbuh pada domba jantan. Jenis domba luar yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: domba merino, domba suffolk, dan domba dorset. Domba merino merupakan penghasil wol, dengan obot badan jantan dewasa berkisar antara 64-79 kg dan domba betina antara 45-75 kg. Domba suffolk merupakan domba pedaging, dengan bobot badan jantan mencapai 135-200 kg dan betina 100-150 kg. Sayangnya, bobot badan domba ini jika dikembangkan di Indonesia hanya dapat mencapai 60-80 kg. Berbeda dengan domba merino dan domba suffolk, domba dorset dapat dimanfaatkan sebagai penghasil wol maupun penghasil daging. Bobot badan domba jantan mencapai 100-125 kg dan domba betina 70-90 kg Mulyono 2003.

2.2. Jamu Veteriner