Pengukuran Bobot Badan Anak Domba Metode Analisis Data

3.5. Tahap Perlakuan

Tahap awal perlakuan pada domba adalah sinkronisasi berahi induk domba. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan anak domba dengan umur lahir yang seragam. Agen sinkronisasi yang digunakan adalah PGF2 alpha konsentrasi 5 mgmL sebanyak 7,5 mgekor. Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali dengan interval waktu 11 hari. Perkawinan induk domba dilakukan sekitar 24-36 jam setelah penyuntikan. Domba yang telah menunjukan gejala estrus, berupa vulva yang terlihat merah, bengkak, dan berlendir. Perkawinan dilakukan dengan perbandingan 2:1. Setiap dua ekor domba betina dikawinkan dengan satu ekor penjantan. Perkawinan dibiarkan terjadi secara alami dalam waktu 48 jam. Setelah dikawinkan, induk domba dipisahkan dari pejantan dan dipelihara dalam kandang secara kelompok sesuai dengan perlakuan. Diagnosis kebuntingan menggunakan peralatan USG dilakukan 40 hari pasca perkawinan. Selanjutnya, pencekokan formula jamu veteriner dilakukan sekali setiap minggu hingga mencapai masa partus.

3.6. Pengukuran Bobot Badan Anak Domba

Domba dipelihara berkelompok sesuai perlakuan selama 5 bulan masa kebuntingan. Menjelang partus, pengamatan induk domba difokuskan pada tanda- tanda kelahiran. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kecelakaan pada anak domba yang akan dilahirkan. Setelah semua domba yang bunting partus, pengukuran bobot badan dilakukan pada kisaran waktu tidak lebih dari 24 jam. Bobot yang didapatkan tersebut merupakan bobot lahir anak domba. Selanjutnya, pengukuran bobot kembali dilakukan setiap bulan hingga anak domba berusia 3 bulan.

3.7. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam Anova dan dilanjutkan dengan uji Duncan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan perlakuan dengan pemberian jamu veteriner disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan perlakuan dengan pemberian jamu veteriner. Parameter Kontrol Dosis 15 Dosis 30 Jumlah anak ekor 5 7 6 Rataan bobot lahir 3,11±0,52 a 3,78±0,68 a 4,10±0,69 a kg Total bobot lahir 15,53 26,55 24,55 Per induk kg Rasio anak per 1,67±0,58 a 2,33±0,58 a 2,00±0,00 a Induk Tingkat kematian 40,00 14,29 0,00 Prasapih Rataan bobot 11,49±0,47 a 13,52±0,49 b 13,61±0,75 b badan sapih kg Total bobot 34,47 81,14 81,63 badan sapih kg Rasio anak 1,00±1,00 2,00±0,00 2,00±0,00 yang disapih per induk Ket: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata P0.05 Jumlah anak domba dari yang tertinggi sampai terendah adalah 7, 6, dan 5 masing-masing untuk kelompok dosis 15 mLekor, dosis 30 mLekor, dan kontrol. Perlakuan pemberian jamu veteriner pada induk setelah 1 bulan kebuntingan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada peningkatan bobot lahir anak domba dan rasio anak per induk p0.05. Meskipun demikian, dengan mengabaikan jumlah anak per kelahiran, pemberian jamu veteriner mampu meningkatkan bobot lahir anak domba sebesar 21,07 3,11 vs 3,94 dibanding kontrol. Rasio anak per induk pada kelompok yang diberi jamu veteriner juga mengalami peningkatan sebesar 22.92 1.67 vs 2.16 dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa anak dari induk dengan pemberian jamu veteriner memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding kelompok kontrol. Perkembangan fetus periode prenatal menjadi penentu pertambahan bobot lahir dan pertumbuhan anakan pada periode berikutnya Adriani et al. 2004. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh kandungan kimia yang terdapat dalam bahan-bahan penyusun jamu veteriner, yaitu lempuyang dan kayu manis. Lempuyang diketahui mempunyai khasiat sebagai penambah nafsu makan. Hal ini diduga disebabkan oleh senyawa zerumben, koriofler, kanfersionil. Selain itu, Lempuyang juga diketahui memilki daya antimikroba Hariana 2007; Sari 2006. Menurut Purwanti et al. 2003 kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam lempuyang m engandung senyawa α-caryophyllene yang memiliki aktivitas antimikroba yang sangat kuat. Akibatnya, nafsu makan induk meningkat dan aktivitas mikroorganisme patogen dapat terhambat sehingga berdampak positif bagi kesehatan induk dan fetus. Sementara itu, kayu manis diketahui mempunyai aktivitas dalam memperbaiki sistem peredaran darah dan sebagai antiinflamasi Wang et al. 2009. Kandungan minyak atsiri kayu manis juga diketahui berkhasiat sebagai penghangat lambung dan efektif untuk antidiare Kartasapoetra 2004. Efek tersebut diduga berperan penting dalam efisiensi pencernaan induk domba sehingga dapat meningkatkan bobot lahir anak domba. Selanjutnya, rataan bobot badan anak kg pada awal kelahiran sampai bulan ke-3 pada kelompok domba kontrol dan perlakuan dengan pemberian jamu veteriner disajikan pada Gambar 6. 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 R ataan B o b o t A n ak K g Bulan Pertumbuhan Anak Domba Gambar 6. Rataan bobot lahir dan bobot badan anak pada bulan ke-1 sampai ke-3 pada kelompok domba kontrol , pemberian jamu veteriner dosis 15 mLekor ■, dan pemberian formula jamu veteriner dosis 30 mLekor ▲. Perlakuan pemberian jamu veteriner pada induk domba terbukti dapat meningkatkan pertambahan bobot badan anak bulan ke-1 sampai bulan ke-3. Pada perlakuan pemberian dosis jamu veteriner 15 mLekor terjadi peningkatan bobot badan anak domba bulan ke-1 sampai bulan ke-3 sebesar 23,43 dibandingkan kontrol. Sementara itu, pada perlakuan dosis jamu veteriner 30 mLekor terjadi peningkatan bobot badan anak domba bulan ke-1 sampai ke-3 sebesar 12,65 dibandingkan kontrol. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh asupan susu yang baik dari induk domba. Anak domba sepenuhnya bergantung pada susu induk hingga 7-8 minggu setelah lahir Devendra Burn 1994. Produksi susu induk selama laktasi dipengaruhi oleh ketersediaan glukosa dan asetat terutama sebagai sumber energi. Kadar glukosa hanya tinggi saat 1 jam setelah makan dan selanjutnya menurun pada minggu ketiga sampai minggu keempat setelah laktasi. Efek ini terjadi lebih tajam pada induk dengan jumlah anak yang banyak Mege et al.2007; De Blasio et al. 2007. Asupan pakan yang baik menentukan level glukosa dalam darah. Kandungan zerumben yang terdapat dalam jahe Rapuru 2008 dan Lempuyang Zingiber diketahui mampu meningkatkan nafsu makan Hariana 2007; Sari 2006. Akibat meningkatnya asupan pakan, terjadi peningkatan level glukosa. Sejalan dengan hal tersebut, jamu veteriner juga diduga dapat memperbaiki metabolisme glukosa. kandungan methylhydroxychalcone yang terdapat dalam kayu manis yang diduga menjadi penyebabnya. Hasil penelitian Taylor et al. 2001 berhasil membuktikan bahwa derivate methylhydroxychalcone mempunyai efek kerja yang menyerupai insulin dalam meningkatkan pengambilan glukosa. Hal ini menyebabkan induk domba perlakuan pemberian jamu veteriner yang memiliki rasio anak yang tinggi kemungkinan tetap memiliki produksi susu yang lebih baik dibandingkan kontrol. Pertambahan bobot badan anak domba dari induk yang diberi jamu veteriner dosis 15 mLekor lebih tinggi dibandingkan anak domba dari induk yang diberi jamu veteriner dosis 30 mLekor. Peningkatan kadar sambiloto dalam jamu veteriner dosis 30 mLekor diduga menjadi penyebab pertambahan bobot badan dosis 30 mLekor lebih rendah dari dosis 15 mLekor. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ridwan 2006 yang menunjukan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dosis rendah lebih baik dalam meningkatkan pertambahan bobot badan dan nilai konversi pakan dibandingkan dosis sedang dan tinggi. Selain itu, konsumsi sambiloto dalam jumlah yang besar juga dapat menyebabkan efek embriotoksik yang berakibat pada hambatan pertumbuhan, malformasi, hingga kematian intrauterin Setyawati 2009. Perlakuan pemberian jamu veteriner terbukti menurunkan tingkat kematian prasapih. Tingkat kematian prasapih dari yang tertinggi ke terendah adalah 40, 14.29, dan 0, masing-masing untuk kelompok kontrol, dosis 15 mLekor, dan dosis 30 mLekor. Rasio anak yang disapih per induk juga mengalami peningkatan. Rasio anak yang disapih per induk pada kelompok dosis 15 mLekor dan dosis 30 mLekor dua kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Sutama et al. 1993 menyatakan bahwa tingkat mortalitas berbanding lurus dengan jumlah anak per kelahiran. Tingkat mortalitas meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah anak per kelahiran. Meskipun demikian, jamu veteriner terbukti dapat menekan tingkat mortalitas sekalipun pada jumlah anak per kelahiran yang tinggi. Rasio anak pada kontrol, perlakuan dosis 15 mLekor, dan 30 mLekor masing-masing adalah 1,67, 2,33, dan 2,00. Hal ini mengindikasikan bahwa jamu veteriner berperan dalam meningkatkan kesehatan induk dan anak. Perpaduan zat-zat yang terdapat dalam jamu veteriner diduga merupakan penyebabnya. Minyak atsiri Lempuyang diketahui mengandung senyawa α-caryophyllene. Senyawa ini memiliki aktivitas antimikroba yang sangat kuat Purwanti et al. 2003. Selain itu, Jahe diketahui memiliki potensi sebagai antikanker dan antiinflamasi. Khasiat ini ditimbulkan oleh kurkuminoid yang terkandung dalam jahe Suhirman et al. 2006. Senyawa-senyawa berkhasiat tersebut diduga berperan dalam meningkatkan kesehatan fetus selama periode prenatal, postnatal, dan periode pertumbuhan. Rataan bobot sapih anak domba pada kelompok kontrol, pemberian jamu veteriner dosis 15 mLekor, dan 30 mLekor berturut-turut ialah 11,49 kg, 13,52 kg, dan 13.61 kg. Secara statistik rataan bobot sapih kelompok anak domba dengan pemberian jamu veteriner berbeda nyata dibandingkan kontrol p0,05. Sejalan dengan data tersebut, total bobot sapih anak domba pada kelompok domba dengan pemberian jamu veteriner juga mengalami peningkatan. Total bobot sapih anak domba dengan pemberian jamu veteriner dosis 15 mLekor lebih tinggi 57,52 dibandingkan kontrol. Sementara itu, pada kelompok jamu veteriner 30 mLekor total bobot sapih lebih tinggi 47,16 . Hal ini diduga merupakan pengaruh dari sambiloto yang tetap bertahan hingga masa sapih. Sambiloto diketahui mempunyai daya antibakteri untuk mencegah diare. Tipakorn 2002 berhasil membuktikan daya antidiare dari zat aktif utama sambiloto, yaitu andrografolidolid. Efek lain dari androgrofolid adalah menekan nilai konversi pakan sehingga dapat meningkatkan bobot badan Ridwan 2006. Hal ini sejalan dengan Rasyaf 1999 yang menyatakan bahwa nilai konversi pakan yang rendah mengindikasikan efisiensi pakan yang semakin baik. Efisiensi pakan yang baik akan semakin meningkatkan bobot badan anak domba. Selain itu, peningkatan bobot sapih juga diduga akibat efek dari merica dalam jamu veteriner. Merica mengandung Piperine 1-piperoylpiperidine yang diduga dapat meningkatkan metabolisme dan laju absorbsi nutrisi anak domba Szallasi 2005. BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan